Ingat sekali dulu sebelum muncul internet yang super mudah seperti sekarang, untuk mengonsumsi berita yang berkualitas dan akurat mereka perlu untuk membeli koran atau majalah agar mendapat ulasan yang mendalam tentang suatu peristiwa atau informasi tertentu.Â
Tapi kini kita dihadapkan pada realitas mengonsumsi berita layaknya brosur motor yang dibagi-bagi sales di jalanan, mudah sekali, tinggal terima, langsung di genggaman, tinggal baca (kalau mau membaca), kalau mau membaca pun baca judulnya saja, nggak suka beritanya langsung buang. Yaa begitulah...
Portal-portal berita online gratis banyak sekali beterbangan di jagad online. Ciri-ciri berita daring (online) gratis itu biasanya, pertama, banyak iklan. Tentu sebagai ganti enggannya kita membayar dalam konsumsi berita, media membebankan kita agar mau halaman berita yang kita baca penuh dengan iklan yang justru membayar media.Â
Mau gimana lagi? gratis mau masih tanpa iklan? memang menyebalkan membaca berita dengan iklan yang 'bandel'. Diklik 'close' masih muncul lagi iklan yang lebih besar, mau baca tulisan beritanya harus scroll ke bawah berkali-kali baru iklannya hilang, mau baca beritanya malah dibawa ke laman lain yang tidak berhubungan.
Kedua, berita terbagi dalam beberapa halaman. Masih berhubungan dengan iklan, media berharap para pembaca yang masuk ke halamannya bisa berlama-lama, melakukan banyak klik, sehingga terlihat traffic di suatu berita terlihat ramai. Hal ini memudahkan agar iklan bisa muncul berkali-kali di halaman yang akan dibaca.Â
Mau gimana lagi ya kan? Niatnya mau membaca berita secara utuh, ternyata dibagi-bagi sampai 7 halaman, itu pun biasanya kalimat informasi utamanya ada di halaman terakhir.Â
Tentu iklan dan halaman menyusahkan para pembaca, selain bersusah-susah dalam membaca berita di banyak halaman dan untuk menyingkirkan iklan, ada beban lain yang harus ditanggung pembaca seperti kuota internet yang lebih cepat habis karena iklan yang dimuat dengan grafis yang tinggi dan bahkan berbentuk video, itu pun harus diakses oleh pembaca di banyak halaman, belum lagi ancaman malware dan keamanan data apabila dibawa ke situs iklan yang belum terjamin keamanannya.
Ketiga, berita dikemas dengan judul yang clickbait. Tentu untuk menarik pembaca, tidak ada cara lain bagi media untuk memancing calon pembaca dengan judul yang bombastis, heboh, membuat penasaran, bahkan tidak mencerminkan isi berita sama sekali. Lagi-lagi larinya adalah untuk peningkatan traffic laman agar iklan-iklan muncul dan memberi kompensasi bagi para pembaca gratisan ini.Â
Belum lagi ditambah karakter orang-orang Indonesia yang malas membaca, ditunjukkan angka literasi yang dirilis dalam World Culture Index Score.Â
Sudah orangnya punya literasi yang rendah ditambah judul yang clickbait, pasti yang dipahami kemudian adalah judul berita = informasi. Tentu akan menghasilkan pemahaman yang salah bagi pembaca, inilah sumber hoax yang diciptakan secara kolaboratif oleh media, pengiklan, dan pembaca.
Inti dari munculnya kolaborasi hoax seperti di atas sebenarnya adalah terkait pembiayaan media untuk berjalannya kerja-kerja jurnalisme mereka. Para pembaca maunya membaca secara gratis ya terpaksa media menyelipkan iklan, pembagian halaman, bahkan judul berita clickbait supaya mereka minimal bisa hidup di industri media.Â
Yaaa.. mungkin kawan-kawan sudah mulai memetakan mana-mana saja portal berita yang sering membuat judul berita heboh dan penuh dengan rimba iklan, eits.. tidak sepenuhnya benar, beberapa media yang ada di benak kawan-kawan banyak yang menggunakan sistem hibrid, tetap menyediakan portal berita gratis tapi juga ada layanan berita premium berbayar.
Berita premium berbayar ini merupakan solusi bagi pembaca untuk mendapatkan berita yang bernas, berkualitas, dan komprehensif. Kalau dikira-kira sebenarnya sama seperti dulu kita berlangganan koran kok (yang kini sudah banyak ditinggal), kita membayar atas berita yang kita baca.Â
Media besar seperti Kompas, tidak hanya mempunyai portal Kompas.com tetapi punya Kompas.id sebagai portal berita premium berbayar mereka yang menyajikan koran Kompas digital dan artikel premium.Â
Tempo juga demikian, selain punya portal Tempo.co mereka juga punya koran.tempo.co. The Jakarta Post punya subscribtion premium, Jawa Pos punya digital.jawapos.com, Kontan punya epaper.kontan.co.id, termasuk harian terbaru milik Dahlan Iskan yakni Harian DI's Way.
Secara personal penulis pernah berlangganan di Kompas.id dan Koran Tempo digital, dan kini lebih sering berlangganan Koran Tempo. Memang sebelum berlangganan berita premium berbayar di benak kita bertanya-tanya buat apa membayar berita yang mau kita baca toh di internet banyak betebaran dan gratis pula.Â
Namun, setelah pertama kali berlangganan perasaan itu tinggallah perasaan, karena dirasakan langsung memilih untuk berlangganan berita premium berbayar menjadi sebuah rational choice.Â
Jelas jauh sekali dengan portal berita gratisan bagaikan setelah mendapat brosur motor dengan kertas yang lecek, kini mendapatkan brosur penawasan yang luxury.Â
Berita premium berbayar jauh dari rimba iklan karena uang langganan kita menggantikan fungsi pengiklan yang membiayai kerja-kerja jurnalisme media. Tidak ada lagi pembagian berita dalam halaman-halaman yang membuat kita justru kebingungan mendapat kalimat utama dari berita. Serta tidak ada lagi judul-judul over yang memicu hoax bagi para pembaca, karena berita disajikan secara detail dan lugas.Â
Bahkan pada media-media tertentu biaya langganan yang dibebankan kepada pembaca benar-benar akan mendukung independensi media itu sendiri dalam menjalankan kerja jurnalisme mereka, yang saya sukai salah satunya adalah berita opini dan penelusuran investigatif yang dilakukan oleh media karena independensi mereka.Â
Seperti yang dilakukan oleh Tempo kapan hari tentang perusakan halte saat demo UU Cipta Kerja, berita investigatif korupsi di Kementerian KKP yang justru mendahului kerja KPK, aliran-aliran proyek di Kementerian Sosial pada partai tertentu, serta penelusuran mendalam penyebab banjir di Kalimantan Selatan yang ternyata bukan hanya akibar hujan dengan curah yang tinggi.
Bagaimana? tertarik dengan berita premium berbayar? Ayolah, mulai menjadi konsumen yang rasional, karena berlangganan berita premium berbayar adalah rational choice.Â
Saran saya coba saja dulu berlangganan 1 bulan saja, misalkan di Kompas.id dengan biaya langganan Rp50.000,- per bulan. Hitungannya per hari cuma Rp1.666,- saja, lebih murah lah dibandingkan membeli koran cetak atau bahkan lebih murah dari parkir di minimarket.Â
Atau bisa coba berlangganan di Koran Tempo Digital tapi minimal berlangganannya 3 bulan dengan biaya per bulan Rp32.000,- (minimal langganan 3 bulan = Rp96.000,-) yang hitungan per harinya (dibagi 26 hari, karena hari minggu Tempo tidak terbit) yakni sebesar Rp1.230,- saja.
Selamat mencoba..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H