Mohon tunggu...
Zakariya Prast
Zakariya Prast Mohon Tunggu... Administrasi - Orang kebanyakan

Penulis bebas | Admin | dari Majalengka. Barangkali butuh secangkir canda, atau percakapan sederhana. Twitter : @puishittt

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Adakah yang Lebih Jauh dari Kata "Dimana"?

9 Agustus 2019   10:47 Diperbarui: 9 Agustus 2019   11:23 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Pexels.com

Terkutiplah kecemasan dalam larik yang merintik setitik demi setitik.

Kepada batang rerumputan yang sedang berusaha mengusir embun-embun rindunya yang pelik.

Yang malu ketika senja menertawakan basahnya.

Yang takut ketika malam tak memihaknya.

Di ujung cakrawala itu mungkin ada yang sedang menyemaimu lagi.

Menjadi sebuah harapan kecil yang pelan-pelan tumbuh dan merekah.

Sedangkan di taman ini, kau sudah ditebas habis menjadi potongan-potongan kecil oleh para penyair. 

Dengan menyelipkan perasaan melalui bait-baitnya, hingga kau layu di dalamnya.

Mereka sungguh berhasil membuatku bingung untuk membedakan mana daun dan mana warnanya.

Mana batang dan mana durinya.

Esok lusa aku mungkin mengering, dengan kemarau seiring kau layu.

Tapi tak apa, aku masih memiliki tulisan ini untuk menjadi hujannya.

Setelah kata "Kau dimana?, aku tak tahu lagi jarak yang paling jauh selain itu.

Kadang sesekali aku mencoba melenyapkan diriku sendiri untuk mengajarkan kehilangan, namun aku malah mencarimu dalam ketiadaan.

Padahal kali ini seharusnya aku cemburu saja, tidak lebih dari itu. Meskipun itu tidak enak.

Karena kadang cinta tidak perlu masuk di akal, cukup masuk perasaan saja.


Hidup memang banyak likunya, hingga sulit kuperkirakan lukanya.

Memilih melihatmu bahagia bersamanya mungkin juga bagian dari semacam kasih sayang.

Bukan aku sudah tidak ingin memperjuangkan, hanya saja kesetiaan memang seharusnya ditempatkan pada orang yang tepat.

Setiap hati memang mudah terbolak balik, seperti katamu.

Aku setuju.

Ketika waktu itu datang, perasaan sungguh tidak adil, kenapa BMKG telat memberitahukan bahwa akan terjadi musim panas sepanjang tahun dan malah membiarkanku menyadarinya lebih dulu dengan cara melihatmu bersama seseorang yang kau beri harapan.

Ketika waktu itu datang, aku menjadi si buta yang meraba-raba untuk memastikan bahwa ini memang benar-benar bukan kamu.

Namun seiring waktu, mataku terbuka, bahwa memang kenyataan kadang tidak seperti apa yang diharapkan.

Ucapku sederhana saja.

Terimakasih telah melukisku dengan suka duka.

-Zakariya Prast

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun