Mohon tunggu...
A ZalbaLalana
A ZalbaLalana Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Mahasiswa Tersendat

mahasiswa tersendat, seorang mahasiswa pendidikan bahasa Jepang UPI yang seringkali berpikir tentang banyak hal walau sedang tersendat kehidupannya, berpenghasilan Rp0 dan berpengalaman tidak ada, akumulasi dari kesengsaraan dan penyesalan duniawi yang berdaging dan bernyawa, pergabungan dari kesesatan berpikir dan pergumulan pikiran, selalu menyesal dikala ketidak menyesalan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebahagiaan di Kala Kesulitan Hidup

28 Desember 2020   05:15 Diperbarui: 28 Desember 2020   05:33 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sepertinya kita semua setuju bahwa manusia memerlukan dan mecari kebahagiaan. Kebahagiaan yang ingin dicapai setiap orang sepertinya berbeda-beda. Di belantara kumpulan manusia, banyak yang menginginkan kebahagiaan tertinggi dalam hidupnya, yang uniknya pandangan kebahagiaan tersebut bisa berbeda sama sekali satu orang dengan orang lain walaupun secara sepintas jenis kebahagiaanya sama.

Berbeda tujuan adapun jalan yang ditempuh berbeda-beda. Tak ayal, manusia seringkali melangkahi orang lain dalam pencarian kebahagiaannya yang sesungguhnya. Tak menyangka pula manusia dapat melakukan hal-hal luar biasa baik ataupun buruk untuk mencapai keinginan tertinggi/absolute idea yang ia kejar selama ini.

Bahagia atas kekayaan yang dimiliki adalah salah satu cara yang digunakan manusia untuk mendapatkan kepuasa batin yang lebih tinggi dan salah satu pula tujuan kebagaiaan manusia yang ada di muka bumi ini. Kekayaan yang diakumulasikan dari pola kerja yang berbeda ini seringkali menjadi titik ukur dalam menilai kesuksesan seseorang dalam menjadi manusia yang sesungguhnya.

Tidak terhingga sudah berapa ratus kali desas-desus yang didengar oleh telinga tentang kesuksesan orang lain dalam mekamulasikan kekayaan tersebut, yang tentu secara pundi uang dan aset-aset berharga.

Pada lain waktu, kita pula sudah tak jarang mendengar kejahatan jenis mana saja yang digunakan orang lain dalam petualangannya mengumpulkan pundi-pundi kekayaan tersebut, mulai dari menipu, korupsi, mencuri, maladministrasi, membunuh orang tuanya agar dapat warisan, tumpah darah saudara karena warisan, dan segala macam perlakuan 'jahat' (dalam konteks subjektif) yang dilakukan orang lain untuk mengakumulasikan gelimang hartanya. 

Tak lupa pula kita pun menengok kebaikan jenis apa saja yang dilakukan seseorang untuk mengakumulasikan kekayaannya seperti berniaga secara jujur, melakukan kerja-kerja yang sehat, membantu sesama yang akhirnya diupah, dan masih banyak lagi cara-cara baik untuk mengumpulkan pundi uang secara baik.

Walaupun demikian, pada akhirnya baik-buruk suatu kekayaan seringkali terbentur atas norma lingkungan dan kenormalan berpikir zaman yang ada saat ini, mungkin saja mencuri dan menipu akan menjadi hal lumrah dan sah-sah saja dikemudian hari, mungkin saja.

Mencari kebahagiaan adalah mencari kebenaran tuhan yang sesungguhnya, mencapai surga dan ketenangan batin yang abadi. Pencarian kebahagiaan versi ini seringkali identik dengan orang-orang teis atau beragama. Banyak sekali insan yang mempunyai ketekunan lebih atas agamanya berharap dan mencari kebahagiaan dengan menyerahkan segala kehendak hidupnya atas tuhan yang Ia sembah.

Tak ayal banyak pula orang yang terlena dan hanya berpangku tangan, dan tak lupa banyak pula orang yang berusaha sekuat tenaga untuk mencari kebahagiaan sejati tersebut dengan bersungguh-sungguh di dunia ini agar mendapat imbalan yang setara di alam selanjutnya kelak (teori hidup setelah mati).

Bukan berarti jalan ini pun tanpa beban, banyak pula orang yang sedikit 'konslet' skrup otaknya hingga mengorbankan dirinya untuk mengambil nyawa orang tak bersalah atas nama tuhannya. Adapunla yang mencari kebenaran tuhan dengan kegiatan baiknya untuk membantu sesama manusia dan sesama makhluk yang tercipta oleh tuhannya.

Tetapi ingat, ini adalah salah satu cara mencapai kebahagiaan, bukan cara yang paling benar dan absolut apalagi satu-satunya, karena masih banyak juga tipe kebahagaiaan dan cara mencapai kebahagiaan tersebut, agama atau kebenaran tuhan adalah salah satu caranya.

Banyak kasus yang menyudutkan orang tidak bertuhan dan tidak beragama atau ateis. Bahwa mereka tak mencari kebahagiaan dan pastinya kehidupannya tidak akan bahagia karena tak mencari tuhan, padahal jika kita membalikkan banyak sekali hal, ternyata kebahagiaan bukan hanya absolut dimiliki oleh orang-orang bertuhan dan mencari tuhan tersebut.

Kebahagiaan pula dicari dengan kebebasan. Kebebasan yang sesungguhnya tanpa ada pengikat yang membelenggu kebebasan ekspresi manusia, tanpa raja dan kekuatan langit, tanpa dewa atau angan-angan khayal kekuatan luar biasa. Kebebasan akhirnya dikekang pula oleh kebebasan orang lain, tetapi itulah inti dari kebebasan, orang bebas untuk membebaskan dirinya dari belenggu penindasan.

Selain itu pula bukankah kita sekarang sedang tidak bebas? Belenggu virus melingkupi kehidupan saat ini, membelenggu kebebasan kita untuk bersandiwara di kehidupan sosial kita -yang walaupun menjemukkan- adalah anugerah yang tak bisa terkira harganya. Kebahagiaan yang ada di dalam kebebasan adalah kebahagiaan tanpa penindasan dan kebahagiaan yang meletakan derajat manusia di ketinggian yang tidak terkira.

Di kala kesulitan hidup yang membelenggu insan manusia sekarang ini, banyak sekali hal-hal penting yang harus tetap kita pikirkan. Cara melawan penindasar atas kebahagiaan kita, cara kita lepas dari keterpurukan yang ada dan mulai mencari langkah lain untuk menghidupi diri kita sendiri agar lebih berbahagia. Atapun untuk membuat suatu kenangan manis sebelum akhirnya manusia terlelap dan terperangkap selamanya di dalam kegelapan penderitaan yang tiada akhir.

Di kemudian hari pun, manusia akan terus merasakan penderitaan yang tidak ada habisnya. Walau demikian, selama manusia masih mencari arti kebahagiaan dan mencari cara menemukan jalan keluar dari penderitaan tersebut, maka tirai komedi penderitaan manusia semakin lama maka semakin terbuka untuk ditengok lebih jauh dan diapresiasi sebagai bentuk dari sejarah panjang hidup manusia mengarungi lautan drama kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun