atau para pejabat yang sejak seminggu sebelumnya sudah mempersiapkan pakaian kebesaran, terus sejak shubuh melakukan persiapan. Terburu agar tak terlambat, tak jarang ada yang ribut dengan pasangan atau orang terdekat, demi setor wajah pada atasan.
Kepatuhan seperti apa yang dinginkan? Ketika aneka sanksi dan perangkat aturan lainnya diujarkan. Hingga wajah-wajah penuh tekanan hadir, agar tak terperangkap dalam persoalan. Tersenyum paksa berucap, "Merdeka!"
Bagiku, ada kegagalan pemaknaan kata merdeka yang ironisnya terjadi saat merayakan kemerdekaan. Bagaimana mungkin merasakan kemerdekaan dengan makna kebebasan, ketika menjalani hidup dengan penuh tekanan?
akhirnya, sajian kata-kata yang dilontarkan penuh basa-basi, penuh teka-teki dan polesan. susahnya, polesan itu kemudian menjadi tempat berlindung, bahkan mengaburkan dan menguburkan identitas sebenarnya.
Jika ada pejabat atau orang terhormat yang melakukan kesalahan atau pelanggaran hukum. Kita sepakat menyebut "oknum"! Agar yang lain tak terkena imbas atau dampak negatif, kan? Kenapa? Untuk menjaga marwah dan kehormatan.
Begitu juga, dengan penyebutan Pahlawan Devisa bagi para TKI, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa bagi Pendidik. Walau tak pernah ada Makam Pahlawan untuk mereka. Silahkan interpretasikan makna pahlawan itu.
Jadi? Boleh beda cara merayakan kemerdekaan seperti yang kutulis, kan? Hayuk salaman...
Curup, 17.08.2019
zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]