Tak bersuara. Kuserahkan jas. Kau mengerti. Perlahan kau lipat dan menyimpannya dalam tas sandang. Aku ke dalam kamar. Dibantu Pipinx, kubawa ke ruang tamu. Dua tas berisi buku.
Kopiah di kepala kutaruh ke kepalamu, sambil menunjuk tas sandang. Kau tertawa. Kopiah segera kau masukkan ke dalam tas. Kupakai sepatuku. Ajo sudah hadir. Bersiap pergi. Lalu gelengkan kepala, menatapku.
"Pindahan?"
"Haha..."
"Berangkat sekarang?"
"Hayuk!"
Nyaris pukul delapan. Berempat meninggalkan rumah. Ajo dan Pipinx membawa tas berisi buku. Aku membawa tas sandang. Kau bawa tas kecilmu. Sesekali berganti sapa dengan warga sekitar. Banyak do'a untukku. Kau sibuk berbagi senyum.
Keluar dari gang masjid. Berjalan lagi, menuju Simpang Anduring. Menunggu bis kampus. Tak lama, kau, aku juga Pipinx serta Ajo sudah di dalam bis. Masih dapat tempat duduk. Beberapa mata memandangku juga menahan senyum. Dari cara berpakaian. Warga kampus Unand tahu, aku akan hadapi pertempuran akhir di kampus. Tapi jadi aneh. Ketika naiki bis kampus dengan seabrek alat perang.
Bis sudah lalui Simpang Pasar Baru. Perlahan lalui alur mendaki melewati gerbang utama. Dan mulai turunkan penumpang di setiap halte berkeliling kampus. Bersisa enam orang. Aku beserta empat orang. Mata kondektur penuh selidik, saat lalui Dekanat FMIPA. Aku pindah duduk di belakang sopir, yang tersenyum melihatku dari kaca spion.
"Tolong lewat Hukum, ya?"
"Siap, Bang! Mau ujian?"