Seringnya kita melihat para orangtua yang sengaja atau tidak disengaja menyakiti anak-anaknya dengan mudah tanpa memikirkan dampak jangka Panjang.Â
Para ibu atau ayah yang melampiaskan kemarahannya kepada makhluk kecil yang tidak berdaya seolah ia memahami apa yang dirasakan oleh ibu atau ayahnya secara nalar, padahal anak itu tidak mengerti emosi apa yang sedang dimiliki sang ibu.Â
Dengan lancarnya kita menyakiti fisik dan psikisnya hingga hati terpuaskan, sesudahnya kita menangis sendiri karena anak telah babak belur karena ulah sang ibu dan ayah, miris sekali.
Anak adalah hasil dari perbuatan kita baik itu perilaku yang ditunjukannya, sikap, cara ia berbicara, melawan dan menyikapi hidupnya kelak. Ketika ia kecil ia hanya menerima tanpa bisa berpikir apa dampak yang akan terjadi dari ulah yang ia lakukan karena otak kiri masih dalam proses pembentukan antara usia 1 hingga 3 tahun, usia 13 tahun otak anak mulai mengalami proses berpikir yang ringan dan masih harus diarahkan oleh kedua orangtuanya.Â
Ketika kita sibuk memarahinya pada rentang usia pertumbuhan itu dengan harapan ia mengerti apa yang kita maksudkan itu adalah hal yang sia-sia.
Anak usia 1 hingga 3 tahun dominan menggunakan otak kanannya seperti spons yang hanya menyerap dan menerima saja tanpa bisa menolak. Bayangkan saja bila spons itu diberikan air kotor terus menerus, lama kelamaan spons itu akan kotor dan sulit dibersihkan.Â
Demikian pula otak anak yang terus menerus diberikan kalimat hinaan, cacian, pukulan, dan penyiksaan lainnya betapa hancur hidupnya dan ternyata penyebab utamanya adalah kita sendiri sebagai ibu yang melahirkannya dan ayah yang telah membentuk mentalnya menjadi seseorang yang bengis.
Mengapa anak harus dicintai sepenuh hati? Apa dampak bila ia tidak mendapatkan cinta kasih dari kedua orangtuanya?Â
Apa perbedaan anak yang dihujani kasih sayang dengan anak yang dibiarkan kering dari kasih sayang kedua orangtua? Bagaimana agar kedua orangtua tetap stabil memberikan kasih dan sayang kepada anak-anaknya? Berikut penjelasannya.
Anak Harus Dicintai Sepenuh Hati
Anak tidak ingin dilahirkan tetapi kitalah yang menyebabkan ia lahir ke dunia ini. Setelah bersusah payah melahirkannya setelah lahir kita malah menyakitinya dengan kata-kata, Tindakan yang tidak pantas kepadanya, menghujaninya dengan penghinaan.Â
Padahal ia hanya melakukan kesalahan yang tidak seberapa, tetapi kita memvonisnya sebagai anak yang mengerikan.Â
Anak-anak hanya butuh dicintai dan disayangi dengan kalimat yang baik, pujian, penghargaan, mengapresiasi apa yang telah ia lakukan walaupun itu tidak seberapa bagi kita orang dewasa tetapi itu sangat berarti baginya. Ia telah bersusah payah agar dipuji oleh ibu dan ayah tetapi kita sebagai orangtua malah mengacuhkannya dan membandingkannya dengan anak-anak lain.
Siapa yang mampu mengasihi anak yang kita lahirkan selain dari diri kita sendiri sebagai orangtuanya. Hal yang sangat berkesan baginya ketika ia mendapat pujian dari kedua orangtua. Ia tidak menginginkan mobil dari ayah, ia tidak menginginkan rumah mewah dari ibu yang ia inginkan hanyalah pujian dan sentuhan kasih dari ayah bunda.Â
Sulitkah kita memberikan itu kepadanya? Rasanya mudah sekali asalkan kita benar-benar memahami bahwa anak hanya menerima apa yang diberikan oleh kedua orangtuanya.
Manusia terikat dengan hukum-hukum alam semesta salah satunya adalah hukum vibrasi atau getaran. Getaran yang terkuat dari manusia keluar melalui jantung dan naik menuju titik-titik yang disebut cakra dengan gerak melingkar seperti bentuk apel menuju keluar dan masuk lagi melalui titik-titik cakra pusat, yaitu dari tulang sulbi menuju ke atas dan begitu seterusnya.Â
Gerakan berputar ini disebut dengan medan torus yang berisi gelombang elektromagnetik dari diri kita keluar dan menarik apa saja hal yang sama masuk ke dalam diri kita.
Ketika manusia selalu mengeluarkan vibrasi yang menyedihkan maka hal serupa akan tertarik masuk ke dalam kehidupan. Kemarahan yang tidak kunjung reda maka hal yang sama pula akan kita tarik masuk ke dalam kehidupan, demikian pula hal negatif lainnya.Â
Sama halnya ketika kita tidak mengendalikan pukulan kepada anak maka segala kekerasan yang ada di alam semesta ini akan tertarik ke dalam kehidupan dan yang terjadi kita akan terus menyakiti anak lebih parah lagi hingga dapat terjadi hal yang tidak diinginkan seperti pembunuhan.
Lalu bagaimana agar kita mengeluarkan vibrasi yang baik? Tentu saja berhubungan dengan hal apa saja yang kita serap dari dunia luar seperti tontonan apa yang kita lihat, pembicaraan seperti apa yang harus kita dengarkan. Informasi masuk dari telinga dan kedua mata.Â
Kedua hal ini menjadi sumber pikiran dan menciptakan perasaan yang tidak baik, alhasil pikiran menjadi rungsing, menciptakan dan meningkatkan emosi negatif. Mengizinkan informasi hanya yang baik dan menjaga pikiran dari hal negatif merupakan solusi yang baik bagi setiap manusia.
Dampak Anak yang Dihujani Hinaan, Cacian, dan PukulanÂ
Apapun yang ditekan dengan keras pasti menimbulkan bekas, demikian pula dengan anak yang sering dihujani dengan cacian, hinaan, dan pukulan dari kedua orangtua.Â
Mereka akan menderita sepanjang hidupnya, mereka merasa tidak dicintai dan berkecil hati, ia akan berpikir kedua orangtuanya saja tidak menyayanginya apalagi orang lain dan ia mulai hidup dengan sembarangan, menyakiti hati kedua orangtua dan orang lain bahkan dirinya sendiri.Â
Ia merasa tidak berharga dan membuat orang lain tidak berharga sama sepertinya, ia akan putus asa dan mulai merusak dirinya dengan narkoba, kekerasan bahkan menjadi seseorang yang mengalami penyimpangan seksual.
Ia mulai hidup dengan membenci banyak hal termasuk dirinya sendiri, ia juga akan sering menyalahkan orang lain, merendahkan dan lainnya. Bayangkan saja ayah, bunda, kita telah membuat hidupnya menderita selamanya.Â
Hanya karena satu kesalahan anak yang tidak kita maafkan tetapi dampaknya sangat merusak kehidupannya kelak, tanpa kita sadari kita telah menghendaki kehidupan yang tidak baik baginya.
Kenakalan anak tidak datang secara tiba-tiba, pasti ada sebabnya kenapa kenakalannya semakin hari semakin menjadi.Â
Nakalnya mereka karena mereka merasa tidak berharga atau tidak dihargai haknya sebagai anak, dibiarkan tanpa ucapan yang menyemangati hari-harinya. Ia selalu disalahkan dan kesalahan yang selalu diungkit-ungkit hingga ia merasa dengan nakal itu bisa menyakiti hati ibu atau ayahnya walaupun ia tidak mau.Â
Ia mulai merasa benci dan dendam pada kedua orangtua dan akhirnya ia tidak betah di rumah, karena menurutnya bila ia di luar rumah itu lebih aman baginya daripada di dalam rumah.
Dampak ini tentunya tidak kita kenali sebabnya, karena menurut kita sebagai orangtua, anak harus menurut dan taat pada orangtua. Anak juga butuh dihargai dan dihormati karena ia juga memiliki perangkat yang sama seperti kita yaitu pikiran dan perasaan.Â
Kedua perangkat ini butuh bensin yaitu pikiran membutuhkan bahasa yang baik dan meneduhkan, penglihatan yang baik dan hal-hal yang bisa ditirunya, sedangkan perasaan sesuatu yang dicerna dari pikiran yang tenang dan damai maka perasaan akan tenang dan mudah bahagia.
Perbedaan Anak yang Dicintai dan yang Diabaikan
Tentu terlihat berbeda, mencintai anak bukan berarti memanjakannya hingga ia tidak bisa melakukan apapun tanpa bantuan orangtua. Anak-anak yang dicintai adalah anak yang merasa dipercaya melakukan banyak hal dalam pantauan orangtua, tidak banyak larangan hingga membuatnya merasa terdikte dalam masa pertumbuhannya.Â
Anak akan merasa sangat senang bila ia dibebaskan melakukan apa saja yang ia inginkan karena ia mengharapkan pujian dari ayah bunda. Ia akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kuat karena ia dianggap mampu melakukan sesuatu.
Berbeda dengan anak yang selalu dilarang segala aktivitas yang dia inginkan tidak diperbolehkan, padahal dibalik sesuatu yang kita anggap kenakalan anak seperti bermain hujan dan lemparan-lemparan akan tercipta adrenalin dan keberanian yang mendominasi hidupnya kelak hanya saja perlu diingatkan apa saja bahayanya.Â
Kita selalu khawatir anak sakit jika ia bermain hujan dan bermain hal yang merugikan, padahal ada yang bisa ia pelajari dibalik hal itu karena masa pertumbuhan otak kiri akan semakin kuat dan membuatnya bisa berpikir lebih cepat.
Terlalu banyak larangan membuat ia tidak bertumbuh maksimal secara fisik dan psikis. Ia akan selalu mencari zona nyaman dan tidak berani berada di zona tidak nyaman, padahal kedua zona ini diperlukan dalam hidup agar mudah mengantisipasi dan menemukan solusi di setiap persoalan yang ia temui.Â
Ia akan tumbuh menjadi sosok yang kurang percaya diri karena ia tidak dipercaya oleh kedua orangtuanya melakukan banyak hal. Padahal harapan terbesar seorang anak adalah dipercaya oleh kedua orangtuanya maka ia akan percaya dengan dirinya menjadi seseorang yang hebat dan mampu melakukan banyak hal.
Demikian pula dengan anak yang diabaikan, tidak diberikan haknya sebagai seorang anak. Kita sebagai orangtua hanya terus meminta hak kita sebagai orangtua yaitu harus dituruti sedangkan haknya kita abaikan.Â
Apa saja hak anak? Ya tentunya tutur kata yang baik, belaian, pengajaran yang baik, memerintah dengan baik, dan segala hal-hal baik. Segala hal baik ini akan membuatnya tumbuh menjadi anak yang baik.
Bila segala hal baik ini kita jauhkan darinya, tentunya ia akan tumbuh menjadi anak yang tidak baik. Semua berawal dari kita, orangtuanya.
Anak diibaratkan kertas putih yang bagaimana cara orangtua menuliskan kisah hidupnya di atas kertas tersebut. Baik tulisan dan tutur kata maka tutur katanyapun akan baik demikian pula sebaliknya, ia akan meniru apa yang dilakukan kedua orangtua padanya.
Memberikan Kasih Sayang Dibutuhkan Mental yang Stabil
Kestabilan tentunya akan membuat keseimbangan terjadi. Saat manusia tidak memiliki hal ini maka sikap, perilaku dan tutur kata akan mudah berubah. Bagaimana agar kita mudah tetap berada pada kestabilan mental walaupun kerap mengalami fenomena kehidupan yang berubah-ubah?.Â
Tentunya dengan kesadaran yang penuh, sadar bahwa manusia memiliki kekurangan dan juga kelebihan. Kesadaran akan diri ini membuat manusia mudah mengenali emosinya sendiri.
Individu yang tidak mengenali emosinya dan tidak mengenali keadaan dirinya atau tidak mengetahui ilmu di dalam rumah tangga dan ilmu jiwa tentunya akan merasa sulit mengatasi persoalan mengenai jiwa diri sendiri maupun orang lain.
Lebih banyak membaca tentang literatur yang berhubungan dengan hal itu atau lebih mendekat kepada tuhan dan mulai menyayangi diri sendiri dan anak-anak dengan sentuhan, pujian, memberikan apresiasi walaupun ayah bunda sedang merasa tidak nyaman dengan hidup, menyadari bahwa anak adalah aset dunia dan akhirat. Menyadari bahwa anak-anak adalah hasil cinta kasih dan titipan tuhan yang harus dijaga dengan baik.
Menyadari bahwa anak-anak kita bukanlah musuh kita, tetapi ia yang akan menjaga kita suatu saat ketika kita sudah tidak berdaya lagi, ia yang akan mencintai dan menyayangi kita sama seperti kita mencintai dan menyayanginya ketika ia tidak berdaya sewaktu ia kecil.Â
Hukum sebab akibat akan terjadi kapan saja, baik itu bagi kita ataupun dirinya sendiri nantinya. Menyadari sepenuhnya bahwa anak-anak adalah seseorang yang menjadikan kita ibu dan ayah, membuat hidup lebih bermakna dan ramai.Â
Anak adalah hal yang harus kita syukuri, mereka bukanlah beban hidup kita tetapi justru mereka yang memberikan warna di dalam kehidupan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H