Dengan kurangnya kompetensi sumber daya manusia dari aparatur Bagian Pemerintahan serta terbatasnya anggaran pelaksanaan kegiatan penegasan batas daerah, resiko yang akan dirasakan pada internal organisasi adalah akan terhambatnya realisasi capaian penegasan batas daerah Kabupaten/Kota tersebut.
Selain itu, tentu penataan ruang, perizinan, pembangunan dan pelayanan publik belum terlaksana dengan maksimal, karena ada beberapa area di wilayah Kabupaten/Kota tersebut masih berada pada area abu-abu, karena belum tahu statusnya milik/masuk ke Kabupaten/Kota apa.Â
Kemudian, juga bisa berdampak kepada turunnya kepercayaan pimpinan/Kepala Daerah kepada Pejabat di Bagian Pemerintahan yang notabene mengurusi kegiatan penegasan batas. Turunnya kepercayaan tersebut bisa bermuara kepada opsi untuk memutasikan Pejabat tersebut ke Bagian lain dan menggantikannya dengan Pejabat baru yang rata-rata juga baru dan awam dengan kegiatan penegasan batas, tanpa pernah menganalisa letak permasalahan sebenarnya dimana. Sehingga meski Pejabat bertukar, tapi tanpa didukung dengan solusi terhadap permasalahan SDM dan Anggaran yang tepat, tetap saja hasilnya akan berputar disitu-situ saja.
Selain itu, dengan masih kurangnya sosialisasi terkait penegasan batas ini, menyebabkan pemahaman dari para Pimpinan Daerah sering terpengaruh dengan unsur-unsur diluar administrasi kewilayahan, sehingga terkadang kegiatan penegasan batas juga bisa berdampak kepada harmonis atau tidaknya Kepala Daerah dan Wakilnya bahkan dengan DPRD sekalipun. Bahkan menjadi isu yang sangat sensitif di daerah, apabila wilayah batas merupakan pusat kantong suara dan tanah kelahiran dari Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah dan Anggota DPRD tersebut.Â
2. Resiko Eksternal Organisasi
Dampakn yang dirasakan dari eksternal organisasi adalah timbulnya konflik batas yang berkepanjangan, yang disebabkan karena kegiatan penegasan batas tidak pernah selesai. Masyarakat pada wilayah perbatasan akan bertindak sendiri dalam menentukan batas wilayahnya masing-masing, karena merasa, Pemerintah tidak hadir untuk menyelesaikan batas wilayah mereka, dan tidak mampu menjawab dengan baik keinginan mereka.
Dengan tidak hadirnya pemerintah, aksi-aksi masyarakat yang ingin menentukan batas wilayahnya juga sering ditunggangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga terkadang aksi masyarakat yang awalnya sekedar menentukan batas wilayahnya secara baik-baik dengan mendatangi wilayah perbatasan, berubah menjadi anarkis, karena ditunggangi misi tertentu dari beberapa pihak.
Meskipun awalnya yang akan merasakan dampak permasalahan batas wilayah hanya masyarakat diwilayah perbatasan, namun dengan kondisi media sosial dan pemberitaan pada saat sekarang, kondisi dan situasi diwilayah perbatasan tersebut bisa terpublikasikan dengan luas kepada seluruh masyarakat di wilayah Kabupaten/Kota tersebut, bahkan hingga ke seluruh Provinsi Sumatera Barat serta NKRI.
Dengan terpublikasikannya kondisi tersebut, maka seluruh masyarakat bisa beropini terhadap permasalahan tersebut, dan biasanya akan langsung mempertanyakan kehadiran pemerintah dalam penanganan permasalahan batas daerah itu. Ini juga berefek kepada rendahnya daya investasi dari luar daerah, karena ada kecendrungan terjadinya konflik dan tidak jelasnya area tata ruang sebuah daerah. Kemudian efek yang paling utama adalah turunnya kepercayaan masyarakat kepada Kepala Daerah dalam mengambil kebijakan untuk menstabilkan ketertiban dan keamanan diwilayah mereka.
D. Mitigasi Batas Daerah
Upaya untuk mengurangi resiko dari kegiatan penegasan batas sebenarnya terletak pada kebijakan program prioritas dan anggaran. Keberpihakan dan perhatian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kepada kegiatan penegasan batas ketika melaksanakan rapat-rapat perumusan anggaran sangat diperlukan. Karena dengan hal tersebut seluruh perencanaan kegiatan batas dapat terlaksana dengan baik.