Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Love Just Ain't Enough" [9]

4 April 2019   06:20 Diperbarui: 4 April 2019   06:34 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by. pixabay.com

Butir hujan menghujam sore. Deras. Hanya ada aku dan kau, di beranda rumah kosmu. Duduk di bangku berwarna abu-abu. Ditemani teh panas bergelas dan asbak yang masih baru.

Aku ingat moler! Anjing putih itu tak tampak. Aku merunduk ke bawah bangku. Berdiri, merogoh saku celana. Melirik sekeliling rumah. Kau heran, melihatku seperti mencari sesuatu.

"Cari apa?"

"Moler!"

"Haha...! Kenapa cari di saku?"

"Siapa tahu Moler masuk, tak bilang ke aku!"

"Haha..."

"Ternyata, Moler takut sama aku?"

"Haha..."

"Kan sembunyi?"

"Kalau hujan. Moler di rumah belakang!"

"Syukurlah!"

"Kok?"

"Moler takkan tahu rahasiaku!"

"Rahasia?"

"Aku belajar merayu!"

"Iiih..."

"Aduuuh!"


Hari itu. Aku belajar banyak tentangmu. Caramu dan rasamu. Juga tawamu serta airmatamu. Aku pun tahu, persekutuan abadi dua jarimu. Berkali, singgah di pinggang atau bahuku. Kau tertawa. Aku meraih gelas. Kepulan asap tipis, masih memutari bibirnya.

"Jangan diminum dulu! Masih panas..."

"Cuma ingin tahu!"

"Hah?"

"Kukira, gelasnya merokok! Ada asapnya!"

"Haha..."

"Lagian juga, belum ditawari, kan?"

"Karena masih panas!"

"Artinya, aku belum boleh pulang"

"Kenapa begitu?"

"Mesti tunggu dingin dulu baru bisa di minum!"

"Pulangnya nanti aja! Masih hujan..."

"Sudah tahu!"

"Apa?"

"Masih hujan!"

"Haha..."

"Nik. Tadi aku lapar!"

"Hah! Nik beli roti ke depan, ya?"

"Gak Usah! Laparnya di tunda!"

"Di tunda?"

"Iya. Sampai kau jawab pertanyaanku di taman tadi!"

Aku menatapmu. Wajahmu kau tundukkan. Ceriamu seketika lenyap. Beranda tiba-tiba sunyi. Hanya bunyi gemericik hujan. Tertuang dari langit ke atap rumah.

Perlahan, kau arahkan matamu padaku. Tak ada senyummu. Tapi kau tahu, aku menunggu ucapanmu.

"Tapi Nunik..."

"Tak usah jawab!"

"Eh!"

"Kalau tak mau..."

"Hah!"

"Laparku, tak jadi ditunda. Tehnya. kuminum, ya?"

"Eh, iya...!"

Aku tertawa. Kau tidak. Kuraih gelas. Kureguk pelan isinya. Aku tahu, sikapmu padaku sebagai jawaban. Hanya aku takluk oleh lalu waktu. Akibatkan ego. Kuingin dengar jawabmu dari ujarmu.

Mungkin tidak sore itu. Kau tetap diam. Sibuk dengan alur fikirmu. Kubiarkan. Tak akan kutanya lagi. Kuingin menikmati hujan sore, jelang senja di beranda. Bersama. Berdua.

#Nik

#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun