Sementara Lina adalah teman sekelas Dzaki. Ia senang sekali dengan pelajaran matematika, dan sering sekali memenangkan lomba olimpiade matematika tingkat nasional. Setiap olimpiade matematika ia mengikutinya, hampir tak pernah absen. Di rumahnya, ia mempunyai hewan peliharaan dan sangat sayang dengan hewan peliharaannya. Ia merawatnya dengan senang hati dengan membantu ibunya membersihkan kendang piaraannya. Selain itu dia adalah anak baik yang selalu membantu ibunya menyiram tanaman dan ikut membereskan tanaman.
Pada dua cerita di atas, terlihat bahwa antara Dzaki dan Lina, keduanya mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Sekarang coba Anda ingat-ingat teman Anda di kelas dulu waktu masih bersekolah. Pasti dari masing-masing memiliki kecerdasan yang berbeda-beda dan mempunyai keunggulan masing-masing pula. Pada satu sisi tidak unggul, bisa saja disisi lain ia mempunyai kecerdasan pada bidang lain. Atau bisa jadi satu kecerdasan dengan kecerdasan yang lain saling beriringan.
Teori Zone of Proximal Development (ZPD)
Zone of Proximal Development (ZPD) adalah zona antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah dengan bantuan orang dewasa. Ketika masuk dalam ZPD, maka anak sebenarnya dapat melakukan aktifitas/tugas yang diberikan, akan tetapi lebih optimal jika orang dewasa atau pendamping yang lebih tahu, membantunya untuk mencapai tingkat perkembangan aktual tersebut. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik memiliki ZPD yang berbeda-beda, maka dari itu bimbingan dan instruksi dengan kadar yang sesuai sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan potensi masing-masing siswa (Suprayogi et, al., 2022).
Pada teori ini terdapat dua level untuk ukuran kemampuan dan potensi peserta didik, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual peserta didik adalah ketika dia bekerja untuk menyelesaikan tugas atau soal tanpa bantuan orang lain. Sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah tingkat dari kompetensi peserta didik yang dapat tercapai ketika dia dibantu oleh orang lain. Perbedaan diantara kedua tingkat kemampuan tersebut termasuk dalam ZPD. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ZPD terletak diantara hal-hal yang dapat dilakukan oleh peserta didik dan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh peserta didik tanpa pendampingan.
Contoh kasus:
Bu Muniroh mengajar di kelas 1 SD. Ia mempunyai 30 murid. Dua diantaranya jika belajar tidak mudah cepat untuk menangkap pelajaran, yaitu Siti dan Bambang. Siti lebih suka menyendiri dan tidak mudah untuk bergaul. Sementara Bambang, senang bergerak dan aktivitas fisik, sehingga terkesan mengganggu. Tibalah saatnya belajar Matematika. Pada saat belajar, Siti merasa minder karena merasa tidak bisa mengerjakan, sementara Bambang keliling kelas sehingga tidak konsentrasi ketika Bu Muniroh menjelaskan, sesekali dipanggil namanya supaya Bambang sadar bahwa ia sedang belajar di kelas, sehingga Bambang susah untuk menangkap pelajaran secara klasikal. Oleh karena itu keduanya memerlukan bimbingan tersendiri dari Bu Muniroh untuk mengerjakan soal.
Pada saat murid-murid yang lain mengerjakan tugas, Bu Muniroh berkeliling kelas untuk memantau. Kemudian Bu Muniroh akan lebih lama di dekat Siti dan Bambang untuk membimbing mereka belajar sesuai dengan kemampuan mereka berdua.
Berdsarakan cerita diatas, bahwa terdapat perbedaan dari dua tingkat perkembangan. Tingkat perkembangan aktual telah tercapai oleh 28 murid Bu Muniroh, sementara dua yang lainnya, yaitu Siti dan Bambang pada tahap tingkat perkembangan potensial. Keduanya memerlukan bimbingan khusus dari Bu Muniroh untuk memaksimalkan potensi yang mereka punya. Nah, jarak antara 28 murid dengan Siti dan Bambang dinamakan ZPD.
Learning Modalities
Perbedaan peserta didik dalam pembelajaran juga dapat dilihat dari segi yang lain, yaitu learning modalities atau modalitas dalam belajar yang kerap salah diinterpretasikan sebagai gaya belajar.