Mohon tunggu...
Zakkiya Fauzia
Zakkiya Fauzia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenjangan Sosial di Masa Pandemi

12 Oktober 2021   10:08 Diperbarui: 12 Oktober 2021   12:20 1576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak bisa dipungkiri, pandemi seolah menciptakan efek domino terutama bagi para kerja tidak tetap dan pekerja rumah tangga. Hal ini disebabkan akibat tak sedikit perusahaan yang mengalami krisis serta profit yang menurun tajam terutama pada bidang tertentu sehingga tercipta tekanan yang membuat beberapa perusahaan memutuskan untuk mengurangi jumlah pegawai. Akibatnya, terdapat banyak pekerja yang terpaksa untuk melakukan pensiun dini maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga menciptakan lonjakan pengangguran serta angka kemiskinan yan terus meningkat.

Tercatat melalui Badan Pusat Statistik pengangguran terbanyak ada pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan tingkat pengangguran sebesar 11,45% dan disusul oleh Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan presentase sebanyak 8,55% lalu posisi ketiga ditempati oleh lulusan sarjana dengan presentase 6,97% dan lulusan diploma sebesar 6,61%.

Tingginya tingkat pengangguran saat ini tentu saja menciptakan kesenjangan sosial bagi masyarakat terutama dalam golongan menengah kebawah. Data yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa dampak pandemi mengakibatkan angka kemiskinan naik sebanyak 0,37% dari Maret 2019.

Ketimpangan ini semakin dapat dilihat melalui data pengeluaran penduduk Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok mulai dari atas, tengah, hingga yang paling bawah. Namun dengan begitu, agar dapat menjaga serta menciptakan lingkup yang adil bagi masyarakat, pemerintah berupaya untuk menopang penduduk yang kurang mampu dengan berbagai macam dukungan.

Sepanjang tahun 2020, pemerintah telah menyalurkan dana sebesar  695,2 triliun rupiah untuk program penanganan serta Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu pemerintah juga melakukan dukungan pada masrakat miskin dan rentan dengan pembukaan dunia usaha agar tetap dapat bertahan pada masa pandemi.

B. Tingkat Anak Putus Sekolah Pada Masa Pandemi

Tak hanya dalam bidang pekerjaan, bidang pendidikan pun mengalami ketimpangan yang signifikan menghadapi efek pandemi. Walaupun sebenarnya permasalahan ini merupakan permasalahan lama dengan berbagai faktor penyebab. Namun dengan adanya pandemi, angka putus sekolah terus meningkat dan semakin memperburuk permasalahan ini.

Hasil survei United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) memvatat bahwa ada sebanyak 1% atau setara dengan 938 anak usia 7 hingga 18 tahun yang memilih untuk putus sekolah selama masa pandemi. Dari jumlah ini, sebanyak 74% anak memutuskan untuk putus sekolah akibat kurangnya biaya, 12% diantaranya karena tak ada keinginan untuk melanjutkan sekolah, sedangkan 3% sisanya akibat pengaruh lingkungan.

Sedangkan menurut komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri, menyebutkan bahwa tingkat anak putus sekolah pada masa pandemi meningkat cukup pesat hingga 10 kali lipat. Hal ini rata-rata disebabkan oleh tidak ada biaya serta sarana prasarana untuk melanjutkan, pernikahan dini, tuntutan untuk bekerja, menunggak biaya SPP, meninggal dunia, hingga kecanduan video  game atau game online.

Putus sekolah akan memiliki dampak berkepanjangan bagi kondisi sosial serta ekonomi di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan bahwa tingkat kemiskinan akan semakin tinggi karena prospek kerja bagi anak yang putus sekolah kebanyakan bergaji rendah sehingga akan menciptakan efek buruk pada keberlangsungan ekonomi Indonesia. Apalagi jika anak tersebut memilih untuk menikah dini setelah putus sekolah. Hal ini tidak hanya menyebabkan masalah ekonomi namun juga masalah kesehatan reproduksi di masa mendatang.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi jalan keluar yang diambil pemerintah pada permasalahan di masa pandemi ini. Tetapi hal tersebut rupanya juga memberi permasalahan lain terutama bagi keluarga maupun guru yang memiliki keterbatasan ekonomi baik untuk memiliki alat komunikasi ataupun penyediaan kuota internet untuk pembelajaran. Sarana dan prasarana yang masih belum rata membuat kesetimpangan nyata antara pendidikan di luar Jawa dengan yang ada di Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun