Pagi itu jum'at. Pukul enam. Tigabelas oktober duaribu. Kujemput Amak dan Abak. Hampir setengah jam kutunggu. Hingga bus Putra Raflessia dari Curup, tiba di terminal Andalas Padang.
Bertiga, beranjak pelan. Lalui jalan tikus. Lewati Blok B Pasar Raya. Sampai di Bioskop Karya, naiki angkot merah jurusan Lubuk Lintah. Bertiga sudah di dalam angkot. Sesekali, kujawab tanya Abak dan Amak.
Kuhentikan angkot di gang masjid. Lima tahun, lalui jalan itu termasuk rumah kost. Tapi pertama buat Amak dan Abak. Aku tersenyum, melihat ibu kost juga uni warung ditemanii Pipinx. Menunggu di pintu rumah.
Pipinx mendahului. Ibu kost bergerak disusul uni warung. Bergantian bertukar salam. Aku ke kamar letakkan tas dan barang bawaan Amak juga Abak. Segera menuju dapur. Termos sudah terisi penuh. Kukira pipinx yang masak. Kubuat teh hangat setengah teko. Kubawa ke ruang tamu.
Abak, Amak, ibu kost juga uni warung sudah duduk. Hanya ada empat kursi di ruang tamu. Pipinx tuangkan minum ke dalam gelas. Aku dan Pipinx memilih duduk di lantai. Ibu kost mendominasi alur bicara. Sesekali ditimpali uni warung. Bertutur tentang ulah dan polahku juga pipinx.
"Hamdallah. Tidak nakal, kan?"
"Bukan! Tapi biang rusuh!"
"Hehe..."
"Tiap malam begadang!"
"Dari dulu!"
Pipinx tertawa. Aku terbatuk saat nyalakan rokok, mendengar jawaban Amak. Percakapan berlanjut. Abak izin ke kamar. Ketika amak menatapku.