Diberatkan oleh prasangka, serta ketidakadilan pengadilan dengan mengabaikannya kesehatan mental Ronnie, sekaligus ketidakadilan dalam memberikan pengacara yang pantas untuk kedua tersangka, serta menghadirkan saksi ahli dan bukti. Akhirnya  Dennis memperoleh hukuman penjara seumur hidup dan Ronnie memperoleh hukuman mati.
Ronnie dipindahkan ke McAlester. Yaitu penjara khusus untuk hukuman mati yang menanti eksekusi. Di sana, kesehatan mentalnya semakin parah. Kesehatan mental Ronnie semakin parah. Padahal jauh sebelum Ronnie tertimpa kasus, ia sudah didiagnosa mengidap personality disorder, schizophrenia, parkinson dan lain-lain.
Seminggu sebelum jadwal Ronnie dieksekusi mati, pengadilan memutuskan adanya pengadilan ulang dalam kasus pembunuhan Debbie. Hal ini dilakukan oleh pengacara baru, sebagai upaya terakhir menyelamatkan Ronnie. Para saksi ahli membuktikan bahwa DNA Ronnie dan Dennis tidak sama dengan DNA barang bukti yang ada di tempat kejadian. Dan saat itu, DNA masih belum digunakan.
Tanggal 15 April 1999, dua belas tahun setelah Ronnie dan Dennis dipenjara, keduanya dinyatakan bebas dan tidak bersalah. Hampir dua belas tahun lamanya waktu dua orang tak berdosa direnggut oleh ketidakadilan hukum. 7 Desember 2004, Ronnie meninggal. Tanggal yang sama 22 tahun lalu, saat Debbie terakhir kali dilihat hidup. Ironis, ya?
Kasus Ronnie yang dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan, hampir duabelas tahun kemudian dinyatakan bebas tak bersalah. Setelah menjalani hukuman penjara dan seminggu lagi nyaris dihukum mati. Apa kira-kira yang kita rasakan? Dipaksa mengakui bersalah terhadap apa yang tidak kita lakukan. Tak mungkin ada ukuran kerugian Materiil dan Immateril untuk rasa keadilan seorang Ronnie, kan?
Dalam kasus ini. Ronnie masuk ke ranah Prisoner of Conscience (POC). Istilah ini pertama kali digunakan oleh Peter Benenson di sebuah artikel koran Observer terbitan london dengan judul "The Forgotten Proisoners". Tulisan yang mengungkap derita tawanan yang ditahan tanpa kejelasan dan kepastian hukum. Secara bahasa, POC diterjemahkan sebagai tahanan hati nurani.
Jadi, POC ini adalah "korban" dari sistem hukum. Baik secara tak sengaja atau jejangan disengaja. Adakah kasus ini di Indonesia? Jika menilik dari Laporan Amnesty Indonesia tanggal 22 Februari  2018. Indonesia dianggap negara gagal dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
Banyak entry point, yang diungkapkan dari laporan tersebut. Semisal penggunaan kekuatan secara berlebihan. Ada banyak contoh di berita baik cetak maupun elektronik. Perihal kematian "bandar narkoba" saat proses penangkapan. Juga kematian "teroris" dalam beberapa penggerebekan. Aparat, biasanya menyatakan upaya membela diri, atau yang bersangkutan melawan dan mengancam keselamatan petugas. Dari sisi hukum, kematian mereka adalah penemuan kesalahan sebelum mereka dibuktikan bersalah. Tragis!