Sehingga mengakibatkan argumentasi masyarakat terhadap batas wilayah akan terpengaruh dengan keputusan yang diambil oleh pemuka adat mereka. Jika keputusan mereka tidak diakomodir oleh pihak yang berwenang dalam kegiatan penegasan batas, maka ancaman-ancaman terhadap koeksistensi kehidupan masyarakat pada area batas wilayah sering bermunculan.
Hal tersebut juga akan berdampak langsung kepada keputusan-keputusan stakeholders dalam mengusulkan batas wilayahnya masing-masing. Tidak jarang terjadi, keputusan para stakeholders di pemerintahan daerah berubah bahkan menetapkan posisi status quo akibat dari tekanan dari keputusan masyarakat tersebut.
 5. Aspek PolitikÂ
Provinsi Sumatera Barat, adalah salah satu dari 9 (sembilan) Provinsi di Pulau Sumatera, yang sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, juga memilki berbagai macam suku yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota dalam wilayahnya. Secara umum, Suku masyarakat Sumatera Barat dikenal sebagai Suku Minang. Namun Suku Minang ini akan terbagi lagi kedalam berbagai macam Suku, seperti Koto, Bodi, Pilliang, Chaniago, Tanjuang, Jambak, Sikumbang, Melayu, Pitopang dan banyak lagi yang lain.
Keberadaan suku ini sangat berpengaruh kedalam kehidupan dan keseharian dari masyarakat Minangkabau. Karena masyarakat Minangkabau sangat terikat terhadap adat dan istiadat serta norma yang menjadi aturan dan ketetapan yang telah ditentukan oleh masing-masing suku. Mulai dari pengangkatan seorang pemimpin di keluarga/suku, perkawinan, pemberian gelar, pembagian warisan, harta pusaka, tata cara makan, bergaul dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan sebuah ketentuan yang wajib dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau, apapun suku mereka.
Kaitannya dengan politik adalah, karena rata-rata Kepala Daerah dan Anggota DPRD baik di Provinsi Sumatera Barat maupun di Kabupaten/Kota adalah seorang Datuk (pimpinan adat) di wilayahnya masing-masing. Konsekwensinya, setiap urusan adat termasuk wilayah adat/Tanah ulayat, Kepala Daerah dan anggota DPRD yang menjadi pucuk pimpinan adat, akan mendapatkan masukan-masukan penting dari setiap pemuka adat-adat yang lain. Sehingga terkadang keputusan yang semestinya hanya mempertimbangkan aspek administrasi pemerintahan, akan sedikit terpapar oleh kebijakan-kebijakan dari aspek lain.
Meskipun terbilang sedikit kontroversial, namun hal tersebutlah yang terjadi pada kondisi sekarang ini. Karena bagaimanapun para pemuka-pemuka adat yang lain, yang memberikan masukan-masukan kepada Kepala Daerah, juga merupakan seorang Ninik Mamak yang tentu mempunyai anak dan keponakan serta saudara yang banyak dan rata-rata menjadi konstituen dari para Kepala Daerah dan para anggota DPRD tersebut.
Hal tersebutlah yang sering mempengaruhi kebijakan-kebijakan para Kepala Daerah dan Anggota DPRD, terutama bagi mereka yang akan mencalonkan kembali (incumbent). Ini belum termasuk kepada Calon Kepala Daerah dan Calon Anggota DPRD yang akan bertarung dalam Pemilu, yang terkadang juga bisa menunggangi isu-isu batas daerah di dalam setiap kampanye mereka. Menyalahkan para pejabat yang sedang menjabat karena belum bisa komprehensif didalam mengurus area batas wilayah mereka.
C. Resiko Kegiatan Penegasan Batas Daerah
Dari beragamnya kendala dan permasalahan yang dihadapi, terdapat beberapa resiko yang lahir dari permasalahan tersebut baik dari sisi internal maupun dari sisi eksternal organisasi pemerintah daerah, antara lain :
1. Resiko Internal Organisasi