Saat itu, sungguh kenangan indah jika menyaksikan aneka jenis layangan itu di udara, sambil duduk atau berguling di rerumputan lapangan bola Setianegara
Aku ceritakan padamu. Bagaimana kisahku pertama kali membuat layang-layang.
Suatu hari. Bersama dua kawanku, Eri dan Iwan. Sepulang dari sekolah dan setelah bertukar baju di rumah masing-masing, kami kembali berkumpul di rumahku. Tujuannya hanya satu. Membuat layang-layang. Dan, masing-masing berbagi tugas. Eri membawa kertas minyak yang biasa digunakan untuk layang-layang dan lem sagu. Iwan membawa gunting dan benang jahit. Aku menyiapkan bambu dan pisau.
Siang itu, Ibuku harus merelakan bambu galah yang biasa digunakan untuk menjemur pakaian, kupotong untuk dijadikan tulang layangan. Karena aku sudah terlanjur berjanji, dan Eri serta Iwan sudah sampai di rumah.
Berbekal lirik lagu yang tanpa sadar dinyanyikan, serta pengamatan melihat jenis layangan di lapangan setia negara. Maka kami bertiga mulai berbagi bilah bambu galah, dan segera sibuk merautnya. Namun tak pernah selesai, karena mudah patah. Nyaris putus asa, Ibuku mendekati kami bertiga.
"Bukan pakai bambu itu, Nak!"
"Hah?"
"Bambunya, yang biasa digunakan untuk pagar!"
Ibuku kembali ke dalam rumah. Bertiga, kami bertukar pandang. Mataku segera ke pagar rumah, Eri gelengkan kepala. Tak bersuara, Iwan berdiri dan segera pergi. Tak Lama, kembali membawa bilah bambu yang masih berpaku. Aku menatap Iwan.
"Pagar siapa?"
"di rumah!"