Alhasil kita didera oleh perasaan yang berkecamuk hingga menimbulkan rasa marah, benci dan kecewa kepada diri sendiri maupun orang lain yang diakibatkan oleh persepsi yang belum tentu benar.
Terkadang lingkungan kerap menciptakan polemik dan hal-hal yang tidak kita inginkan, hal demikian mampu mengubah energi positif menjadi negatif, mengubah rasa nyaman menjadi tidak nyaman dan insecure lainnya. Persoalannya apakah kita menanggapi hal tersebut atau tidak?
Kita cenderung menanggapi "gangguan" tersebut hingga rasa nyaman berubah menjadi sangat tidak nyaman dan menempatkan kita pada level energi yang rendah.Â
Menurut teori dan tabel consciousness, David. R. Hawkins. MD.Ph.D (anger 150Hz) menuju level sangat rendah (shame 20Hz).Â
Terbayangkan oleh kita, ketika kita diperlakukan tidak berharga dan semena-mena, perasaan itu menyakitkan dan mengecilkan hati, tentunya energi ikut menurun.
Level terendah manusia atau titik 20Hz adalah di mana titik balik seseorang menuju hal baru dalam kehidupannya, energi mulai meningkat ke atas ataukah justru stagnan pada level rendah tersebut selamanya.Â
Rasa ikhlas menerima dan merespon penghinaan tersebut dengan tenang menjadi suatu doa yang baik bagi dirinya ataukah ia mengumpat dan membalaskan dendamnya kepada orang tersebut?
Sikap ini merupakan upaya manusia menuju titik stagnan atau mendongkrak emosi positif menuju ke atas semakin tinggi hingga menjadi suatu bukti bahwa, "Pembalasan terindah adalah membuktikan kemampuanmu pada orang yang pernah menghinamu dengan bukti nyata yang sehat".Â
Terlihat pada tabel level consciousness di atas bahwa ketika manusia membalaskan dendamnya ia hanya berada pada level energi yang rendah yaitu 30 Hz, ketika ia melepaskan rasa sakit hatinya dengan memaafkannya, maka ia berada pada level energi 350 Hz.