Perkembangan teknologi di era digital sekarang menjadi salah satu aspek yang penting terutama bagi masyarakat modern seperti kita. Perkembangan teknologi tidak jauh dari perkembangan ilmu pengetahuan yang menandai kemajuan zaman. Era digital sendiri adalah periode dimana teknologi memiliki peran utama termasuk teknologi di bidang informasi dan komunikasi. Era ini ditandai dengan berkembangnya smartphone, komputer, dsb, yang memberi koneksi pada masyarakat dari berbagai negara di seluruh dunia.
Era digital mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia terutama pada bidang komunikasi. Di era digital, komunikasi semakin luas dan cepat. Platform seperti media sosial, email, dan lainnya dapat diakses dengan mudah. Selain itu, informasi juga tersebar secara luas dan tanpa batas. Hal ini menyebabkan banyaknya informasi yang tidak tersaring. Oleh karena itu, pada artikel kali ini saya akan menjelaskan lebih lanjut mengenai peran dari literasi pada era digital dan sikap kritis filsafat demi memetakan budaya asing yang masuk di Indonesia.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang budaya asing yang masuk melalui hubungan internasional, alangkah baiknya jika kita mengetahui apa itu filsafat dan epistemologi sebagai perspektif yang ada dalam filsafat ilmu. Filsafat adalah ilmu untuk mencari kebenaran dan kemungkinan-kemungkinan terkain sejumlah pertanyaan manusia.
Pada pembelajaran filsafat ilmu, kita diajarkan untuk bersikap kritis terhadap suatu hal. Epistemologi sendiri adalah cabang ilmu filsafat yang bersangkutan dengan teori pengetahuan. Istilah epistemology berasal dari Bahasa Yunani, yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, pendapat, percakapa, atau ilmu). Jadi, epistemologi berarti kata atau pikiran terkait dengan ilmu pengetahuan (Adib 2010). Perspektif epistemologi membahas tentang bagaimana car akita memperoleh pengetahuan dan bagaimana dampak atau hasil dari pengetahuan yang didapat.
Hal ini saya kaitkan dengan perkembangan teknologi di era digital terutama pada bidang sosial dan budaya. Dengan perspektif epistemologi, kita dapat mengetahui bagaimana pengetahuan mengenai budaya asing diperoleh, dihasilkan dan diinterpretasikan. Pada era digital, informasi yang didapat tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Terutama pada era digital, publikasi berita sangat dipermudah. Selain itu, akses untuk mendapat informasi menjadi tidak terbatas. Hal ini menyebabkan informasi yang ada menjadi tersebar secara luas. Seperti contohnya, kita sebagai warga negara Indonesia dapat dengam mudah mengakses informasi tentang keadaan atau berita-berita yang ada di Amerika. Kemudahan ini menyebabkan budaya-budaya asing dapat masuk dengan mudah. Terutama jika kedua negara menjalin kerja sama diplomatik. Dalam hubungan internasional, kerja sama diplomatik menjadi sangat menguntungkan. Terutama bagi kedua belah pihak yang sedang bekerjasama.
Akan tetapi, pernahkah kita berpikir dampak lain dari hal tersebut?. Akankah budaya asing yang masuk dapat diterima dengan baik, atau malah mengikis budaya asli Indonesia. Itulah mengapa literasi menjadi sangat penting terutama untuk menghadapi permasalahan di era digital. Di era digital ini, informasi masuk tanpa batas. Dengan ini kita perlu mengembangkan cara berpikir kritis agar tidak mudah termakan hoax. Membaca dapat mengurangi kemungkinan kita terhindar dari berita hoax.
Terlebih lagi jika dikaitkan dengan budaya asing, kita menjadi lebih sadar dan kritis dalam memetakan mana yang baik dan yang buruk. Inilah kenapa kita perlu mengembangkan pemikiran filsafat yang sesuai dengan perspektif epistemologi yaitu rasionalisme. Rasionalisme pada pendekatan epistemologi menekankan pada pemikiran rasional dalam memperoleh pengetahuan. Dalam konteks budaya asing, pendekatan rasionalis mendorong kita untuk berpikir kritis dan analis terhadap informasi yang diperoleh.
Selain itu, dalam mempelajari budaya asing, kita dapat menerapkan konstruktivisme sosial. Dalam perspektif ini kita menyoroti fakta objektif dan interaksi antara budaya asing dan lokal serta bagaimana interpretasinya pada budaya Indonesia. Perspektif yang terakhir yang dapat kita terapkan menurut pendekatan epistemologi adalah hermeneutika. Perspektif ini berfokus pada pemahaman kita terhadap konteks budaya. Hal in menekankan pada penguraian makna dari budaya asing yang masuk.
Pendekatan epistemologi dirasa relevan terutama pada era digital ini. Banyaknya informasi yang masuk membuat kita menjadi sulit untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Dengan perspektif-perspektif dari pendekatan ini kita dapat belajar agar lebih aware.
Dengan pembekalan literatur dan pendidikan, negara dapat menjalin hubungan diplomasi budaya dengan negara lain tanpa takut terkikisnya budaya Indonesia. Diplomasi budaya dapat dikembangkan terutama bagi kita sebagai masyarakat modern di era digital. Diplomasi budaya dapat dilakukan dengan memperkenalkan budaya pada masyarakat luar melalui media massa. Karena dengan media massa, kita dapat mempublikasikan artikel tentang kebudayaan Indonesia. Dengan ini diharap dapat memperkuat kebudayaan Indonesia selain pada masyarakat lokal, tetapi juga memperkenalkannya pada masyarakat luar.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pemaparan diatas adalah, di era yang serba digital ini, sebagai mahasiswa yang belajar filsafat ilmu, kita harus lebih waspada dan kritis dalam menyaring informasi. Terutama di era digital informasi tersebar luas tanpa batas yang menyebabkan budaya luar gampang masuk ke Indonesia.
Terlebih lagi ketika negara menjalin hubungan dengan negara lain melalui hubungan internasional yang dapat mempengaruhi masuknya budaya asing ke indonesia. Sebagai generasi muda bangsa, kita diharapkan dapat memetakan kebudayaan asing yang baik dan dapat diterima dengan yang buruk dan tidak dapat diterima. Hal ini diharap dapat mempertahankan kebudayaan asli yang ada di indonesia. Dengan mempelajari filsafat ilmu, diharapkan dapat memberikan pemahaman terkait interpretasi kebudayaan asing dengan indonesia. Selain itu, kita diharapkan dapat berpikir rasional agar tidak mudah terjerumus pada situasi yang buruk.
Adib, Mohammad. 2010. “Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Edisi ke 2, Cetakan I.” Yogyakarta: Pustaka Pelajar xxv.
-Zakhia Antasari C, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H