Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengubah Mindset Guru di Abad 21 (Part 1)

26 Agustus 2017   07:57 Diperbarui: 26 Agustus 2017   19:36 2858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Seperti dalam sub bab sebelumnya, bahwa pendidikan abad 19 menggunakan LOTS. Lower order thinking atau keterampilan berpikir tingkat rendah yang diwakili oleh "mengingat-memahami-dan mengamalkan" dianggap sebagai hal yang perlu ditingkatkan di abad 21. LOTS adalah salah satu dasar dalam menggapai pengetahuan, namun LOTS adalah hal yang tidak bisa menjadi instrumen dalam meningkatkan SDM. Mereka akan hanya bisa menghapal, dan memahami namun mereka tidak bisa mencipatkan sebuah produk yang menjadi "hasil" dari ilmu pengetahuannya.

Meningkatkan LOTS menjadi HOTS (higher order thinking skills, keterampilan berpikir tingkat tinggi) adalah bagian terpenting dalam pendidikan di abad 21. Keterampilan ini adalah kelanjutan dari LOTS dimana instrumen pentingnya dilalui dengan menggunanakan "menanalisis-mengevaluasi- dan mencipta". Tiga kata inilah yang seharusnya dipraktikan di ruang kelas guru-guru masa kini.

HOTS tidak bisa tanpa LOTS, tapi guru masa kini harus percaya diri bahwa siswanya bisa dibawa dengan menggunakan HOTS sebagai peningkatan kemampuannya. Bila LOTS lebih berorientasi kepada konsep pengetahuan, maka HOT beyond dari itu. HOT mengembangkan konsep pengetahuan itu menjadi sebuah keterampilan praktis yang bermanfaat bagi kehidupan. Dalam abad 21, konsep pengetahuan yang menjadi basis pengajaran guru masa lalu diposisiskan sebagai media untuk merubah sikap siswa dalam menggapai pengetahuan. Konsep pengetahuan tidak terlalu penting, yang penting itu adalah bagaimana siswa memiliki pengembangan "sikap pengetahuan" yang didapatkan melalui konsep pengetahuan.

Menganalisis-mengevaluasi-mencipta adalah tiga kata untuk mendesain siswa memiliki perilaku "ilmuwan". Konsep ilmu nya tidak penting karena ilmu pengetahuan selalu berubah, namun sikap terhadap pengembangan ilmu pengetahuan itu sangat penting. Siswa dengan menggunakan HOTS akan mampu bertahan hidup dalam konsep ilmu pengetahuan apapun yang dihadapinya. Ia akan mampu memilki sikap pnegetahuan yang bisa diaplikasikan kepada semua ilmu, apapun ilmu yang didapatkannya.

Analogi yang sering saya dan orang tua saya lakukan adalah anak yang diberi ikan dan anak yang diberi kail. Bila kita menjadi orang tua, maka silahkan prediksi, anak yang mana yang bisa bertahan hidup lebih baik, apakah yang langsung diberi ikan atau diberi kail? Saya meyakini, orang tua akan menjawab anak yang kedua. Dengan diberi kail, ia akan belajar bukan hanya menangkap dan memakan ikan, tapi bagaimana memecahkan masalah tentang umpan, tentang kolam, atau pelajaran lain sebagai pembelajaran ia dalam kehidupan. Itulah bedanya abad 20 dan 21.

Abad 21 dalam ruang kelas adalah abad dimana konsep pengetahuan bukan yang paling penting, namun bagaimana ia memperlakukan ilmu pengetahuan sebagai sikap-diri untuk mempersiapkan masa dewasanya. Dengan menggunakan HOTS, maka kata kunci yang harus dipegang adalah adalah siswa yang inovatif, kreatif dan produktif.

HOT dengan kreatif adalah siswa yang mampu menciptakan sesuatu yang baru. Tentu saja kreatifitas itu sesuai dengan perkembangan kognisi siswanya. Yang paling penting adalah bagaimana siswa memiliki prilaku kreatif harus guru tanamkan sejak dini. Kreatifitas keci akan menjadi fondasi untuk menciptkan sesuatu yang besar ketika siswa itu dewasa.

HOTS dengan inovatif adalah menjadikan siswa ber-ATM. Amati, Tiru dan Modifikasi adalah cara siswa menjadi inovasi dengan cara mengembangkan sesuatu menjadi memiliki nilai lebih, baik dari sisi ekonomis, seni atau lainnya. Inovasi inilah yang akan menjadi fondasi anak dalam meraih kesuksesan masa depan anak.

HOTS dengan produktif adalah siswa didesain sebagai individu yang senang membuat produk. Mereka tidak henti-henti mengembangkan produk untuk berkreasi dan berinovasi sebagai jati dirinya. Ada banyak hal yang bisa dilakukan siswa di ruang kelas sesuai dengan bakat, kebutuhan, kesenangan, dan hobinya yang bisa diendorse oleh guru menjadi sebuah produk. Para guru jangan berpikir bahwa produk itu harus berteknologi tinggi, namun produk itu harus sesuai dengan perkembangan siswanya. Bisa teknologi rendah bahkan bila mampu bisa menggunakan teknologi tinggi. Yang terpenting adalah guru mampu untuk "menginspirasi" siswa dalam menciptakan produk.

Lalu bagaimana bila guru belum bisa menginspirasi? Inilah yang menjadi masalah penting dalam pendidikan dengan menggunakan HOTS. Siswa yang memiliki kecenderungan "meniru" guru akan mendapatkan masalah yang rumit manakala gurunya tidak memiliki keterampilan untuk menciptakan sebuah produk. Kualifikasi guru dalam menciptakan produk adalah hal mutlak yang menjadi instrumen utama dalam implementasi HOTS. Dalam konteks ini, pemerintah harus melatih guru dalam keterampilan produk-produk yang mungkin bisa dilaksanakan di ruang kelas sesuai tingkatan sekolah siswanya.

Dengan bantuan TIK yang berjibun di internet, cara memproduk sesuatu dalam HOTS bisa sangat membantu guru dalam menginspirasi. Guru yang tidak gaptek (gagap teknologi) atau Gapsek (gagap sekali) adalah cara untuk meningkatkan kualifikasi guru dalam implementsi HOTS di abad 21.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun