Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Kebutuhan dan Keinginan

25 Agustus 2022   15:52 Diperbarui: 25 Agustus 2022   15:55 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia diberikan dua bekal oleh Allah SWT di dalam dirinya yaitu akal pikiran dan perasaan untuk menjalani kehidupan ini. Akal pikiran berkaitan dengan otak sedangkan perasaan tentunya berhubungan dengan hati, rasa dan nurani. Akal pikiran akan menjangkau hal-hal yang berkaitan dengan apa yang terlihat, terdengar sedangkan perasaan menjangkau dari apa yang dilakukan pihak lain yang langsung terhubung atau menyentuh hati atau "rasa" dan sebaliknya. Dalam beraktivitas manusia menggunakan keduanya dan malah terkadang lebih condong kepada salah satunya.

Membahas tentang pikiran dan perasaan ini terlihat biasa dan tidak terlalu penting karena biasa menggunakannya tetapi terdapat pola yang dapat digunakan dalam bidang-bidang tertentu untuk kehidupan ini. Kita sering pula melihat dan mendengar banyaknya persoalan yang tidak terurai dengan cepat dan berdampak pada keluhan, semua itu terjadi karena tidak maksimalnya kita menggunakan kedua perangkat ini. Kecenderungan manusia selalu menggunakan salah satunya, apakah itu hanya akal atau perasaan saja, padahal keduanya perlu digunakan ketika menghadapi situasi apapun.

Mengapa manusia harus menggunakan kedua perangkat khusus ini di dalam keseluruhan aktivitasnya?. Apakah berdampak negatif bila menggunakan salah satunya?, bagaimana cara agar keduanya senantiasa mendampingi manusia dalam menyelesaikan persoalannya?. Siapa saja orang-orang yang bisa melakukannya dan apa saja keuntungannya dalam kehidupan?. Berikut penjelasannya.

Antara Pikiran dan Perasaan Mengenai Keinginan dan Kebutuhan Hidup

Pikiran adalah kemampuan seseorang dalam mengelola data, menganalisis dan menghasilkan solusi yang berkaitan dengan kebutuhan utama seperti makan, minum, istirahat, nafkah, pakaian, biaya sekolah anak dan lain-lain. Sedangkan keinginan berkaitan dengan perasaan ingin memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan primer seperti kendaraan, rumah mewah, tabungan, memiliki sebidang tanah, ingin dihargai, dihormati dan lainnya. Kedua hal ini tentunya memiliki pola yang sangat berbeda.

Kita sering melihat seseorang merasa kekurangan ketika ia tidak memiliki mobil, rumah, tanah, tabungan. Padahal secara kebutuhan primernya telah dicukupi oleh Allah SWT. Bebas bernafas, memiliki kesehatan dan kebugaran dalam melakukan banyak aktivitas dalam sehari, makan dan minum dengan mudah sedangkan banyak pula di luar sana yang cukup sulit menelan makanan dan minuman karena kondisi tertentu.

Dalam praktik sehari-hari, segala kebutuhan manusia telah tercukupi oleh kebutuhan dasar ini namun bagaimana dengan keinginan?, apakah sudah terpenuhi?. Manusia cenderung kurang menggunakan "perasaan yang kuat" untuk meraih keinginan itu. Manusia hanya berhenti di akal dan pikirannya untuk mendapatkan keinginannya sehingga memanipulasi orang sekitarnya.

Padahal hati adalah sarana terkuat untuk mendapatkan banyak hal di dunia ini dan sebagai alat penggerak rezeki. Manusia cenderung mengandalkan logikanya untuk meraih segala keinginan, pikiran tidak sekuat perasaan dalam mengendalikan berbagai hal. Satu ucapan dapat menembus jutaan kepala manusia, bila disentuh hatinya. Seringnya manusia melakukan hal sebaliknya yaitu mengabaikan perasaan manusia, hanya logika yang berperan dan pada akhirnya diabaikan oleh orang lain.

Seperti kutipan ayat berikut:

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal kalian" (HR. Muslim).

Begitu pentingnya peran kalbu (hati) di dalam diri manusia hingga mampu merubah dari yang buruk menjadi baik, dari yang benci menjadi sayang dan lainnya. Apa yang keluar dari hati akan sampai ke hati orang lain dan apa yang keluar dari akal manusia akan sampai ke pikirannya. Hati akan merasakan ketulusan dari kata-kata dan perilaku demikian pula yang keluar dari akal muslihat akan mudah tersampaikan ke pikiran manusia dan cenderung tertolak.

Individu dapat merasai pikiran yang sampai kepadanya, apakah ia dimanipulasi atau tidak karena tidak terasa hingga ke hatinya. Contoh sederhana, seorang istri yang menginginkan uang lebih dari seorang suami tetapi meminta dengan cara yang kurang baik seperti marah-marah dan membentak atau menyindir tentunya keinginan tersebut sulit terjadi karena tidak sampai kepada hati sang suami. Begitu pula sebaliknya keinginan suami yang jarang dituruti istri yang selalu mendapati suami yang sering menghina dan merendahkannya, tentunya istri juga keberatan memenuhi keinginan atau menuruti suaminya.

Pada dasarnya setiap manusia butuh penghargaan dan ingin dianggap oleh siapapun. Kebutuhan akan penghargaan sebagai manusia dan dianggap memiliki hak yang sama dengan yang lainnya, namun Sebagian manusia selalu membedakan dirinya dan orang lain seolah terdapat ketimpangan yang sangat tinggi, sehingga merasa berhak menghinakan orang lain semaunya. 

Contoh, Suami mencari nafkah dan istri merawat juga menata segala kebutuhan keluarga. Tetapi yang sering terjadi adalah ketimpangan di dalam rumah tangga atau bahkan di dalam suatu instansi. Hak tidak diberikan tetapi hanya kewajiban yang cenderung dituntut oleh yang berkuasa, Kerjasama dapat terjadi dimana saja bahkan dalam "negara kecil" sekalipun yaitu rumah tangga.

Dengan kata lain, keinginan yang sesuai dengan harapan tentunya sesuatu yang mampu menyentuh hati siapapun, namun bila berhubungan dengan kebutuhan hanya berhenti pada pikiran dan usaha yang berasal dari akal. Cukup mudah sebenarnya, hanya saja perlu kepekaan hati untuk bisa melihat hal-hal yang dapat menyentuh hati yang tentunya berasal dari hati pula. Rezeki yang lebih besar berasal dari hati orang lain yang tersentuh oleh hati kita.

Dampak Negatif Menggunakan Akal Menuju Hati

Bila seseorang berjualan apapun cenderung menggunakan akal pikiran tentunya hasil bisa memadai bahkan spektakuler, namun tidak semua orang membutuhkan produk yang kita tawarkan misalnya saja kita berjualan produk kecantikan tentunya yang membutuhkan para wanita yang senang dengan perawatan wajah. Jual makanan untuk sarapan dibutuhkan oleh orang yang beraktivitas di pagi hari dan lain-lain. Semua yang terkait dengan kebutuhan pembeli dan yang datang hanya individu yang membutuhkan produk tersebut tentunya.

Kapan manusia menerapkan metode "kasih sayang" kepada klien, bawahan, pembeli, keluarga, sahabat dan lainnya?. Tentunya ketika pertama kali mendatanginya sebelum mengutarakan niat kita kepadanya. Utamakan hatinya terlebih dahulu baru logikanya, apa dampak bila logika dahulu baru menuju hatinya?, lalu apa dampak bila menggunakan akal menuju hatinya?, tentu saja tidak sampai niat kita kepadanya. Semua akan tertolak, namun bila menggunakan logikanya terlebih dulu juga tentunya kemungkinan tertolak karena ia sedang tidak membutuhkannya.

Pernahkah kita dimanfaatkan orang lain?, mengapa ada perasaan dimanfaatkan?. Ini semua terjadi karena ketidakseimbangan pola penerapan antara yang "memanfaatkan dan yang dimanfaatkan". Yang dimanfaatkan merasa hatinya harus disentuh terlebih dahulu baru bisa memberikan keinginan tersebut sedangkan yang memanfaatkan menggunakan akalnya untuk meminta sesuatu kepada kita yang seolah hanya mementingkan diri dan perasaannya sendiri.

Bila keduanya mampu berpikir terbalik antara yang diminta dan yang memberi, maka tidak akan ada lagi perasaan dimanfaatkan atau "mengakali" orang lain. Seseorang yang merasa dimanfaatkan tentunya akan pergi menjauh dan tidak ingin berinteraksi dengan kita berlama-lama karena khawatir dan yang memanfaatkan tentu merasa seperti kehilangan "proyek" pada akhirnya hidup seolah menjadi tidak bersahabat dan semakin sulit, hubungan menjadi rusak dan kurang sehat.

Mengarahkan Pikiran dan Perasaan di Kehidupan 

Sumber bencana adalah salah menempatkan antara penggunaan logika (pikiran) dan perasaan ini. Manusia memiliki bermacam cara dalam menerima informasi, ada yang melalui pikiran dan masuk ke dalam perasaannya ada pula yang lebih dulu menangkap informasi berdasarkan perasaannya. Individu yang mudah berempati kepada orang lain cenderung menggunakan perasaannya dalam menangkap sesuatu daripada individu yang menggunakan logika.

Terdapat ciri tertentu di dirinya yaitu ia mudah merasakan penderitaan orang lain dan lebih mengutamakan urusan orang lain dari pada urusannya sendiri. Sebaliknya dengan orang yang lebih mengandalkan akal pikiran lebih mementingkan dirinya terlebih dahulu dari pada urusan orang lain. Bahkan ia tidak ingin melibatkan pikiran dan perasaannya untuk kepentingan orang lain.

Setiap persoalan dan kehidupan bersosialisasi tentunya selalu melibatkan keduanya. Kita cenderung dipaksa dengan keadaan yang mengharuskan menggunakan akal pikiran dan melibatkan perasaan. Bila hanya berdasarkan logika atau pikiran saja, manusia akan mudah menyakiti hati individu yang lebih menggunakan perasaannya. Lebih mengedepankan perasaan tentunya akan lebih selamat dan mudah masuk ke dalam hati orang lain.

Pikiran dan perasaan merupakan pemberian Allah SWT yang harus disyukuri. Dapat kita bayangkan bila kita hanya memiliki akal pikiran tanpa perasaan dan sebaliknya?. Kehidupan tidak akan berjalan lancar, terjadi kerusakan dan pembunuhan dimana-mana, saling menyakiti satu sama lain dan memuaskan kehendak semauanya tanpa memikirkan hak hidup orang lain.

Perasaan yang tersakiti dapat menurunkan banyak hal di dalam diri orang lain dan juga merugikan diri sendiri. Perasaan yang terjaga memberikan anugerah dan menambah rezeki karena menjaga perasaannya tentunya membuat ia sulit menolak kita dan membuat ia merasa terhormat sebagai pembeli, atasan, guru, orang tua, suami, istri, anak, bawahan lainnya.

Lantas bagaimana agar kita bisa menggunakan keduanya dalam segala aktivitas?, tentunya dengan kesadaran yang tinggi. Kondisi pikiran dan perasaan yang tenang dan mampu melihat kepentingan dan arti manusia yang sebenarnya bahwa setiap manusia memiliki hak dan juga kewajiban yang harus diberikannya kepada orang lain. Kita cenderung menuntut hak dan telah merasa cukup melakukan kewajiban yang seadanya. Padahal kewajiban setara dengan hak, kewajiban yang kita berikan itu adalah hak orang lain begitu pula sebaliknya, kewajiban dia adalah hak kita sebagai manusia.

Keuntungan Menerapkan Pikiran dan Perasaan Pada Tempatnya

Apapun yang sesuai pada tempatnya akan tampak indah dan teratur. Demikian pula menerapkan pikiran dan perasaan pada tempatnya, kita akan mudah diterima, disayangi, dihormati dan memberikan kedamaian serta dirindukan oleh orang lain. Mungkinkah kita membenci orang yang mampu beradaptasi, berbicara yang baik, sopan dan menghargainya, apakah itu pada anak-anak atau orang tua, menawarkan produk kepada orang yang tepat dan tidak memaksa, meminta bantuan tapi orang tersebut tidak merasa dimanfaatkan dan sejenisnya?.

Dia akan mudah menerima nasihat, membeli produk tanpa merasa dipaksa karena sesuai kebutuhannya atau karena hatinya merasa terpaut dengan cara yang kita tawarkan, rela membantu orang lain tanpa merasa dimanfaatkan. Semua itu karena kita telah berhasil menggunakan pikiran dan perasaan kita kepada orang lain dan bukan hanya pikiran dan perasaan kita yang ingin dimengerti oleh orang lain dengan memaksakan kehendak pribadi.

Berjualan dengan budget cukup besar diperlukan "tenaga ekstra" untuk memperoleh pendapatan, salah satunya dengan cara menyentuh hati pembelinya. Apakah kita mau membeli barang yang tidak kita butuhkan?, tentu kita akan menolak tawaran tersebut, tetapi ketika sang penjual begitu cerdas menggunakan hatinya untuk membuat kita tertarik dengan barang yang ditawarkan, apakah kita mampu menolaknya?. Seseorang yang baik, ramah, senyum selalu menghiasi wajah ketika bertemu dengan orang lain sangat menyenangkan di hati orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun