Keempat, minimnya figur yang patut dan layak diteladani. Gegara poin 1 hingga 3. Anak pun mencari sosok lain atau asing yang dianggap cocok untuk dijadikan idola dan teladan. Anak akan berusaha meniru tokoh idolanya. Bayangkan, jika anak keliru memilih tokoh idola?
Jangan marah, ya? Akupun mengalami hal itu, dan bisa saja anakku pun sedang mengalami  salah satu dari 4 permasalahan itu. Hiks...
"Mencintai anak tidaklah cukup, yang terpenting adalah anak-anak menyadari bahwa mereka dicintai orangtuanya." -- St. John Bosco
Dari 4 masalah yang dihadapi anak tersebut, maka terurai bahwa yang paling dibutuhkan adalah "penanaman karakter". Yaitu karakter yang mampu membentuk anak menjadi diri sendiri.
Seperti karang terjal yang kukuh diterjang gelombang. Bagaikan lembutnya butiran air yang tak mampu digenggam, namun bisa meluluhlantakkan bangunan, seumpama desir angin sepoi-sepoi, namun mampu menghempaskan pohon hingga tumbang.
Karakter yang tak seperti baling-baling bambu, menuju kemana arah angin membawa, bukan pula sekeras kerupuk yang  mlipir terkena air. Tak juga seperti sampah atau bangkai yang hanya mampu ikuti arus!
Tapi karakter yang mampu bicara tidak! Dengan argumentasi logis. Mau akui kelebihan dan kekurangan. Dan malu jika tak bisa berkata jujur.Â
Sulit? Iya! Makanya, baru batas impian! Karena syaratnya lumayan berat. Penanaman karakter itu bemula dari keluarga. Setidaknya, kita bisa mencoba melakukan yang mendekati impian itu, ya? Misalnya dengan 3 tindakan berikut ini.
Pertama, Butuh kemampuan orang tua, mengenal sejak dini potensi anak. Sebab tak semua anak sama. Ujaran orang pintar, "tak ada bibit yang buruk, mungkin belum menemukan lahan yang cocok".
Kedua, Digawangi orangtua dan orang terdekat. Menjadikan keluarga sebagai "taman bermain" bagi anak. Acapkali, Â semua keluarga malah pergi mencari taman bermain.. Ini bisa debatable, ya?