Mohon tunggu...
Zakki Wakif
Zakki Wakif Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kata Siapa Santri Selalu Serius dan Enggak Gaul?

23 Desember 2016   10:06 Diperbarui: 23 Desember 2016   10:52 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kira-kira, hal apa yang muncul pertama kali di benak kamu, saat mendengar kata “santri” atau “pesantren”? Belajar di sekolah asrama berbasis agama Islam, itu pasti! Memakai baju koko bagi para ikhwan(murid laki-laki) dan hijab bagi para ukhti(murid perempuan), juga sudah tidak perlu ditanyakan lagi.

Bagaimana dengan “gaul”? Tunggu dulu. Segaul apakah anak-anak santri? Bukannya mereka pasti belajarnya agama melulu, ya? Enggak bakalan jalan-jalan, senang-senang, atau pacaran.Pokoknya semua selalu harus ikut aturan.

Hmm, sebelum berpikir yang enggak-enggak alias negatif terus, sebaiknya cari tahu dulu seputar kehidupan pesantren dari mereka yang sudah pernah mengalaminya. Siapa tahu, niat baik orang tuamu memasukkanmu ke pesantren akan menjadikanmu sosok yang jauh lebih baik di kemudian hari.

Atau kalau ingin tahu lebih banyak, kamu bisa nonton film berjudul “Cahaya Cinta Pesantren”.Dari film tersebut, kamu bisa mendapatkan gambaran nyata tentang suka duka kehidupan santri di pesantren.

Menilik sedikit dari pengalaman beberapa santri, ternyata  banyak hal bermanfaat yang bisa kamu dapatkan dari menempuh pendidikan di pesantren, seperti: 

  • Kamu menjadi lebih dekat dengan Allah Swt.

Oke, mungkin kamu merasa terkurung dengan beragam aturan yang ada di pesantren. Bangun pagi harus bareng, shalat berjamaah, mandi enggak boleh lama-lama, hingga makan dan belajar juga harus bersama.

Namun aturan-aturan tersebut dibuat tidak lain untuk membuat kamu menjadi lebih disiplin dan dekat dengan Allah Swt.

Mungkin selama ini kamu terlalu banyak membuang waktu percuma untuk kegiatan remeh. Di sini, waktumu lebih banyak tercurah untuk belajar, berdoa, dan memperkuat ukhuwah Islamiyahatau persaudaraan di antara sesama muslimin dan muslimah.

  • Belajar lebih tertib dan disiplin, sehingga lebih sehat.

Kamu yang biasanya hobi bangun telat atau tidur terlalu larut malam akan berubah begitu masuk pesantren. Biar bisa bangun malam untuk salat tahajud, kamu harus tidur sesuai waktu yang ditentukan. Jangan sampai kamu kena marah sama ustaz dan ustazah.

  • Berteman dengan siapa saja, namun tetap ada batasan.

Kata siapa kamu enggak boleh berteman dengan lawan jenismu? Boleh, namun ada batasan yang harus dipatuhi.

Namanya juga remaja. Naksir-naksiran dengan santri putra ganteng—seperti Shila, tokoh dalam “Cahaya Cinta Pesantren”,yang menyukai Rizqi—itu biasa. Atau tertarik dengan santri putri nan ayu, seperti Abu yang nekat mengirim surat cinta untuk Shila, juga wajar.

Tapiii, enggak semua keinginan wajar berarti harus dituruti, kan? Makanya, pacaran di lingkungan pesantren itu dilarang, karena mendekati zina. Apalagi, belum tentu laki-laki atau perempuan yang kamu suka ternyata memang jodohmu di kemudian hari. Ingat, semua adalah kehendak Allah Swt. Yang penting tetap saling mendoakan yang terbaik bagi masing-masing.

  • Belajar untuk lebih ikhlas.

Membahas mengenai kehendak Allah Swt. tidak bisa lepas dari belajar untuk lebih ikhlas. Seperti ucapan ayah Shila sebelum mengirimnya ke pesantren:

“Kalau kita mencintai segala sesuatu karena Allah, maka kita tidak akan pernah kenal yang namanya kecewa atau sakit hati.”

Wah, mantap benar bukan, nasihatnya? Sebagai manusia yang kerap lupa, ada baiknya kita pun ikut berpegang teguh pada-Nya.

Tidak hanya soal gagal masuk sekolah incaran, soal jodoh yang kita inginkan pun begitu. Terlalu berpegang teguh pada cinta sesama manusia memang hanya akan membuat kecewa. Toh, kita sama-sama mahluk fana. Tidak abadi.

Jadi, bagaimana? Sudah mantapkah kamu untuk masuk pesantren mulai tahun ajaran baru? Bila belum, tonton dulu yuk, film “Cahaya Cinta Pesantren”. Nikmati suka dan duka Shila dan kedua sahabatnya dalam meraih cita-cita, mencari cinta, dan berharap akan rida-Nya. Mereka juga remaja yang senang bercanda hingga curhat-curhatan. Enggak serius melulu.

Sumber:

Cahaya Cinta Pesantren 

Cahaya Cinta Pesantren Wikipedia

Facebook CCPT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun