"Makanlah dulu. Jangan buat Amak Gaek menangis!"
Ayah Gaek tertawa, aku tersenyum anggukkan kepala. Pernah sekali waktu, karena terburu. Kuabaikan tawaran makan dari Amak Gaek. Aku cucu beliau, sesekali pulang ke kampung. Tak mau menikmati masakan beliau. Lama baru aku tahu. Saat itu, Amak Gaek menangis.
Di meja makan hanya bertiga. Tak banyak bicara. Makanku sudah selesai. Kuhidupkan rokok, tapi masih duduk di meja makan. Kau dan Amak Gaek masih hadapi piring. Tapi isinya berbeda. Piringmu berisi nasi dan lauk, piring Amak Gaek berisi agar-agar buatanmu. Aku hanya tersenyum. Agak lama, acara makan selesai. Kau bereskan meja makan. Amak Gaek keluar mencari sirih. Kau menatapku setengah berbisik. Kudengar ucapanmu.
"Mas! Kenapa Amak Gaek makan Agar, ditaruh di piring bekas makan?"
"Haha..."
"Ssst! Jangan tertawa!"
"Nunik tamu. Amak Gaek tuan rumah, kan?"
"Iya!"
"Walaupun makan selesai. Tuan rumah tak boleh cuci tangan!"
"Maksudnya?"
"Tak sopan! Nunik sebagai tamu, masih makan."