Mohon tunggu...
Agnan Zakariya
Agnan Zakariya Mohon Tunggu... profesional -

Work involves play, elevating the everyday to a special status, and a hearty enthusiasm for nonsense and alogical thinking.\r\n\r\nThe last song at www.zakariyasoewardi.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Money

Co-opetition : Paradigma Pandangan Ekonomi yang Egaliter

7 Mei 2011   13:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:58 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agnan Zakariya

Pada dasawarsa terakhir Indonesia mengalami hal-hal yang signifikan pada perubahan ekonomi dunia, dimulai dengan gelombang krisis global yang di tandai collapse-nya lembaga keuangan lehman-brother mengantar sendi-sendi ekonomi dunia menjadi lesu, walau secara spesifik gelombang krisis tersebut tidak berdampak signfikan pada perekonomian di Asia, termasuk Indonesia.

Selanjutnya pembukaan gerbang perjanjian internasional dengan disepakatinya perdagangan bebas ASEAN - China secara simultan telah mengubah wajah perekonomian Indonesia yang sarat tuntutan dengan persaingan, dengan segala macam kondisi dan keadaan yang ada, siap atau tidak segala potensi usaha dihadapkan pada standarisasi global sehingga berbuah pemikiran yang menuntut lebih ide kreatif para pengusaha untuk bertransformasi mengembangkan segala potensi bisnis dan usahanya agar melebarkan sayap, ini positif.

Antara siap dan tidak siap!

Disisi lain hal ini telah menciptakan kekuatan ekonomi dengan wajah baru, yaitu ekonomi berwajah kapitalis dimana perniagaan menjadi sarat kompetisi yang akhirnya membuat dampak. Di sadari atau tidak ketertinggalan sangat timpang terhadap kegiatan dunia usaha mikro. Dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia Tahun lalu, IPM Indonesia berada pada peringkat ke-111 dari 182 negara. Sebenarnya, dari tahun ke tahun nilai Indonesia selalu naik, tapi kenaikan itu belum cukup mendongkrak secara drastis posisi peringkat IPM Indonesia. Sejak 2004 angka IPM Indonesia tercatat sebesar 0,714, kemudian naik menjadi 0,723 (2005), 0,729 (2006) dan 0,734 (2007). Dalam arti kata ekonomi Indonesia memperlihatkan perbaikan, tapi ini hanya gejala ekonomi secara makro bukan mikro, banyak perusahaan perusahaan kecil yang sebenernya belum dapat bersaing sempurna, disisi lain jumlah badan permodalan indonesia yang masih sedikit untuk pro terhadap usaha-usaha kecil. Adalah sebuah ironi keprematuran ekonomi Indonesia saat ini, lambat laun tapi pasti Indonesia telah meninggalkan identitas perekonomian sejatinya karena banyak dipengaruhi iklim ekonomi global dan sikap mental bangsa Indonesia sendiri yang sangat rentan luar biasa lemahnya mengakibatkan perubahan wajah ekonomi indonesia telah banyak dipengaruhi wajah ekonomi luar, berbasiskan liberal dan kapitalisme.

Wajah baru perekonomian Indonesia sekarang menghasilkan berbagai dampak pada sisi negatif, dan tak diyana sisi positif pun ada. Karena kembali pada nilai filosofis setiap kebijakan, masing-masing telah memprakarsai kebijakan dengan porsi dampak yang berbeda, entah itu yang pro terhadap kebijakan maupun yang kontra, namun yang sangat jelas adalah wajah baru ekonomi indonesia saat ini sangat timpang pada keegaliteran. Wajah Ekonomi indonesia dengan gembar-gembor telah sukses mengangkat perekonomian Indonesia dimata dunia harusnya malu meninggalkan budaya indonesia, karena telah berapi-api meninggalkan ekonomi bangsa, yaitu ekonomi yang egaliter terhadap kerakyatan : ekonomi perkoperasian.

Perubahan indonesia kearah perdagangan bebas dan kapitalis sebenernya tanpa disadari telah membuat gap antara yang miskin dengan yang kaya, semakin banyaknya perusahaan-perusahaan multinasional yang becokol di negeri ini telah menjadikan bangsa kita sebagai kuli dan kuli diantara bangsa-bangsa, kutipan pernyataan tersebut bukan melihat pada perspektif ekonomi saat ini, tapi kutipan tersebut adalah pernyataan soekarno saat Indonesia mengalami penjajahan. Yang menjadi pertanyaan apakah kita masih dijajah? entahlah silahkan berargumen sendiri.

Dari tahun ketahun pun wajah ekonomi indonesia masih pada wajah kapitalisme yang masih sangat kuat melekat. Secara prestasi ekonomi makro indonesia telah mencapai menurut seumber, namun kalangan ekonom hanya sedikit yang berbicara terhadap keadaan ekonomi mikro indonesia, prospek ekonomi indonesia masih sangat rentan dengan dominasi perusahaan multinasional. kita tidak pernah benar-benar merasakan manfaat dari perusahaan mereka, selain menjadi kuli di bangsa sendiri. Gap yang jauh, menciptakan hubungan yang sangat tidak proporsional antara perusahaan dan tenaga kerjanya, terlalu banyak bangsa kita mengalami pendarahan yang hebat apabila disinggungkan dengan masalah sosial yang ditimbulkan, begitu banyaknya tenaga buruh yang murah adalah salah satu dampak dari semua ini. efek dominonya telah menjauhkan rentang kesejahteraan masyarakat Indonesia, terutama pada harga sebuah pendidikan bagi bangsa. Kita hidup di negeri kaya yang dipaksa miskin dan bodoh sehingga perawakannya melahirkan budak-budak baru yang dapat di dikte seperti zaman perbudakan mesir kuno, memperjualbelikan segala keterbatasan dan ketidakmampuan bangsa Indonesia.

Secara geografis indonesia sebenarnya adalah negara kaya, karena kurangnya tenaga untuk mengolah segala macam hasil bumi Indonesia banyak pangsa potensial di indonesia malah ditangani oleh Negara-negara luar dan hal ini masih terus berjalan. Indonesia harus mulai merevitalisasi asset pada investasi sumber daya masyarakatnya dan mendukung penuh untuk berprospek pada kegiatan industri mikro, didukung dengan segala elemen pemerintahan baik itu permodalan, pelatihan manajemen, dan informasi yang dapat diakses dengan mudah dan baik. Karena secara filosofis sebuah industri besar pun pernah kecil, sebelum besar.

Dengan sejalan dibukanya perdagangan bebas ASEAN – china, justru negara china yang menjadi sentral perdagangan bebas ini mereformasi ekonomi dari pedesaan. Langkah yang sangat kontradiktif dengan Indonesia. Apakah ini langkah mundur? Malah bukan, justru sebaliknya. Negeri komunis yang dalam tiga dasa warsa terakhir manganut ekonomi sentralistik ini justru menjadi raksasa ekonomi paling fenomenal di dunia. Mengapa harus menoleh ke desa, bukankah pedesaan selalu identik dengan kebodohan dan ketertinggalan, justru mereka mengubahnya menjadi suatu sikap optimis. Memang kita bangsa indonesia harus banyak belajar dengan apa yang disebut kajian strategi, kenapa Indonesia malah mengambil langkah mundur di setiap kebijakannya.

Kita masih (harus) Berperang dengan Kolonialisme!

Dibelahan barat orang membangun kesejahteraan negerinya melalui kolonialisme, ini adalah jalan pintas menjadi kaya raya melalui penindasan terhadap negeri orang lain, sah saja tanpa perasaan berdosa. Kolonialisme bertumbuh kembang dengan  cita rasa modernitas. Dikatakan sebagai keniscayaan yang berulang yang tesebar luas dalam sejarah manusia. Bisa berbentuk Negara, personal atau lembaga berbaju sosial keagamaan. Tetapi semangatnya tidak berubah, menjarah ekonomi bangsa lain.

Bagi kolonialisme eropa yang menyerbu Asia, tidak hanya menjarah kekayaan dari negeri taklukannya, mereka juga mengubah struktur perekonomian yang melahirkan ketergantungan terhadap negeri penjajah. Begitulah cara kaum kolonialisme berganti kulit menjadi kapitalis. Ketergantungan terhadap tanah ekonomi hingga kebudayaan menjadi lapangan bermain yang harus di perangi. Ekonomi kapitalis menempatkan bisnis sebagai perang. Seperti kata Jack Trout “karena dalam perang semua orang ingin menang maka semua pesaing harus dianggap sebagai musuh”. Sedikit banyak ideologi seperti inilah yang sekarang ter-inplant pada perkembangan ekonomi nasional kita, banyak pengusaha yang saling sikut hanya karena ingin untung banyak dan lingkaran setannya telah menyebar pada usaha-usaha mikro yang seharusnya saling membangun dengan kerjasama.

Ada sedikit  pelajaran yang disampaikan oleh adam M brandenburger dan Barry J nalebuff dalam buku bersamanya, co-opetition. Sedikit dekat dengan kata co-operation : koperasi. ini unik. Kedua profesor dari Harvard Business School dan Yale School of Management ini menilai pemikiran tentang yang selalu berperang dengan pesaing adalah terlalu sederhana. Bukankah lebih baik jika keduanya sama-sama menang. Pemikiran yang dapat diambil dari pernyataan mereka dalam bukunya adalah bagaimana merubah paradigma pandangan pada persaingan menjadi sebuah kolaborasi yang dapat saling menguntungkan. Jika kita mengimplementasikan pada ekonomi mikro Indonesia, maka artinya adalah bagaimana mengintreprestasikan industri-industri kecil ini menjadi sebuah industri domestik yang besar dengan dukungan pemerintah yang memfokuskan pada revitalisasi asset sumber daya masyarakatnya dan usaha-usaha mikro untuk dibina secara kesinambungan dengan dukungan permodalan yang didampingi badan verifikasi. Nantinya akan terjalin equilibrium baru bagi perekonomian Indonesia, jika sinergi pangsa pasar terbesar nasional di pegang oleh bangsa Indonesia dan menjadi pesaing global di rumah sendiri yaitu menyingkirkan perusahan-perusahan multinasional yang menjangkiti bangsa Indonesia dengan penyakit ideologi kapitalismenya, maka Ini akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Kesinambungannya akan memicu tumbuh kembangnya profesionalisme para Entrepreneur sehingga nantinya tercipta motivasi bagi lulusan Perguruan tinggi setelah lulus kuliah bukan menjadi pekerja tapi menciptakan lapangan kerja, sehingga menciptakan terbukanya lahan pekerjaan yang luas dan kesempatan masyarakat untuk memperbaiki taraf hidupnya, terutama recovery kemampuan masyarakat pada bidang pendidikan yang sulit dijangkau karena alasan lemahnya kemampuan ekonomi, jangan sampai lagi. Bismillahirohmanirohim ini adalah cita-cita bersama untuk memajukan Indonesia.

Padanan co-opetition memang belum bisa kita temukan dalam kamus bahasa inggris terbaru. Tapi Intinya adalah bagaimana sebuah persaingan usaha dapat berlangsung dengan baik dengan tidak saling mengalahkan. yaitu menjadi kooperasi (bekerja sama). Prospek untuk Indonesia lebih maju ada di tangan bangsanya sendiri dan Tantangan Ekonomi Indonesia bukan hanya pada tahun 2011 saja, ini memang harus simultan dan mengakar. Indonesia maju ditangan anak bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun