Mohon tunggu...
Zakka Jayadisastra
Zakka Jayadisastra Mohon Tunggu... -

Seorang dokter muda, seniman, penulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sebuah Tameng Berlubang Bernama Puskesmas

1 Desember 2016   06:44 Diperbarui: 1 Desember 2016   07:02 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. - Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

Apa yang terbesit pertama kali tentang Puskesmas? Fasilitas minimal? Pelayanan yang pas-pasan? Teruntuk khusus untuk masyarakat tidak mampu? Pernahkan terbesit sebuah pikiran bahwa Puskesmas memiliki sebuah peran yang jauh lebih besar?

Puskesmas memiliki fungsi yang luhur dan besar. Menurut Kepmenkes RI No. 128  Tahun 2004 Puskesmas memiliki dua fungsi, yaitu sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer, dan sebagai pusat pelayanan kesehatan perseorangan primer. Pada tulisan ini akan difokuskan pada fungsi puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer.

Puskesmas, memiliki kepanjangan Pusat Kesehatan Masyarakat, dibuat dengan tujuan utama sebagai institusi yang dapat meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Ketika kita berbicara tentang masyarakat, maka kita akan berbicara secara komunitas, tidak perseorangan. Secara sederhana, puskesmas bertanggung jawab atas tingkat kesehatan masyarakat sekitarnya.

Cukup besar bukan? Lalu bagaimana cara Puskesmas untuk meningkatkan dan menjaga taraf kesehatan masyarakat? Kita sering mendengar pepatah “Mencegah lebih baik daripada mengobati”. Ya, itulah yang menjadi salah satu fokus dari Puskesmas, melakukan kegiatan pencegahan dan promosi kesehatan. Puskesmas menjadi salah satu, kalau bukan satu-satunya, lembaga yang memiliki fungsi dan tujuan dalam hal promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Hal ini menjadikan puskesmas tameng bagi masyarakat agar tidak mengalami kontak terhadap penyakit apapun, baik itu penyakit menular maupun penyakit tidak menular.

Namun demikian, apa yang terjadi saat ini? Puskesmas malah hanya menjadi ‘klinik’ bagi orang-orang sakit yang ingin berobat namun tidak menjadi ‘tameng’ bagi orang-orang sehat di sekitarnya. Hal ini menjadikan fungsi puskesmas sebagai pusat peningkatan kesehatan masyarakat menjadi terganggu. Ketika tameng kesehatan masyarakat terganggu, maka akan menjadi sangat mudah penyakit menghinggapi masyarakat, baik itu penyakit menular seperti dbd, influenza, dan sebagainya; maupun penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes mellitus, ataupun gangguan jiwa. Hal ini menyebabkan banyaknya penyakit yang muncul di masyarakat, terutama di daerah terpencil.

Secara kuantitas, Puskesmas sudah ada di setiap kecamatan di Indonesia. Namun, secara kualitas, Fungsi dan peran puskesmas masih belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah kurangnya sumber daya, termasuk di dalamnya sumber daya manusia. Banyak sekali puskesmas yang memerlukan tenaga kesehatan, di antaranya dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, sarjana kesehatan masyarakat, dan lain-lain. Selain itu, puskesmas juga belum memiliki wadah untuk mencegah kelainan jiwa pada masyarakat.

Hingga kini, pelaksanaan puskesmas masih selalu difokuskan pada penanganan kuratif (mengobati) daripada preventif (pencegahan) atau promotif. Hal ini terlihat pada pengembangan puskesmas kepada puskesmas rawat inap atau pengembangan pelayanan kuratif lainnya. Pelaksanaan kegiatan preventif dan promotif Puskesmas terkesan seadanya dan kurang mencakup permasalahan yang ada di masyarakat.

Hal ini menyebabkan banyaknya permasalahan di masyarakat yang tidak terdeteksi dengan baik. Selain itu, kurangnya kinerja puskesmas dalam kegiatan preventif dan promotif ini menyebabkan banyaknya penyakit yang seharusnya dapat dicegah muncul di masyarakat. Selain itu, hal ini juga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penanganan awal secara mandiri terhadap penyakit yang biasa ada di masyarakat.

Kurangnya kegiatan promosi kesehatan juga menyebabkan mudahnya peredaran informasi kesehatan yang keliru, yang pada akhirnya akan menyebabkan penanganan awal yang keliru terhadap penyakit yang dideritanya, termasuk di dalamnya penyakit-penyakit yang harus ditangani segera seperti stroke dan kejang.

Profil kesehatan Indonesia tahun 2014 dan 2015 memperlihatkan banyaknya penyakit yang potensial untuk ditekan hanya dengan kegiatan promotif dan preventif. Salah satunya adalah angka kejadian penyakit menular dan angka kejadian penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup. Namun demikian, pemerintah belum mencantumkan cakupan kegiatan promosi dan pencegahan penyakit di Indonesia dalam profil kesehatan tersebut (kecuali pada bagian kesehatan lingkungan) sehingga sulit untuk dievaluasi.

