Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "There is a Way" [3]

8 Mei 2019   06:15 Diperbarui: 8 Mei 2019   06:16 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Taman Imam Bonjol tambah ramai. Berbagai lapisan masyarakat menikmati sore. Kuhabiskan agar--agar terakhir. Kau ajukan botol minuman. Kereguk isinya, kuletakkan di hadapmu.

"Makasih. Agar-agarnya! Tapi.."

"Kenapa? Gak enak?"

"Ada yang kurang!"

"Santannya kurang kental, ya? Atau gula merahnya..."

"Coba buat lagi! Mungkin lebih enak!"

"Haha!"

"Malah ketawa!"

"Nik kira Mas serius."

"Memang!"

"Hah? Serius?"

"Iya! Buat lagi, mau?"

"Iiih..."


Cubitan perdana sore itu. Kukira akan hadir lagi. Hanya kau, duet jarimu dan tuhanmu yang tahu. Kuhidupkan rokok. Mataku ke lapangan. Anak-anak usia sekolah dasar lagi latihan bola. Kau pun ikut memandang ke lapangan.

Cukup lama, duduk berdua. Bersisian tak bersuara. Aku menoleh ke arahmu. Memandang wajahmu. Matamu masih ke lapangan. Kubiarkan. Tiba-tiba kau menatapku.

"Mas, berapa jam ke kampung Amak"

"Paling lama satu jam! Jika busnya langsung berangkat!"

"Kenapa begitu?"

"Di terminal musti menunggu. Naik Bus jurusan Padang-Painan. Kampung Amak di tengah!"

"Oh!"

"Biasanya. Sopir nunggu bus hampir penuh. Baru berangkat!"

"Satu jam? Kenapa bilang Mas kemaren, pulang sore?"

"Pas pulangnya, bakal susah cari kendaraan. Mesti nunggu!"

"Hah?"

"Kalau beruntung, bisa duduk! Kalau tidak..."

"Berdiri?"

"Iya! Anggap aja naik bus kampus!"

"Haha..."

"Kuat, kan?"

"Kenapa Mas jarang pulang ke kampung Amak?"

Aku tak menjawab. Kau menatapku. Menunggu. Kuhisap rokok, Kuhembuskan asapnya Pelan. Matamu Masih tertuju padaku. Aku tersenyum.

"Belum bisa. Mas jawab!"

"Idul adha kemaren, juga gak pulang, kan?"

"Iya. Kan bareng Nunik?"

"Nanti di sana. Nunik..."

"Dikenalkan sama keluarga besar Amak!"

"Nik..."

"Kenapa? Takut?"

Aku menatapmu. Kau terdiam. Tak biasanya. Pertanyaanmu sebanyak itu. Kukira. Ajakanku ke kampung Amak, membuatmu resah.

Aku tak tahu cerita temanmu. Bagaimana sikap dan tradisi masyarakat Minang. Tentang ajakan laki-laki Minang pada seorang perempuan. Ke kampung orang tuanya. Tapi aku tahu. Kau ingin bersamaku.

#Nik

#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #Borntofight

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun