"Salam. Mas, maaf kirim surat lagi. Baru dapat kabar, Nik wisuda dua minggu lagi. Mas bisa datang? Kalau tidak. Tak apa. Jangan dipaksa. Nik mengerti. Salam. Nunikmu"
Sabtu siang. Suratmu hadir lagi. Kedua, dalam satu minggu. Hanya kalimat singkat. Usai di angka enam, bilangan bulan. Surat adalah solusi terbaik. Memperpendek jarak kau dan aku.
"Bang! Dua puisi lagi! Dibaca semua?"
"Satu aja!"
"Tapi..."
"Lima belas menit lagi. Closing, kan?"
Iir anggukkan kepala. Serahkan kertas atensi padaku. Pun sudah enam bulan. Sejak pulang ke Curup. Aku menjadi awak siar radio. Seperti biasa. Malam itu, sesi acara baca puisi kiriman pendengar.
Biasanya, diselingi lagu saat jeda. Pada slot acara malam minggu, sesi baca puisi, dimulai pukul sepuluh hingga dua belas malam.
Endi adik Iir. Rekan sejak awal aku siaran. Biasa memilah lagu dan layani telpon pendengar. Menatapku. Itu tatapan bermakna tanya. Aku tertawa.
"Kenapa?"
"Closingnya. Bunga terakhir, lagi?"
"Jangan!"
"Apa?"
"Krisdayanti?"
"Ok! Menghitung hari, kan?"
"Yang satu lagi!
"Mencintaimu?"
Aku tersenyum. Ajukan dua jempol. Endi mengerti. Aku menatap mixer di hadapku. Kecilkan nada lagu. Segera diganti backsound Kitaro. Naikkan line vokal. Sambil memegang kertas atensi. Kubaca puisi terakhir.
"Well, para muda warga kota! Puisi terakhir malam ini. Usai sudah! Dua jam temani ruang dengarmu. Terimakasih kiriman puisi dan atensinya. Ditunggu lagi, ya? See you next week! Happy weekend! Tembang terakhir penutup sua kita di udara malam ini. dari Krisdayanti. Spesial untukmu! I miss you! Bye...bye! Misi, ah..."
Kuturunkan line vokal. Naikkan line musik. Perlahan. Terdengar. Suara khas Krisdayanti. Penuhi udara malam kota Curup. Kunikmati asap rokokku. Dalam diam. Aku mengingatmu.
Iir sibuk menyusun lembar atensi. Endi bereskan kaset. Memasukkan kembali ke dalam kotak. Kubuka headset. Segera ikut serta beberes. Ruang siar kembali rapi. Endi tersenyum menatapku.
"Lagu untuk Uni, Bang?"
"Haha..."
"Abang rindu, gegara baca puisi?"
"Kopi tadi habis?"
Kualihkan tanya dengan tanya. Endi menunjuk ke ruang depan studio. Aku bangkit. Mencari gelas berkopi. Bersisa setengah. Kureguk sedikit. Segera keluar studio. Duduk di bangku panjang.
Sayup. Suara Krisdayanti hilang. Berganti jingle radio. Kemudian sunyi. Lagu itu untukmu. Lirik yang tak pernah terucap di hadapmu. Tapi kau percaya. Dan aku. Menjaganya untukmu.
getmarried | amanoftheworld | justforyou | thosethreewords | JustheWayIAm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H