Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Those Three Words" [11]

2 September 2019   08:15 Diperbarui: 2 September 2019   08:34 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Layaknya acara kelulusan. Apapun bentuk dan prosesinya. Rangkuman rasa berbaur satu. Ada kejutan. Saat rombongan dari Siguntur Muda, kampung Amak turut hadir. Bagiku, hari itu untuk Amak. Juga abak.

Tak kau sadari. Saat tiba, juga menginap semalam di Siguntur Muda. Sesungguhnya. Dirimu dan hadirmu adalah bunga prosesi wisudaku. Hingga sore minggu itu. Selepas ashar. Kembali ke rumah kostku di Anduring.


Abak duduk di kursi tamu. Aku duduk di pintu masuk. Menikmati rokokku. Amak muncul dari dalam kamar. Kau menyusul di belakang Amak.


"Antar Nunik, ya?"

"Pulang?"

Aku menatapmu. Kau tersenyum. Anggukkan kepala. Aku berdiri. Kau mengerti. Segera pamit, bertukar salam dengan Amak dan Abak. Kau keluar pintu. Berdiri di sampingku. Tapi tak jadi melangkah. Saat suara Amak terdengar.


"Hei! Tak ganti baju?"

"Lah? Ini baru dipakai. Waktu berangkat dari kampung!"

"Baju kaos? Nunik pakai..."

"Nunik mau. Bukan karena baju, Mak!"

"Eh?"

"Pamit, Mak!"


Aku melangkah. Sambil berjalan mundur mendahuluimu. Abak tertawa. Amak terdiam. Kau gelengkan kepala, ikuti langkahku sambil tersenyum. Hingga aku berbalik badan. Melangkah bersisian. Hampir lewati masjid. Aku menatapmu. Kau tertawa.

"Nik!"

"Apa?"

"Tak ada hubungan dengan baju, kan?"

"Haha..."

"Mas tanya?"

"Tapi Mas gak dengarkan omongan Amak!"

"Hah? Tunggu Mas di depan! Cuma sebentar!"

Tak lagi menunggu. Aku balik kanan, berlari kembali ke rumah. Amak dan Abak duduk di kursi tamu. Sekilas ucapkan salam. Masuk ke kamar. Segera bertukar baju kemeja. Keluar kamar. Tanpa bicara, kembali ucapkan salam. Kuabaikan tawa Amak dan Abak. Saat aku berlari menjauh dari rumah.

Kau sudah melihatku dari jauh. Sambil menahan tawa. Aku berhenti di hadapmu. Nafasku tersengal. Tawamu lepas. Kuacak kepalamu. Segera hentikan angkot.


Kau masih tertawa. Di dalam angkot. Sepasang penumpang lainnya. Kukira seumuran anak SMA. Tunjukkan wajah ingin tahu. Kau tertunduk, menahan tawamu. Berusaha untuk diam. Aku berbisik pelan.

"Ketawa jangan lama-lama!"

"Haha..."

"Eh?"

"Amak bilang apa, Mas?"

"Nunik cantik!"

"Bohong, kan?"

"Iya!"

Tawamu berhenti. Kurasakan perih di pinggang. Gantian! Sekarang aku yang tertawa. Empat pasang mata terheran menatapku. Kuanggukkan kepala kepada mereka berdua.

"Boleh, kalau mau ikut tertawa..."

Pasangan itu bertukar pandang. Sambil tersenyum. Tapi tak bisa ditahan. Akhirnya, tertawa malu. Dan segera alihkan padangan dari kau dan aku. Plak! Pukulanmu singgah di lenganku.

"Usil!"

"Lah?"

"Jangan ganggu orang!"

"Mas cuma nawari! Dari pada bengong?"

"Iiih..."


Cubitmu hadir lagi. Kuduga. Duet jarimu rindu pinggangku. Sejak pagi sabtu. Saat wisuda. Di kampung Amak, hingga kembali lagi ke Padang. Tak banyak bicara berdua. Waktu dan perhatianmu, di monopoli Amak dan orang-orang di kampung.


Angkot memasuki Pasar Raya. Aku menatapmu. Kau gelengkan kepala. Aku mengerti. Kau tak ingin segera pulang. Aku tersenyum, hentikan angkot. Turun di depan Bioskop Karya. Berdua berjalan. Lalui Blok B. Udara sore minggu itu, hangat dan cerah.

Kubiarkan kau memandu langkah. Lewati Matahari Mall, seberangi jalan. Aku tertawa. Saat langkahmu berhenti di warung bakso. Persis di depan taman sekaligus Lapangan Imam Bonjol. Kau menatapku. Menunggu. Kuanggukkan kepala. Kau tersenyum, masuk ke dalam warung. Memesan dua porsi bakso juga memilih tempat duduk.

"Tadi di Kampung. Nik gak makan?"

"Makan! Tapi sedikit."

"Kenapa? Pedas semua, ya?"

Tak kau jawab. Hanya tersenyum. Sambil tuangkan air ke cangkir plastik. Kau ajukan ke hadapku. Kembali kau tuangkan satu cangkir untukmu. Kau minum isi cangkirmu. Tak bicara. Dalam diam. Masih tersenyum. Kau menatapku.

zaldychan

getmarried | amanoftheworld | justforyou | thosethreewords

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun