Mohon tunggu...
Zaki Fahminanda
Zaki Fahminanda Mohon Tunggu... Lainnya - Honesty is a very expensive gift. Do not expect it from cheap people

Kombinasi Semangat dan Etika

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Batas Daerah di Provinsi Sumatera Barat, Progres, Permasalahan, Resiko dan Mitigasi

8 Mei 2021   15:49 Diperbarui: 8 Mei 2021   21:10 1474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal tersebut, biasanya disebabkan karena aspek yuridis, yakni tidak jelasnya batas daerah dalam lampiran undang-undang pembentukan dan peta lampiran undang-undangnya yang tidak memenuhi syarat sebagai peta (Hanya Peta Sketsa). Akibatnya banyak terjadi perebutan wilayah antara daerah Induk dengan Daerah pemekaran, yang ditambah dengan adanya potensi-potensi perekonomian diwilayah perbatasan, seperti pertambangan, perkebunan dan aspek perizinan lainnya.

Untuk wilayah Provinsi Sumatera Barat, terdapat 3 Kabupaten pemekaran yang belum selesai penegasan batas wilayahnya, yakni, Kab. Solok Selatan, Kab. Dharmasraya dan Kab. Pasaman Barat. Ketiga Kabupaten ini mempunyai potensi konflik batas wilayah yang tinggi, karena memiliki banyak potensi Sumber Daya Alam dan Potensi Perekonomian lainnya di wilayah batas daerahnya masing-masing.

4. Aspek Adat Istiadat

Dalam adat di Minangkabau, tanah adalah tempat kelahiran, tempat hidup dan juga tempat mati.  Analoginya, sebagai tempat lahir maka setiap kerabat harus memiliki sawah atau ladang yang dijadikan andalan untuk menjamin hidup dan makan para kerabat. Sebagai tempat mati, maka setiap kaum harus mempunyai pandampusara agar jenazah kerabat jangan sampai terlantar.

Ketiga hal tersebutlah yang melambangkan seseorang sebagai bagian dari masyarakat Minangkabau. Karena bagaimanapun wilayah adat/Tanah Ulayat dipandang sebagai salah satu harta pusaka tinggi, dan menjadi sangat penting terutama yang berkaitan dengan kepemilikan kaum dan nagari. Untuk itu, dalam setiap kegiatan penegasan batas, Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten/Kota masih mengikutsertakan para pemuka-pemuka adat untuk mengidentifikasi area dan wilayah yang masih masuk kedalam ulayat mereka masing-masing.

Sebenarnya, dengan masih diakuinya tanah-tanah dalam lingkungan masyarakat hukum adat ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Dalam peraturan tersebut telah diatur tentang keberadaan tanah ulayat, penentuan dan penetapan keberadaan tanah ulayat, jenis dan penguasaan tanah ulayat, kedudukan dan fungsi tanah ulayat, hingga pemanfaatan dan pengunaan sebuah tanah ulayat.

Namun pada kondisinya, terkait penetapan terhadap keberadaan dan kedudukan Tanah Ulayat tersebut belum terlaksana dengan optimal. Masih banyak tanah-tanah yang dikalim sebagai tanah ulayat, tapi belum ditetapkan secara jelas kedudukan dan fungsi dan statusnya. Hal ini tentu berdampak kepada status kepemilikan tanah ulayat tersebut, apakah statusnya adalah tanah ulayat Nagari A atau Nagari B atau ulayat kaum A atau kaum B dan tanah ulayat suku A atau suku B.

Hal ini acapkali menjadi perdebatan bagi para pemuka adat di tiap-tiap nagari di Sumatera Barat. Ketidakjelasan status dan kedudukan tanah ulayat tersebut, disebabkan karena masih adanya pemuka adat dan masyarakat di Sumatera Barat menentukan keberadaan tanah ulayat dengan memakai istilah adat, yakni "warih nan bajawek" atau hanya penyampaian pesan secara lisan dari para tetua adat kepada penerusnya.

Sifat dari warih nan bajawek ini sendiri adalah Postulat, atau asumsi yang memerlukan pembuktian lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena Warih nan bajawek ini tidak punya bukti-bukti otentik seperti surat keterangan, kesepakatan ataupun aturan yang tertulis. Sehingga ada beberapa penjabaran warih nan bajawek tersebut yang bisa saja  melebihi ataupun mengurangi apa yang telah disampaikan oleh para pendahulunya.

 Jadi belum bisa dikatakan bahwa informasi Warih Nan Bajawek yang mereka terima tersebut benar atau tidak. Hal ini terbukti ketika Tim Penegasan Batas Daerah melibatkan para pemuka adat dari dua daerah Kabupaten/Kota yang berbatasan dalam penentuan batas wilayah administrasi daerah. Hasilnya, para pemuka adat tersebut, masih banyak yang saling klaim dan berebut kepemilikan terhadap satu wilayah dengan menyebutkan wilayah tersebut adalah tanah ulayat mereka masing-masing, dengan perpedoman kepada keterangan warih nan bajawek mereka masing-masing.

Kondisi inilah yang juga seringkali mempengaruhi kegiatan Penegasan Batas Daerah di Provinsi Sumatera Barat. Karena bagaimanapun, masyarakat di Sumatera Barat masih berpedoman kepada aturan-aturan yang telah dibuat oleh pemuka adat mereka masing-masing, termasuk penentuan batas wilayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun