Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

11 Juni 2024   11:39 Diperbarui: 11 Juni 2024   11:46 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan dalam rumah tangga sering sekali terdengar dan terjadi di sekitar kita dan bisa terjadi dari orang tua pada anak, suami ke istri dan sebaliknya. ketika kekerasan terjadi di dalam keluarga tidak ada seorangpun yang menolong karena dianggap tabu mencampuri urusan rumah tangga orang lain, padahal keadaan sangat kritis dan membutuhkan pertolongan orang lain. Kekerasan harus dihentikan dan tidak boleh dimaklumi dengan berbagai alasan.

Tidak hanya dalam rumah tangga, bahkan dalam hubungan kekasihpun sudah sering terjadi kekerasan bagaimana bila menikah?, sangat miris sekali keadaan mental rakyat kita. Mengulik penyebab apa yang mendasari hal ini tentunya ada faktor penyebab. Siapa yang harus disalahkan?, mengapa kekerasan dalam rumah tangga semakin bertambah?, bagaimana agar hal ini teratasi dan tips untuk mengurangi kdrt?, berikut penjelasannya.

Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Bicara kekerasan bukan hanya didapat dari genetik, tetapi juga dari apa yang manusia adopsi dari sekitarnya. Apa yang ia lihat dan yang ia dengar dari figur otoritas seperti orang tua, kakak dan anggota keluarga yang lebih tua. Mengapa sangat penting menjaga kalimat dan perilaku dari figur otoritas?, tentu saja karena seseorang yang pertama kali memberikan data ke dalam amygdala (bank data) yang berfungsi mempengaruhi kognitif anaknya sendiri.

Orang tua sering kali memperlakukan anaknya dengan semena-mena, dijadikan sasaran emosi, karena ketidakberdayaannya dan pilih kasih dengan anak yang lain. Di dalam pikiran orang tua, adik kecil harus lebih diperhatikan daripada sang kakak, sehingga terjadi ketimpangan kasih sayang di dalam keluarga. Lahir lagi anak yang baru, anak sebelumnya tidak terlalu dipedulikan dan begitu seterusnya.

Belum lagi ketika terjadi keributan dengan anak satu dan lainnya, orang tua lebih membela anak bungsu dan anak lainnya mendapat kekerasan dengan kalimat bahkan pukulan karena tidak sabar untuk melerai keributan. Akhirnya anak-anak jadi membenci ibu atau ayahnya. Ironisnya, kita sebagai orang tua merasa harus dimaklumi oleh anak yang pembentukan otaknya juga belum sempurna, dengan sering mengatakan kalimat andalan yaitu "kamu harus baik ke adikmu, ibu begini karena kamu nakal ke adikmu bla bla bla.."

Sang ibu lupa mengapa si kakak seperti itu?, karena ia juga ingin diperhatikan seperti adiknya. Tapi kekerasan terus terjadi seolah itu didikan yang jitu supaya ia terbentuk menjadi kakak yang bertanggung jawab dan bisa menjaga adiknya. Didikan tidak harus dengan kekerasan verbal dan non verbal. Namun memang tidak semudah yang diucapkan karena dampak pola asuh terjadi secara turun temurun dari orang tua sebelumnya dan menurunkan lagi kepada generasi berikutnya dan begitu seterusnya.

Siapa yang harus Disalahkan?

Kesalahan terjadi karena ketidaktahuan dampak yang ditimbulkan bagi orang lain. Dampak kekerasan akan berkelanjutan, ketika orang tersebut tidak ingin belajar dan mengubah diri dari hal yang pernah ia rasakan sebelumnya dari orang tuanya ataupun dari orang sekitarnya terdahulu. Seolah semua orang harus merasakan hal yang sama sepertinya.

Lagi-lagi tentang kesadaran diri, menyadari bahwa kita memiliki hati dan pikiran. Kenangan buruk akan selalu memprovokasi pikiran hingga pada akhirnya mengubah perasaan menjadi membenci dan mengubah emosi menjadi negatif. Ketika emosi negatif telah menguasai, terjadilah kekerasan verbal dan non verbal pada orang-orang terkasih yang tidak tahu-menahu tentang trauma yang kita alami.

Siapa yang bersalah dalam hal ini? tentu saja kita sendiri, kita yang memiliki trauma tetapi kita bertahan pada hal yang tidak menyenangkan tersebut dan menularkan "penyakit" itu kepada orang lain dengan memberikan data yang buruk masuk ke dalam amygdalanya. Amygdala mempengaruhi fungsi kognitif itu berhubungan dengan perilaku, mengingat, berpikir dan belajar dengan fungsi fisiologis tubuh seperti penciuman, pernafasan, detak jantung dan sentuhan. Akhirnya penyakit mental dan fisik mulai berdatangan pada yang dihujat dan yang menghujat. Kerugian-kerugian lainnya datang silih berganti dan menjadi terpuruk secara fisik dan mental.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Semakin Marak

Anak laki-laki dan anak Perempuan yang dihujani dengan kasih sayang, dipuji pada porsinya, diberitahu kesalahannya ketika ia salah, ditunjukan jalan ketika ia kebingungan, dibelai ketika ia kelelahan dengan bullyan. Diberi nasihat ketika sedang berduaan dengannya, dijaga ketika ia mengalami kesulitan di luar rumah adalah cara menghindari seorang anak melakukan kekerasan kepada orang lain. Kekerasan terjadi karena ada contoh dari sekitarnya dan data yang terbentuk dari apa yang diserap oleh panca inderanya.

Sering terjadi sebaliknya, kita para orang tua terkadang cenderung melepaskan emosi kepada anak secara brutal dan bahkan habis-habisan hingga memukulnya dan membuat seolah pukulan adalah efek jera. Tahukah bahwa pukulan kita pada anak itulah yang membuat ia melakukan kekerasan kepada orang lain, kepada istrinya kelak, kepada suaminya, pada anak-anaknya. Ia tidak berani melawan kita ketika ia kecil tetapi data yang ia serap ketika ia kecil yang membuat ia menjadi sadis kepada orang lain.

Apa yang Bisa Dilakukan Dalam Hal ini?

Pendidikan akhlak berawal dari dalam keluarga dari usia 1 hingga usia dewasanya. Di tahun ini anak-anak lebih mudah diarahkan ke jalan yang baik dan orang tua memberikan data yang baik kepada anak-anaknya. Anak-anak laki-laki yang disayang oleh ibunya akan tumbuh menyayangi istrinya dibandingkan dengan anak yang sering dicela dan dipukul oleh ibu dan ayahnya.

Anak laki-laki yang sering mendapat kekerasan dari ayahnya akan tumbuh menjadi anak yang sadis dan senang membully orang lain. Ia sulit berempati kepada orang lain karena kekerasan yang ia terima sejak dini membuatnya merasa bahwa tidak ada ampun buat siapapun yang menyakitinya. Ketika ia diberikan kepercayaan, diapresiasi apa yang ia buat dan diberikan hadiah sesuai dengan prestasinya, didukung hal baik yang akan ia lakukan maka setelah dewasa ia akan memperlakukan anaknya dan orang lain dengan sama.

Demikian pula anak Perempuan yang disayang oleh ibunya. Sering diberi pelukan dan ciuman kasih sayang, diberikan haknya sebagai anak, didengarkan ketika ia bercerita dan berkeluh kesah, dipercaya melakukan banyak hal yang bermanfaat, didukung apa yang ia mau dan melarangnya pada saat yang tepat maka ia akan tumbuh menjadi sosok anak yang percaya diri dan memiliki kasih sayang kepada anaknya kelak. Ia akan tumbuh menjadi sosok Perempuan yang penuh dengan tanggung jawab dan percaya diri untuk menjaga keluarganya.  

Ketika anak Perempuan tumbuh dengan kekerasan di sekitarnya, sering dipukul, dicela, disudutkan, ia akan menjadi anak yang sering mencela, memukul dan iri pada orang lain. Kemudian hari anak tersebut akan menyiksa anak-anaknya, karena berisikan memori kekerasan di memori otaknya. Sulit baginya untuk memperlakukan anaknya dengan baik karena ketika ia kecil sering diperlakukan tidak baik oleh orang sekitarnya.

Bila anak perempuan tidak diberikan kasih sayang oleh ayahnya, ia akan tumbuh menjadi anak yang keras dan menggantikan sosok ayahnya di dalam dirinya sendiri. Ia menjadi sosok yang tegas, keras, bahkan terkadang ia menunjukan seolah ia tidak membutuhkan sosok laki-laki di dalam hidupnya, melepas anak-anaknya mandiri tanpa ibunya. Beda ketika seorang anak Perempuan berlimpah kasih sayang dari sang ayah akan tumbuh menjadi perempuan yang penurut, percaya diri, ceria, melindungi anak-anaknya dan lain sebagainya.

Ketika anak-anak diperlihatkan kekerasan dalam rumah tangga atau keributan ibu dan ayah, suatu saat ia akan meniru bahwa istri harus melawan suami dan suami harus memukul dan berkata kasar kepada istri. Tentunya kita tidak ingin hal itu terjadi padanya ketika berumah tangga nanti. Kita mungkin bertanya mengapa kita mengalami kekerasan dalam rumah tangga?, karena kita melakukan hal yang sama, mungkin seorang istri melawan suami karena pernah melihat ibunya melawan ayahnya dan seorang suami melakukan kekerasan itu padanya karena pada masa kecilnya melihat ayahnya memperlakukan ibunya seperti itu.

Anak-anak sejak usia 0 hingga 13 tahun mudah dibentuk oleh orang tua dan sekitarnya. Ketika kita berhati-hati "membentuk" mereka sejak dini maka kemudian hari akan menjadi sosok yang bertanggung jawab, penuh kasih sayang tentunya suatu hari nanti ia tidak akan menurunkan hal yang pernah ia terima ketika ia kecil. Orang tua dan keluarga sangat berperan membentuk anak dan mengontrol anak ke arah yang baik dan bermula dari kita sebagai orang tuanya kemudian anak akan mengikuti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun