Dibalik adanya suatu khitan perempuan, ternyata terbongkarnya sebuah mitos di balik sunat perempuan dengan melalui perspektif budaya dan medis. Mitos-mitos yang ada ini membuat sebagian masyarakat percaya dengan sunat perempuan untuk hal-hal yang telah mereka percayai, maka dari itu adanya sebuah pandangan yang berbeda mengenai budaya dan medis.Â
Khitan perempuan merupakan sebuah praktek yang masih berlangsung di beberapa komunitas di dunia, meski banyak dari pihak yang menentangnya atas dasar medis serta hak asasi manusia. Praktik sunat perempuan ini masih sering dikaitkan dengan alasan agama, budaya, atau kesehatan yang sebenarnya memang belum terbukti secara ilmiah.Â
Saya kira, khitan hanya dipraktikan oleh laki-laki saja, namun ternyata pada kenyataannya khitan ini juga dipraktikan terhadap perempuan. Dimana khitan perempuan ini pertama kali muncul di Mesir dan dilakukan oleh bayi perempuan atau anak perempuan yang berusia 7 sampai 10 tahun. Semakin berjalannya waktu, khitan perempuan telah menyebar luas di seluruh dunia dan pastinya telah sampailah di Indonesia. Di Indonesia sampai saat inipun memang masih ada, tetapi hanya daerah tertentu serta mereka melakukan karena adanya sebuah tradisi yang tidak bisa diubah-ubah.
 Mitos-mitos yang beredar tentang khitan perempuan yang menyebar luas di Indonesia
Mitos-mitos yang beredar mengenai khitan perempuan di Indonesia memang sangat beragam, namun ada beberapa yang memang menonjol dari mitos ini yaitu khitan perempuan menjaga kesucian serta moralitas. Dalam beberapa budaya ini, ternyata khitan perempuan telah dianggap sebagai sarana untuk menjaga kesucian, lalu juga untuk memastikan bahwa perempuan akan tetap setia kepada pasangannya, dan supaya tetap bisa mengendalikan nafsu seorang perempuan.
Banyak sekali orang-orang yang mempercayai praktik ini bahwa akan menekan dorongan seksual pada perempuan serta akan membuat mereka lebih "terkendali" dalam rumah tangga. Pada hakikatnya dalam hal ini di asumsikan bahwa perempuan yang tidak dikhitan akan menjadi seorang "pembohong".
Sementara itu, kenyataan yang sebenarnya adalah khitan perempuan membawa risiko yang besar bagi kesehatan fisik serta psikologis. Rasa sakit yang parah, sebuah infeksi, hingga masalah dalam kehidupan seksualnya merupakan sebuah efek samping yang telah umum terjadi. Alih-alih dalam menjaga kesucian ini, akan menyebabkan kerusakan pada kehidupan seorang perempuan. Selain itu juga, khitan ini tidak menjamin kehidupan  perempuan akan berjalan dengan baik.Â
Sebagian daerah mengatakan bahwa khitan perempuan merupakan suatu tradisi yang wajib dilestarikan. Banyak beberapa masyarakat menganggap khitan perempuan tradisi yang harus dijaga dan dijalankan untuk untuk mempertahankan kehormatan keluarga serta identitas budaya. Munculnya suatu tradisi ini akan membuat masyarakat semakin patuh melaksanakannya serta tradisi ini pastinya akan turun-temurun, sehingga masyarakat yang telah melakukan tradisi ini lalu kemudian terdapat seorang perempuan yang tidak melakukan khitan akan mendapatkan stigma dan diskriminasi oleh masyarakat sekitar.
Namun sudut pandang tersebut salah jika dijalankan dengan sebuah tradisi. Tradisi tersebut  memang sebuah bentuk kontrol sosial yang telah mengatur tubuh perempuan dalam kerangka budaya. Mempertahankan tradisi yang membawa sebuah dampak buruk bagi kesehatan dan juga tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. Ketika suatu budaya mulai membahayakan kesehatan serta hak individu, penting bagi masyarakat yang telah melakukan sebuah tradisi khitan perempuan untuk mengintropeksi tradisi yang mereka buat.Â
Khitan perempuan membawa manfaat bagi kesehatan. Para pendukung khitan perempuan akan menyebut bahwa praktik ini akan membawa manfaat kesehatan, salah satunya yaitu kebersihan. Kenyataan yang sesungguhnya praktik khitan perempuan tidak mempunyai bukti ilmiah untuk mendukung praktik tersebut. Khitan perempuan seringkali memicu berbagai komplikasi kesehatan yang sangat serius, seperti infeksi, pendarahan secara berlebihan, nyeri kronis. Khitan perempuan pastinya memiliki efek samping yaitu kematian bayi dan komplikasi pada persalinan.Â
Banyak dari organisasi medis yang salah satunya yaitu WHO, menentang khitan perempuan karena khitan perempuan telah membawa dampak negatif terhadap kesehatan perempuan tanpa adanya suatu manfaat medis yang benar-benar jelas. WHO telah mengklasifikasikan khitan perempuan sebagai pelanggaran hak kesehatan, kesejahteraan perempuan, serta keselamatan.Â
Upaya Penghapusan Mitos Khitan PerempuanÂ
Membangun kesadaran kesehatan serta sebuah hak asasi. Pembokaran terhadap mitos-mitos yang mencakup khitan perempuan sangat memerlukan sebuah perubahan serta kesadaran pola pikir yang akan melibatkan pendidikan dan advokasi. Harus mengadakan sebuah edukasi untuk masyarakat tentang resiko medis pada khitan perempuan. Masyarakat yang memahami kesehatan, hak atas tubuh, serta kesejahteraan merupakan hak fundamental setiap individu yang nantinya akan lebih mudah menghapus sebuah tradisi yang merugikan perempuan.
Mengakhiri khitan perempuan juga merupakan salah satu upaya untuk menghapus praktik tersebut. Mengakhiri khitan perempuan harus menjadi tanggung jawab seluruh global agar mendapatkan perhatian semua pihak. Perjalanan perubahan ini bukan hanya medis saja, namun juga budaya, hukum, serta perubahan sosial. Non-pemerintah, pemerintah, serta institusi kesehatan wajib bekerja sama untuk menciptakan sebuah lingkungan di mana perempuan terlindungi dari praktik yang merugikan semua perempuan.
KesimpulanÂ
Praktik khitan perempuan merupakan sebuah praktik yang masih dilandasi oleh mitos-mitos yang salah serta perlu dibongkar melalui sebuah pemahaman yang lebih mendalam mengenai kesehatan dan budaya. Dalam pandangan medis sangat jelas bahwa khitan perempuan sangat membahayakan serta merugikan bagi seorang perempuan. Pada unsur budaya yang berlandaskan tradisi sebaiknya tidak dipertahankan keberadaannya. Demi menjaga hak asasi, kesehatan, serta kesejahteraan seorang perempuan khitan perempuan adalah sebuah praktik yang harus secepatnya diberhentikan melalui kolaborasi pemerintah, masyarakat, pemuka agama, serta kolaborasi terhadap organisasi internasional. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H