Mohon tunggu...
Zaki Mubarak
Zaki Mubarak Mohon Tunggu... Dosen -

Saya adalah Pemerhati Pendidikan tinggal di Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Goyang Syariah di Kota Santri

23 Agustus 2017   07:49 Diperbarui: 23 Agustus 2017   08:13 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.modamo.info

Oleh: Zaki Mubarak

HADIRNYA acara musik langsung sebuah televisi swasta nasional di Tasikmalaya mengundang kontroversi. Selain panggungnya yang berdekatan dengan mesjid agung Kabupaten Tasikmalaya, acara inipun dipastikan dibawakan oleh artis-artis nasional yang mengumbar aurat. Satu orang yang menjadi bullyan media sosial adalah orang nomor satu di kabupaten Tasikmalaya yakni bupati Uu Ruzhan.

Mayoritas postingan orang Tasik dalam media sosial mereka adalah bentuknya kritik. Saya pun tidak tahu, apakah tulisan ini merupakan analisis kritis, analisis deskriptif ataupun hanya curahan hati-subjektif. Yang jelas, walaupun saya tidak secara langsung menonton acara tersebut, saya akan menggunakan tiga analisis itu secara sekaligus.

Tasik, Benarkah Kota Santri?

Terminologi kota santri yang tersemat di Tasikmalaya bukan tanpa sebab. Lahirnya pesantren besar-kharismatik di empat sudut arah angin Tasik dengan ditambah puluhan pesantren medioker dan ratusan pesantren skala kecil adalah alasan Tasik dipanggil kota santri. Terminologi ini lebih mengacu kepada kuantitas santri yang begitu banyak dan menjadi destinasi pendidikan Islam bukan kepada kualitas semacam kota Cirebon sebagai Kota Wali.

Di Cirebon dikatakan kota wali, karena adanya satu wali mulia Syeh Sunan Gunung Jati. Dengan satu saja wali, Cirebon dalam sisi istilah level, lebih tinggi dari sekedar kota santri. Ini menunjukan kota santri kalah level (dalam terminologi) dibanding kota wali, walaupun sebenarnya Tasik memiliki wali agung bernama Syeh Abdul Muhyi Pamijahan. Para penziarah mengatakan wali ini adalah penyempurna dari wali songo setelah Ziarah ke Bangkalan Madura.

Saya melihat, santri kota santri adalah fakta sejarah yang telah berubah. Seorang budayawan Tasik senantiasa mengkritik istilah ini. Tasik bukan lagi menjadi kota santri, tetapi telah menjadi "Kota Cina". Ada dua sudut pandang, pertama istilah kota santri mengacu kepada fungsi, bahwa Tasik menjadi salah satu pusat destinasi pendidikan pesantren, yang kedua mengacu kepada struktural dimana demographi kota Tasik sudah dikuasai oleh Cina keturunan. Bukan saja penguasaan lahan, distribusi barang pun sudah dikuasai oleh mereka. Jadi pantas saja disebut kota Cina.

Istilah 'santri' bagi dunia Islam Indonesia adalah sakral. Ia mengacu kepada identitas pelajar Islam yang patuh (submission/taslim). Kepatuhan ini ditujukan kepada agama, otoritas agama (ulama), pengabdian masyarakat muslim dan norma Islam. Santri adalah istilah sakral bagi pelajar yang akan, sedang atau sudah tunduk atas Islam dalam dimensi pengetahuan, prilaku, dan keterampilan. Ketika disebut santri maka secara eksplisit sudah dapat diterka bahwa identitas ini adalah identitas Islam yang sangat militan dan mengagungkan nilai-nilai Islam.

Jadi, secara faktual apakah Tasik masih layak disebut kota santri? Atau sudah berubah dengan degradasi nilai kesantrian Tasik yang kian hari kian menurun? Menurun dalam istilah ini dapat diamati berdasarkan banyak aspek, seperti kehidupan tradisi pesantren yang menurun, meningkatnya kelas ekonomi menengah yang lebih memilih gaya hidup modern ketimbang sederhana ala pesantren, munculnya tipologi pesantren baru yang mengintegrasikan persekolahan dengan pesantren dengan istilah pesantren modern pesantren komprehensif. Untuk menjawabnya, agak sedikit susah. Perlu kajian mendalam sebelum menyimpulkannya.

Paling tidak, fenomena goyang syariah di Tasik yang terjadi dalam rangka menyambut Ulang Tahun NKRI ke 72 itu menjadi pertimbangan untuk memutuskan. Bukan memutuskan bahwa Tasik bukan lagi kota santri, tapi memutuskan apakah Tasik masih layak menjadi kota Santri. Semua daerah berhak mengidentifikasi dan mengklaim daerahnya dengan sebutan beragam. Sumedang dengan "Tandang"nya, Purwakarta dengan "Istimewa"nya, Garut denga 'Intan"nya, Ciamis dengan "Dinamis"nya, Bandung dengan "Bermartabat"nya dan Tasik dengan "Resik"nya. Jadi tidak salah Tasik masih disebut kota Santri, walaupun dalam tahap persepsi.

Goyang Syariah dalam Dangdut Islami?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun