Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pentingnya Berbagi Pengetahuan Bencana pada Anak agar Siap Siaga

4 Agustus 2019   12:46 Diperbarui: 6 Agustus 2019   14:38 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa SD Muhammadiyah 1 Wringinanom Gresik, saat diajarkan cara menyelamatkan diri ketika bencana gempa melanda.(KOMPAS.com / Hamzah)

"Lari menyelamatkan diri!"

"Teriak Allahuakbar! Eh, Astagfirullah!"

"Bukan itu! Tapi, Hidup Anak Adam!"

"Pukul tiang listrik!"

"Diam di rumah!"

Jawaban anak-anak itu salah? Tentu saja tidak bisa disalahkan, tah? Toh, anak menjawab berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, juga pengalaman empirik yang dialami. Bisa bersumber sari berita di televisi, film, orang-orang di sekitar atau apalah. Yang kemudian menjadi referensi jawaban anak, kan?

Beberapa jawaban itu, berawal dari pertanyaanku; "Adik-adik, kalau terjadi gempa. Apa yang biasanya dilakukan?". Lontaran pertanyaan itu kuajukan tahun 2007, pada siswa kelas 1 MIM Talang Ulu. Kecamatan Curup Timur. Kabupaten Rejang Lebong. Udah lama, ya?

Aku ceritakan pengalamanku aja, ya? Kok bisa-bisanya makhluk sepertiku, hadir di ruang kelas. Haha...

foto : Dokpri. Arsip Bahan Ajar LKS Kegiatan CDASC dan Ausaid
foto : Dokpri. Arsip Bahan Ajar LKS Kegiatan CDASC dan Ausaid

Sekilas Program Kesiapsiagaan Bencana untuk Anak.
Akhir tahun 2006, aku terlibat dalam program Child Disaster Awareness for School and Communities (CDASC) hasil kerja sama PP Muhammadiyah dan Ausaid dari Kedutaan Besar Australia. Program ini menitikberatkan pada penggalian kapasitas dan peningkatan kesiapsiagaan bencana khususnya bagi anak-anak di sekolah dan di masyarakat.

Ada 4 area program yang serentak dilakukan pada 4 kabupaten di Indonesia. Pertama, Kabupaten Bantul dengan isu bencana gempa, banjir dan tsunami. Kedua, Kabupaten Garut dengan isu bencana gempa, banjir dan gunung api Guntur. Ketiga, Kota Padang dengan isu bencana gempa dan tsunami. Serta keempat, daerahku Kabupaten Rejang Lebong dengan isu gempa dan gunung api Kaba.

foto : Dokpri. Arsip Bahan Ajar LKS Kegiatan CDASC dan Ausaid
foto : Dokpri. Arsip Bahan Ajar LKS Kegiatan CDASC dan Ausaid

Kenapa konsentrasi program pada anak-anak? Sebab, anak-anak adalah yang paling rentan dibandingkan orang-orang dewasa, yang terdampak bencana selain wanita dan lansia. Baik saat terjadi bencana, maupun setelah terjadi bencana. Ancaman fisik dan dampak psikologis berupa traumatik bagi anak itu luar biasa.

Silakan diskusi sama teman-teman psikososial yang terlibat di daerah tanggap darurat bencana. Secara fisik, anak-anak tak mampu berebutan logistik di dapur umum. Secara psikologis, anak-anak acapkali terabaikan oleh orangtuanya sendiri, karena sibuk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi jika si anak kehilangan orangtua, saudara bahkan teman sekolah yang menjadi korban bencana.

foto : Dokpri. Arsip Bahan Ajar LKS Kegiatan CDASC dan Ausaid
foto : Dokpri. Arsip Bahan Ajar LKS Kegiatan CDASC dan Ausaid

Apa yang Bisa Dilakukan untuk Peningkatan Kesiapsiagaan Bencana pada Anak?

Pertama, Berbagi Pengetahuan tentang Bahaya (Hazard)
Bahaya bisa saja disebabkan oleh alam, juga ulah tangan manusia sendiri. Saat itu, program terkonsentrasi bebagi pengetahuan 7 bahaya yang kerap terjadi. Semisal tentang gempa, tsunami, gunung api, banjir, angin puting beliung, kebakaran dan tanah longsor. Saat ini, bahayanya sudah bertambah, termasuk di antaranya dampak perubahan iklim, dampak teknologi, konflik sosial, dan lain-lain.

Pengetahuan Ini, adalah hal terpenting yang mesti dibagikan pada masyarakat. Khususnya anak-anak. Banyak yang meremehkan pengetahuan tentang bahaya ini. Sederhananya, diawali dengan pertanyaan, apa itu gempa? Apa penyebab gempa? Apa akibat gempa? Apa yang bisa dilakukan agar tidak menimbulkan korban atau kerugian? 

Ada yang bilang, "Akibat ketidaktahuan bisa saja membunuhmu dengan sebab sederhana", kan?

Kedua, Mengenal dan Menyigi Kerentanan di Sekitar Anak.
Tanpa sadar, acapkali kita akrab dengan kerentanan yang menimbulkan bencana. Semisal membuang sampah di sungai yang menjadi penyebab banjir, penebangan hutan secara liar sebagai penyebab longsor, sambungan kabel listrik yang amburadul jadi penyebab kebakaran. Atau struktur bangunan yang dibuat kurang kokoh karena hemat biaya atau seadanya yang rawan ambruk jika terjadi gempa.

Hal-hal sederhana seperti itu, idealnya dikenalkan kepada anak sejak dini. Agar nantinya bisa merekontruksi ulang sikap dan perilaku. Dengan melakukan perbandingan antara pengetahuan dan pengalaman empirik di anak.

Ketiga, Meningkatkan Kapasitas Anak di Lingkungan Sekolah dan Rumah.
Peningkatan kapasitas bisa dilakukan dengan melestarikan kearifan lokal yang bersumber dari cerita turun temurun semisal smonge di Aceh, kontruksi rumah panggung, teriakan "Hidup Anak Adam" atau memukul alu dan antan pada beberapa daerah di jawa.

foto : Dokpri. Arsip Bahan Ajar LKS Kegiatan CDASC dan Ausaid
foto : Dokpri. Arsip Bahan Ajar LKS Kegiatan CDASC dan Ausaid

Belajar tentang Bencana sambil Bermain Bersama Anak.
Caranya? Kalau di sekolah dengan menonton aneka film tentang bahaya dan bencana, mengajak anak-anak membuat peta jalur evakuasi di sekolah. Menilai apa saja sumber bahaya yang ada di sekitar sekolah. Dan melibatkan guru-guru membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) sederhana tentang 7 jenis bahaya itu. Kemudian, disisipkan menjadi bahan ajar ke dalam aneka mata pelajaran.

Kalau di luar sekolah? Mengajak anak-anak bermain. Sambil membuat peta rawan bencana di sekitar rumah, membuat peta evakuasi. Terakhir melakukan simulasi dengan mengajak orangtua anak serta perangkat desa. Kembali dengan pertanyaan, jika terjadi bencana. Apa yang bisa anak-anak dan orangtua lakukan, agar tak terjadi banyak korban dan kerugian? 

Di bawah ini, kubagikan link video singkat kegiatan Program CDASC di Rejang Lebong dan 3 area lain. Semoga berkenan.


Program tersebut dilakukan selama dua tahun. Dan berakhir pada penghujung 2008. Hingga kini, beberapa orang yang terlibat di program ini, masih terlibat aktif sebagai relawan. Malah sekarang sudah berada di lokasi Kabupaten Pandeglang Banten, akibat gempa yang terjadi pada senja tanggal 2 Agustus 2019 kemarin.

Aku pribadi percaya. Penanaman pengetahuan tentang risiko bencana sejak usia dini akan meningkatkan kesiapsiagaan bencana pada masyarakat. Mudah-mudahan, di lain waktu dan pada artikel lain. Akan kutuliskan tentang jenis bahaya serta manajemen risiko bencana. Semoga bisa.

Demikianlah, hanya untuk berbagi pengalaman. Hayuk salaman!

Curup, 04.08.2019
Zaldychan
[Ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun