Ketika bicara tentang mood, tentunya selalu berhubungan dengan pikiran (otak) dan perasaan. Apa yang dipikirkan selalu menciptakan gelombang pada otak dan kalbunya hingga kepada tubuhnya sendiri. Otak dipenuhi dengan neuron yang 1 neuron terdiri dari 20 ribu sambungan pembuluh saraf.
Mood ini dapat terbentuk dari simpanan memori lama pada limbic system di amygdala (sekelompok saraf yang berbentuk kacang almond), dan peristiwa yang baru terjadi atau suatu pola hidup yang dilakukan sehari-hari.Â
Amygdala berperan sebagai bank data yang merespon emosi dan insting yang berkaitan dengan marah, takut, stress atau tertekan, perasaan terancam dan sedih. Yang berada dibelakang mata bagian dalam otak dan penampakan dari samping terletak di depan telinga.
Manusia kerap merasakan panik dan tidak mudah mengontrol dirinya. Ketika ada sesuatu yang ia terima melalui kedua mata dan telinga.
Maka, segala informasi yang terlihat melalui kedua mata dan terdengar oleh telinganya akan memberikan respon seketika (daya tangkap amygdala) pada suatu objek. Sehingga dapat menimbulkan perasaan seperti yang disebutkan di atas.
Amygdala pada anak autis lebih padat dan neuronnya lebih kecil daripada yang normal, karena bentuk amygdala yang berbeda maka face cells terganggu.Â
Face cells sendiri adalah sel yang mengatur pemahaman wajah dan mengatur kontak mata untuk memahami ekspresi wajah lawan bicara.Â
Itu sebab, mengapa para autisme tidak mampu menatap wajah lawan bicara dan cenderung tidak dapat mengatur, memecahkan masalah, proses pengendalian diri dan respon emosi.
Emosi terdiri dari emosi positif dan negatif, namun bagaimana cara manusia dapat terbebas dari emosi negatif yang sedang terjadi?
Apa hubungan gelombang otak dengan mood manusia, bagaimana mekanisme otak dengan akses memori, penyebab emosi negatif. Berikut penjelasannya:
Gelombang Otak dengan Mood
Gelombang otak terdiri dari beta, alpha, theta, delta dan gamma. Dimana masing-masing frekuensi otak akan berbeda sesuai dengan kondisi pikiran dan perasaan. Getaran frekuensi menciptakan jumlah impuls perdetik dengan satuan hertz (hz).
Kondisi pikiran dan perasaan yang berasal dari aktifitas sehari-hari atau dari kondisi mental seseorang, kondisi keduanya adalah pencetus mood.Â
Dapat dibayangkan bila manusia berada pada kondisi emosi negatif setiap harinya, maka frekuensi otak akan meningkat, berada pada gelombang beta (12-19hz). Bila tidak terkendali maka emosi negatif bisa berada pada posisi gamma (16hz-100hz) atau anxiety (insecure) hingga depresi.
Frekuensi otak yang terlalu tinggi bukan saja merusak mood, menggangu kesehatan fisik tapi dapat pula merusak otak itu sendiri.Â
Kendali dari kesehatan otak ada pada bagaimana individu tersebut mengatur emosinya dengan baik. Melepaskan dan menerima informasi kedalam bank memorinya dengan selektif.
Mood dapat diatur dengan menurunkan frekuensi otak dari yang tinggi ke rendah, mengkondisikan pikiran menjadi tenang atau mengontrol pikiran yang intens terhadap sesuatu hal yang negatif menjadi positif.Â
Saat individu melakukan upaya menurunkan frekuensi otaknya menjadi tenang maka pikiran menjadi stabil dan mendapatkan mood yang diinginkan.Â
Membiarkan frekuensi otak pada getaran yang tinggi dapat membuat individu tersebut mengalami banyak gangguan kesehatan lahir dan batin.Â
Otak merupakan tempat penyimpanan memori, tempat mengakses memori jangka pendek dan jangka panjang. Sebagai alat untuk merespon input dari luar, menerima dan mengirim informasi.Â
Otak juga sebagai kumpulan kabel saraf yang harus dibentuk terus jalur rutenya agar tidak mudah "samar" atau cepat mengalami demensia.
Antara kelenjar pituitari dan amydala saling terkait untuk menciptakan mood seseorang. Dimana kelenjar tersebut akan mengeluarkan hormon bahagianya dan memori masa lalu yang tersimpan dengan kuat.Â
Ketidakseimbangan produksi hormon pada kelenjar pituitari dan memori amygdala yang terlalu kuat tersebut dapat membuat mood jadi sulit diarahkan.
Akibatnya mood individu tersebut menjadi mudah turun, cenderung merasakan kesedihan dan putus asa. Menciptakan mood tidak hanya sekedar dengan makanan enak, jalan-jalan, olahraga, uang yang banyak, dan materi yang berlimpah.Â
Dari sisi amygdalanya bagaimana?, berani memberi maaf dan meminta maaf serta memaafkan masa lalu merupakan cara amygdala terbebas dari memori negatif.
Mekanisme Otak dengan Akses Memori
Dilansir dari neuroplastisitas, bahwa cara kerja otak tentunya dari pola hidup manusia sendiri. Menerima informasi yang baru dan bersifat pembelajaran baru merupakan cara individu tersebut untuk membentuk rute baru pada neuronnya.Â
Bila mendapat pengulangan Pembentukan rute baru pada neuron tersebut akan menebal dan menguat.
Demikian pula bila memori lama diakses dengan melihat yang mengerikan, menyedihkan dan menakutkan secara terus menerus maka memori akan semakin menebal dan efek yang terjadi sesuai memori yang diakses.Â
Dapat dianalogikan dengan sebuah laptop yang diakses dengan satu kata, maka memori pada hard disk akan memunculkan data yang diinginkan.Â
Demikian pula sebaliknya bila memori tersimpan kisah indah dan menyenangkan, manusia berupaya mengakses memori indah tersebut dengan cara yang identik maka memori tersebut akan muncul.
Terkait informasi yang sering terjadi di masa sekarang ini, cenderung bersifat mengerikan dan menyedihkan serta menakutkan.Â
Sulit bagi kita menghindari input tersebut dalam keseharian yang telah mendominasi media elektronik dan media cetak. Sharing dan saring yang harus kuat untuk menghindari insecure bagi diri sendiri dan orang lain.
Penyebab Emosi Negatif
Secara basic emosional, penyebab munculnya karena hasrat terlalu ingin mengatur, terlalu ingin diterima, terlalu ingin terpenuhi rasa aman. Segala hal yang "terlalu" dapat menekan pikiran dan perasaan manusia. Menimbulkan rasa tidak sabar, kecewa dan takut.
Masuk melalui panca indera mata dan telinga, masuk ke amygdala dan tersimpan pada memori limbic. Mempengaruhi emosi seseorang dan mood seketika menjadi berubah. Baik itu menerima informasi baik atau tidak baik.
Berupaya untuk tetap stabil secara pikiran dan perasaan tentu tidak mudah. Perlu teknik tersendiri agar mudah melepas dan mempertahankan antara memori positif dan negatif di diri seseorang.Â
Lawan negatif pastinya positif, melakukan banyak hal positif tentu membawa hasil yang sama bagi diri individu tersebut.
Memori tidak dapat dihapus, tapi dapat direduce sehingga kabel saraf tidak terlalu tegang dan menebal.Â
Kalimat memaafkan sering kali diulas oleh beberapa pemuka agama, para dokter yang ahli dibidang neuroscience dan pada artikel-artikel saya sebelumnya, bahwa kata maaf dapat mereduce memori negatif dan pembuluh saraf menjadi lebih rileks. Setelah saraf relaks maka mood baik mudah dicapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H