Orang tua ingin memasukkan kamu ke sebuah pesantren, namun kamu masih ragu? Takut kebebasanmu terenggut dan merasa tidak betah di sana?
Menjadi santri enggak selalu identik dengan serius, kaku, dan ketinggalan zaman. Buktinya, sekarang banyak kok, pesantren yang bersentuhan dengan dunia (yang dianggap) modern.
Bukan berarti pesantren tradisional ada kurangnya, ya. Namun, mengingat remaja muslim Indonesia semakin kritis dan tidak cepat puas, maka pesantren pun harus mengikuti perubahan zaman.
Tentu saja, pesantren modern tidak berarti meninggalkan pendidikan agama dan moral. ‘Kan, yang namanya santri oke berarti tetap memegang teguh akidah tanpa harus ketinggalan zaman. Makanya, dalam pesantren juga ada mata pelajaran yang sama dengan sekolah umum, seperti: matematika, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial, teknologi dan informasi, hingga kegiatan ekstrakurikuler.
Ingin mencapai cita-citamu sebagai reporter, seperti Shila dalam film “Cahaya Cinta Pesantren”?Kenapa tidak? Jika saat ini kamu sudah menjadi seorang santri dan pesantrenmu punya klub jurnalistik, kenapa tidak bergabung saja? Kamu bisa dikirim untuk meliput berbagai kegiatan seputar pesantren, lalu tulisan dan foto-foto hasil jepretanmu bisa dipajang di mading(majalah dinding) sekolah.
Pesantrenmu punya lab komputer dan koneksi internet? Kenapa tidak bikin blog klub jurnalistik sekalian? Tidak hanya di lingkungan pesantren, semua kegiatan positif para santri juga bisa dipublikasikan di sana. Jadi, dunia luar bisa melihat bahwa para santri ternyata juga punya banyak kegiatan yang asyik, sama seperti remaja-remaja lain di sekolah umum.
Kata siapa para santri hanya berasal dari satu lingkungan yang sama? Belum tentu. Meski sesama muslim, mereka pasti berasal dari beragam latar belakang, entah itu ras maupun kelas sosial. Jadi, anggap saja hidup di pesantren sebagai latihan untuk hidup bermasyarakat nantinya.
Selain itu, terjalinnya ukhuwah Islamiyahatau persaudaraan di antara sesama Muslim juga semakin kuat. Tidak hanya saling bersaing dalam berbuat kebaikan, para santri juga sama-sama berjuang agar lebih maju dan menjadi pribadi yang lebih baik.
Jadi, setelah lulus nanti, mereka diharapkan dapat menjadi generasi penerus yang mampu selaras dengan zaman, namun tetap berpegang teguh pada akidah.
Contoh Santri Oke:
Ingin melihat salah satu contoh santri oke? Tonton saja film “Cahaya Cinta Pesantren”yang diproduksi oleh Full Frame Pictures dan disutradarai oleh Raymond Handaya. Kisah drama remaja komedi ini berlatar kehidupan para santri di pesantren, lengkap dengan suka-dukanya.
Kisah berputar pada kehidupan Shila dan ketiga sahabatnya, Icut, Aisyah, dan Manda. Keempat gadis belia dengan beragam karakter ini menambah warna-warni plot cerita film ini.
Bayangkan, ada yang semula enggan sekali masuk pesantren, karena merasa kebebasannya dibatasi. Ada yang sama sekali tidak keberatan dan bahkan menyukai lingkungan yang serba teratur dan disiplin. Ada juga yang meski keberatan, namun tetap berusaha beradaptasi dan memahami alasan merek berada di sana.
Film “Cahaya Cinta Pesantren”menunjukkan bahwa kebaikan itu tidak langsung datang dengan sendirinya, melainkan melalui serangkaian proses. Seperti tokoh Shila yang awalnya tidak suka dengan keputusan Ayah memasukkannya ke dalam pesantren akibat kendala biaya. Merasa kebebasannya terenggut, butuh waktu lama bagi Shila untuk beradaptasi dengan kehidupan di pesantren yang harus sesuai dengan syariah.
Para aktor dan aktris, seperti: Yuki Kato, Febby Blink, Sylvia Blink, Febby Palwinta, Rizky Febian dan Fachri Muhammad, telah menunjukkan bahwa para santri ternyata oke-oke. Selaras dengan zaman, sekaligus masih berpegang teguh pada akidah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H