Inti dari munculnya kolaborasi hoax seperti di atas sebenarnya adalah terkait pembiayaan media untuk berjalannya kerja-kerja jurnalisme mereka. Para pembaca maunya membaca secara gratis ya terpaksa media menyelipkan iklan, pembagian halaman, bahkan judul berita clickbait supaya mereka minimal bisa hidup di industri media.Â
Yaaa.. mungkin kawan-kawan sudah mulai memetakan mana-mana saja portal berita yang sering membuat judul berita heboh dan penuh dengan rimba iklan, eits.. tidak sepenuhnya benar, beberapa media yang ada di benak kawan-kawan banyak yang menggunakan sistem hibrid, tetap menyediakan portal berita gratis tapi juga ada layanan berita premium berbayar.
Berita premium berbayar ini merupakan solusi bagi pembaca untuk mendapatkan berita yang bernas, berkualitas, dan komprehensif. Kalau dikira-kira sebenarnya sama seperti dulu kita berlangganan koran kok (yang kini sudah banyak ditinggal), kita membayar atas berita yang kita baca.Â
Media besar seperti Kompas, tidak hanya mempunyai portal Kompas.com tetapi punya Kompas.id sebagai portal berita premium berbayar mereka yang menyajikan koran Kompas digital dan artikel premium.Â
Tempo juga demikian, selain punya portal Tempo.co mereka juga punya koran.tempo.co. The Jakarta Post punya subscribtion premium, Jawa Pos punya digital.jawapos.com, Kontan punya epaper.kontan.co.id, termasuk harian terbaru milik Dahlan Iskan yakni Harian DI's Way.
Secara personal penulis pernah berlangganan di Kompas.id dan Koran Tempo digital, dan kini lebih sering berlangganan Koran Tempo. Memang sebelum berlangganan berita premium berbayar di benak kita bertanya-tanya buat apa membayar berita yang mau kita baca toh di internet banyak betebaran dan gratis pula.Â
Namun, setelah pertama kali berlangganan perasaan itu tinggallah perasaan, karena dirasakan langsung memilih untuk berlangganan berita premium berbayar menjadi sebuah rational choice.Â
Jelas jauh sekali dengan portal berita gratisan bagaikan setelah mendapat brosur motor dengan kertas yang lecek, kini mendapatkan brosur penawasan yang luxury.Â
Berita premium berbayar jauh dari rimba iklan karena uang langganan kita menggantikan fungsi pengiklan yang membiayai kerja-kerja jurnalisme media. Tidak ada lagi pembagian berita dalam halaman-halaman yang membuat kita justru kebingungan mendapat kalimat utama dari berita. Serta tidak ada lagi judul-judul over yang memicu hoax bagi para pembaca, karena berita disajikan secara detail dan lugas.Â
Bahkan pada media-media tertentu biaya langganan yang dibebankan kepada pembaca benar-benar akan mendukung independensi media itu sendiri dalam menjalankan kerja jurnalisme mereka, yang saya sukai salah satunya adalah berita opini dan penelusuran investigatif yang dilakukan oleh media karena independensi mereka.Â
Seperti yang dilakukan oleh Tempo kapan hari tentang perusakan halte saat demo UU Cipta Kerja, berita investigatif korupsi di Kementerian KKP yang justru mendahului kerja KPK, aliran-aliran proyek di Kementerian Sosial pada partai tertentu, serta penelusuran mendalam penyebab banjir di Kalimantan Selatan yang ternyata bukan hanya akibar hujan dengan curah yang tinggi.