Kritik dan koreksi yang santun terhadap kesalahan berbahasa sangat perlu dibudidayakan sebagai bentuk kepedulian bersama. Kemudian terdapat tantangan lanjutan yang semakin kompleks dan juga tak kalah genting dalam era digital adalah munculnya dari buatan (AI) yang semakinberkembang.
Teknologi AI seperti Chat GPT, Google Translate, dan berbagai asisten virtual lainnya telah mengubah cara orang berinteraksi dengan bahasa. Meski memberikan kemudahan, penggunaan AI yang tidak bijaksana justru dapat mengancam keaslian dan ketepatan penggunaan Bahasa Indonesia.
Salah satu dampak negatif dari ketergantungan berlebihan pada teknologi terjemahan adalah munculnya struktur kalimat yang kaku dan tidak alami. Banyak pengguna yang langsung menggunakan hasil terjemahan mesin tanpa melakukan penyuntingan atau penyesuaian dengan konteks budaya Indonesia.
Akibatnya, terjadi degradasi kualitas bahasa yang digunakan, terutama dalam konteks formal sepertidokumen resmi, karya ilmiah, atau komunikasi bisnis. Kemudian dari aspek psikologis yaitu penggunaan bahasa di media sosial juga harus mendapatkan perhatian yang lebih serius. Fenomena "cyberbullying" dan ujaran kebencian seringkali muncul karena penggunaan bahasa yang tidak bertanggung jawab.
Etika berbahasa di era digital harus mencakup kesadaran akan dampak psikologis daripilihan kata dan cara penyampaian pesan.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan lanjutan tersebut, terdapat beberapa langkah strategis tambahan yang perlu dipertimbangkan:
1. Pengembangan Aplikasi Pendukung
Perlu dikembangkan aplikasi atau plugin yang dapat membantu penggunamenggunakan Bahasa Indonesia dengan lebih baik di platform digital.
Misalnya,pengembangan keyboard pintar yang memberikan saran penggunaan kata baku,atau aplikasi pemeriksa tata bahasa yang sensitif terhadap konteks digital.
2. Sertifikasi Kompetensi Berbahasa Digital
Lembaga pendidikan dan profesional dapat mempertimbangkan pemberian sertifikasi khusus untuk kompetensi berbahasa di era digital.