Kegiatan promotif dan preventif di Indonesia akan memperkuat sistem kesehatan di Indonesia, sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan profil kesehatan di Indonesia. Hal ini diakibatkan dengan adanya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit di Indonesia, akan meningkatkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan taraf kesehatannya, baik secara pribadi, keluarga, maupun lingkungan sosial bermasyarakat.

Anggaplah bahwa ada 10 kepala keluarga yang sukses diedukasi oleh pihak puskesmas untuk pencegahan demam berdarah dengue (DBD sehingga keluarga tersebut terhindar dari penyakit DBD. Kemudian masing-masing keluarga menyebarkan info tersebut kepada 3 orang lainnya (entah tetangga maupun anggota keluarga besar). Lalu dari orang-orang tersebut menyebarkan ke orang-orang lainnya dan seterusnya. Maka dapat dibayangkan dalam waktu singkat ada banyak orang yang terhindar dari DBD.

Contoh lain, apabila Puskesmas memiliki kekuatan untuk melakukan advokasi ke pemerintah, misalnya pemerintah kecamatan, untuk melaksanakan screening kejiwaan pada siswa SMP dan SMA di suatu kecamatan. Maka berapa banyak orang yang terselamatkan dari kemungkinan jatuh ke dalam keadaan gangguan jiwa di masa depan? Berapa banyak orang yang terselamatkan dari kemungkinan meminum obat untuk seumur hidupnya? Berapa banyak orang yang tercegah dari perbuatan yang merugikan dirinya ataupun merugikan lingkungannya akibat gangguan jiwa yang dideritanya namun ia tidak pernah menyadarinya?

Oleh karena itu, dengan penguatan kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit ini, akan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat secara global dan holistik dengan menggunakan sumber daya yang tidak seberapa besar dibandingkan dengan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengobati orang-orang yang sudah terlanjur jatuh ke dalam suatu penyakit tertentu.

Kegiatan promotif dan preventif merupakan sebuah kegiatan yang memerlukan biaya yang jauh lebih rendah daripada kuratif. Sehingga, apabila peran dan fungsi puskesmas dalam hal preventif dan promotif terjaga, maka pemerintah akan mengeluarkan biaya yang jauh lebih sedikit dalam penanganan kesehatan masyarakat. Sehingga apabila ditilik dari segi ekonomi, penguatan kegiatan preventif dan promotif oleh puskesmas akan menyebabkan penurunan anggaran kesehatan yang dibutuhkan secara signifikan sehingga dapat meningkatkan kesangkilan dan kemangkusan dari anggaran kesehatan.

WHO sekretariat Eropa pada tahun 2013 menyebutkan bahwa beban pengobatan kuratif menjadi hal yang patut dipertimbangkan. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya yang ditimbulkan oleh penyakit-penyakit tersebut. WHO kemudian mengeluarkan kebijakan untuk mendorong pencegahan berbagai penyakit.

Beberapa penyakit atau gaya hidup tidak sehat yang menjadi target utama pencegahan oleh WHO dalam hal ini adalah rokok, kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak baik, penggunaan alkohol, Environmental Hazard(Bahaya terhadap lingkungan), kecelakaan lalu lintas, dan promosi kesehatan jiwa dengan fokus utama adalah pencegahan depresi pada masyarakat.

Sebagai gambaran umum, hanya dengan promosi kesehatan tentang meningkatkan aktivitas fisik pada masyarakat, akan menghemat anggaran belanja kesehatan sekitar USD150 – 300 (Sekitar 2 – 4,5 juta rupiah) per individual per tahunnya. Bayangkan apabila hal ini diterapkan di Indonesia dengan puskesmas sebagai garda terdepannya, berapa banyak anggaran yang dapat dikonversi menjadi hal lain seperti pendidikan misalnya? Anggaplah kita mengambil 100 juta orang Indonesia, maka negara akan menghemat 200 Trilyun  rupiah per tahunnya hanya dengan promosi aktivitas fisik dengan biaya yang tidak seberapa besar.

Dengan demikian, puskesmas sebaiknya dikembalikan fungsinya sebagai tameng masyarakat. Pemerintah sebaiknya memperkuat peran serta puskesmas dalam menyehatkan masyarakat dalam kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Sehingga, sistem kesehatan Indonesia akan berjalan dengan lebih baik yang akan kemudian memberikan imbas yang positif terhadap sektor-sektor lain seperti ekonomi, pendidikan, sosial, dan teknologi.

Referensi:

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

WHO. 2007. Everybody business : strengthening health systems to improve health outcomes : WHO’s framework
for action. Geneva: WHO Document Production Services.

WHO. 2013. Promoting health, preventing disease: is there an economic case?. Copenhagen: WHO.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun