Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "A Man of The World" [10]

19 Juli 2019   08:15 Diperbarui: 6 Agustus 2019   14:33 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tok!

Palu berbunyi sekali. Sidang ditunda. Aku diminta keluar ruangan, juga semua yang hadir. Termasuk Pak Il, kecuali lima orang tim penguji. Riuh derit kursi digeser, terdengar dari belakang. Aku berdiri. Menatap Pak Il yang gerakkan kepala, dan segera beranjak dari kursi pembimbing. Kufahami, Pak Il memintaku keluar ruangan.

Aku berbalik badan. Pipinx dan Ajo sudah berdiri menunggu. Kau duduk di dekat pintu. Wajahmu kaku menatapku. Kusambut tangan Pipinx juga Ajo. Kau kuhampiri. Kuacak pelan kepalamu. Kau berdiri ikuti langkahku. Keluar ruang sidang.

Pak Il menghadang langkahku. Kusalami, kau ikuti caraku. Mata Pak Il menusuk mataku. Aku diam menunggu kalimat sakti. Pelan kuangkat wajahku.

"Ternyata percuma, ya?"

"Hah?"

"Harusnya kau masuk black code!"

"Kan tadi..."

"Itu bukan ujian! Tapi..."


Kalimat itu, sengaja dihentikan. Pak Il angkat bahu. Berbalik badan, kembali menuju ruang sidang. Tiga pasang mata menatapku ingin tahu. Aku pun angkat bahu. Kurengkuh bahu Pipinx.

"Kantin lagi, yuk! Butuh rokok!"

"Kan nunggu dipanggil?"

"Sepuluh menit! Cukup sebatang rokok!"

Berempat, melangkah menuju kantin. Da Zul pemilik kantin menatapku dan anggukkan kepala. Saat isyaratku dimengerti. Aku butuh rokok dan seteguk kopi.

Kantin semakin ramai. Riuh dan bisik tak jelas hadir saat kumasuki. Kulepas jas, kuberikan padamu. Kukira hari itu, sudut biru khusus untukku. Pipinx dan Ajo duduk di hadapku. Kau duduk di sisiku. Kunyalakan rokok. Asapnya penuhi paruku. Sudut biru senyap.

Kau duduk diam. Tak bersuara. Dan Bereaksi, saat Da Zul antarkan kopi. Kau aduk pelan, kau cicipi. Perlahan kau geser ke hadapku. Kopiah kulepas, kuletakkan di kepalamu. Kau senyum terpaksa. Memegang kopiahku. Kuraih gelas berkopi, kureguk sedikit. Kuajukan pada Pipinx dan Ajo, kudapati dua geleng kepala. Pipinx menatapku.

"Mpuanx pasti lulus!"

"Amiin!"

"Tapi kenapa..."

"Sepakat dengan Pak Il! Tadi bukan ujian!"

Itu kalimat Ajo. Sosok garda terdepan era reformasi, juga orator kampusku. Kupandangi Ajo. Pipinx pun menatap Ajo yang menyalakan rokok. Tampaknya tak berminat menjelaskan. Aku tertawa. Dan terhenti, saat gerombolan sekelasku datang. Penuhi sudut biru. Irfan koordinator kelas, menepuk bahuku.

"Sidang ditunda?"

"Iya!"

"Di Jadual, pukul sepuluh, kan?"

"Iya!"

"Lah?"

"Disuruh keluar!"

"Udah selesai? Berarti tunggu pengumuman?"


Kuanggukkan kepala. Irfan segera melihat jam di tangan. Terlihat ada kerutan di dahi  saat menatapku. Kuangkat alis mataku. Kemudian menatap wajah gerombolan. Sudut biru heboh. Tanda tanya berseliweran di udara. Kupilih nikmati rokokku.

Beberapa mulut, memanggil namaku. Kulihat di jalan masuk kantin. Ni Yul tersenyum anggukkan kepala. Isyaratkan dengan gerakan, memintaku kenakan jas dan kopiah. Kukira belum sepuluh menit. Tapi aku tahu. Saatnya bagiku kembali temui tim penguji.


Langkahku pelan saat memasuki ruang sidang. Kau di sampingku. Hanya beberapa orang ikuti aku, termasuk Pipinx dan Ajo. Semua berhenti di kursi pengunjung. Aku berjalan ke tengah ruangan. Berhenti dan berdiri di sisi kursi. Di belakang meja hijau. Kulirik Pak Il. Seakan tak peduli hadirku. Matanya tekuri skripsiku.


Di hadapanku, lima wajah. Kulihat tenang. Kukira tak ada debat serius. Ni Yul, sibuk menulis. Kuduga berkas ujianku. Aku tak tahu, rasaku saat itu. Naluriku menuntun asa. Ketua tim menatapku tajam. Kubalas tatapan itu. Tak lagi memintaku duduk. Segera meraih palu sidang. Ayunkan dua kali ke meja. Sidang kembali dibuka.

Suara ketua tim penguji, sekaligus ketua jurusan. Tidak setegas tadi. Lebih pelan. Jelas dan menusuk.

"Sekali lagi. Tim Penguji ingin dengar pernyataanmu! Skripimu tidak Plagiasi?"

"Tidak!"

"Jika di kemudian hari, skripsimu terbukti plagiasi. Kau tahu akibatnya?"

"Iya!"

"Skripsi hanya salah satu syarat. Bahwa kau layak menggunakan gelas Sarjana Hukum. Tapi ujian ini juga menilai sikapmu, selama masa studi di fakultas! Kau tahu?"

"Tidak!"

"Kenapa tidak?"

"Ajuan surat itu. Disetujui dan Diundang untuk lakukan ujian skripsi. Bukan.."

"Apa?"

"Bukan ujian sikapku!"


Keras suaraku. Penuhi ruang sidang. Ketua tim terkejut. Empat orang penguji tertawa. Kulirik Pak Il, diam-diam anggukkan kepala. Namun masih membaca skripsiku. Ni Yul berhenti menulis. Sesaat menatapku sambil tersenyum. Dan Lanjutkan menulis. Ketua tim menatapku. Gelengkan kepala. Meraih selembar kertas.

"Hari ini. Kamis. Tanggal empat belas bulan september tahun duaribu. Mewakili Tim Penguji. Menyatakan, kau tak layak lagi ada di fakultas ini!"

#Nik

#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustAintEnought #BorntoFight #TherisaWay #SpeakYourMind #UnforgettableMoment

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun