Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Informasi Hoax dalam Peribahasa

9 Juni 2021   12:08 Diperbarui: 9 Juni 2021   12:14 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepribadian Bangsa

Fitnah, defamasi atau hoax merupakan komunikasi kepada satu orang atau lebih bertujuan untuk memberikan stigma negatif berupa fakta palsu yang bersifat mempengaruhi kehormatan, kedudukan, dll. Mengumunkan fakta yang bersifat pribadi dalam rangka merusak nama baik dan pikirannya. Berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

"Perbuatan fitnah lebih berbahaya daripada pembunuhan" (Al-Baqarah 217).

Fitnah berasal dari kebencian begitu juga dengan hoax. Hoax=fitnah, namun banyak yang tidak menyadari persamaan makna dari keduanya. Seolah hanya pembicaraan biasa.

Tentu kita tidak ingin disebut tukang fitnah. Fitnah bahasa kerennya hoax, agar tersamarkan maknanya. Bila yang terjadi dalam 1 negara selalu menyebarkan hoax sama halnya negara hoax atau negara yang senang memfitnah. Jelas terlihat kepribadian bangsanya yang bukan lagi bernurani tapi senang memfitnah.

Berita Hoax sama dengan fitnah massal, mengajak banyak orang untuk memfitnah satu manusia yang belum tentu bersalah. Apa tujuan hoax?, "dari jung turun ke sampan", turun pangkat, turun martabat, turun simpati orang lain dari yang terfitnah, dll. Hakikatnya seluruh manusia memiliki cacat dan aib, hendaklah kita "harum menghilangkan bau", keburukan tidak kelihatan karena tertutup oleh perbuatan baik.

Berapa banyak keburukan yang kita miliki tapi tidak tampak oleh orang lain. Namun kita memposisikan orang lain sebagai pendosa dan terkesan harus mengungkap aib orang lain tanpa mengetahui kebenaran yang akurat. "hati gatal, mata digaruk", sangat ingin tetapi tidak kuasa menyampaikan keinginan itu, menyalahkan orang yang tidak bersalah.

Cermat, bijak, dan teliti dahulu sebelum menyebarkan berita apapun. Hingga tidak ada yang merasa dirugikan karena perilaku naif kita kepada orang lain, satu kalimat dapat menembus jutaan kepala. Lebih mengedepankan rasa empati dapat mengurangi hoax dalam kehidupan pribadi dan orang lain, hingga tidak akan terjadi "jaras dikata raga jarang", mencela orang lain, padahal diri sendiri ada celanya juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun