"Eh, nanti..."
"Memang sudah copot!"
Tak bicara, Iwan segera membelah bambu menjadi tiga bagian. Dalam diam, kembali bertiga sibuk meraut. Seakan berlomba, maka telah tersedia tiga kerangka layangan karya anak kelas dua SD. Wajah puas tersaji, membuat layang-layang sendiri, agar segera diakui sebagai laki-laki. Bertiga sepakat, istirahat. Saat hujan turun disertai angin kencang mewarnai siang jelang sore itu.
 Ternyata, Istirahat adalah pilihan keliru! Canda dan tawa akibat bergelut, seketika terhenti. Saat kertas minyak untuk membuat layangan, diterbangkan angin ke halaman dan basah oleh hujan. Tak ada ucapan yang dikeluarkan, pun tak ada telunjuk yang diacungkan. Eri dan Iwan terdiam. Aku segera mencari ibu.
"Minta duit, Bu? Mau beli kertas minyak!"
"Kan tadi, ada?"
"Kena air hujan!"
"Koran!"
"Hah? Emang bisa?"
"Coba dulu!"
Kuturuti usulan ibu dengan sedikit kesal. Kedua kawanku tertawa, saat aku keluar dari dalam rumah. Dengan lipatan koran bekas. Eri menatapku.