Peribahasa merupakan perwakilan dari suasana hati atau kejadian yang dialami manusia. Menyiratkan beragam hal dan peristiwa umum maupun pribadi. Membuka cakrawala pikiran, emosi negatif dan positif seseorang.
Peribahasa dapat disematkan kepada kepribadian dan perilaku manusia. mewakili tabiat dan pola hidup. Peribahasa mengelilingi sisi kehidupan manusia dan kerap terlihat di sekitar kita yang selalu berkenaan dengan sikap dan menyikapi. Seperti berita hoax yang acap kali terjadi di kehidupan zaman sekarang, seolah fitnah menjadi trending topik, bukan lagi menjadi hal yang tabu.
Banyak berita hoax yang beredar di media sosial, lingkungan rumah, kantor, dan tempat lainnya, sama halnya dengan penyebaran fitnah kepada seseorang yang tidak bersalah. Menuntut kita untuk lebih berwawasan dan lebih cerdas dan bijak juga teliti dalam menerima serta mencerna informasi (tidak menelan bulat-bulat) informasi yang ada. Bagaikan "ikan terkilat,jalan tiba", sangat pandai dan tajam dalam menangkap perkataan orang, baik itu dalam hal menerima dan membicarakan berita baik atau tidak.
Jangan sampai gara-gara berita hoax menjadi mudah terprovokasi oleh informasi yang sebenarnya tidak ada. Hanya diada-adakan sehingga menimbulkan "ikut hati mati,ikut mata buta", jika selalu menuruti nafsu, akhirnya akan mendapat celaka. Merugikan diri dan tidak dapat mendengar nuraninya sendiri karena buta segalanya.
Ketika hoax beredar tanpa perasaan bersalah seperti "menjual petai hampa" artinya: membual, beromong kosong, merugikan pihak lain demi meramaikan suasana. Akan terlihat tipe dan jenis kepribadian dari setiap pembicaraan dan bualannya di depan umum. Sangat disayangkan bila kita menjadi seseorang yang "memancing di air keruh", mencari keuntungan dalam perselisihan.
Cermat Dalam Menyebarkan
Saya sangat prihatin mendengar dan membaca berita mengenai orang yang berniat tulus menolong orang lain, tetapi yang didapatkannya malah penghinaan dan berita hoax yang tidak mendasar. "ombaknya kedengaran pasirnya tidak kelihatan", terdengar beritanya tetapi belum ada buktinya. Alangkah baiknya bila "pandang jauh dilayangkan, pandang dekat ditukkikan", selidiki terlebih dahulu.
Berita hoax tentang orang yang masih hidup dikatakan sudah meninggal, membelokan informasi sepihak dan bersifat tidak pasti menjadi sesuatu yang pasti dan seolah benar adanya. Tentunya kita tidak ingin hal yang serupa terjadi kepada kita "terpanggang di abu hangat", mencampuri sesuatu atau urusan orang lain yang malah menyusahkan diri sendiri. "tak emas bungkal diasah", tidak peduli apapun diperbuat, asal tercapai maksudnya.
Memang penting memiliki rasa empati dalam hati masing-masing manusia agar dapat merasakan bagaimana bila kita atau keluarga kita yang diperlakukan seperti itu, tentu kita tidak akan melakukannya. Warna warninya kepribadian mendominasi alam ini, ada yang empath dan non empath. Namun tidak berprinsip menjadi "duri dalam daging", tidak melakukan sesuatu yang menyakitkan hati atau mengganggu pikiran orang lain.
Hoax berakibat "Karena nila setitik rusak susu sebelanga", karena satu kesalahan rusak seluruh kebaikan. Sering kali kita menemukan hal seperti ini di masyarakat atau dalam keluarga kita sendiri. Hanya karena 1 kesalahan saja seluruh kebaikannya seolah tak terlihat dan terhapus.
Kepribadian Bangsa
Fitnah, defamasi atau hoax merupakan komunikasi kepada satu orang atau lebih bertujuan untuk memberikan stigma negatif berupa fakta palsu yang bersifat mempengaruhi kehormatan, kedudukan, dll. Mengumunkan fakta yang bersifat pribadi dalam rangka merusak nama baik dan pikirannya. Berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Perbuatan fitnah lebih berbahaya daripada pembunuhan" (Al-Baqarah 217).
Fitnah berasal dari kebencian begitu juga dengan hoax. Hoax=fitnah, namun banyak yang tidak menyadari persamaan makna dari keduanya. Seolah hanya pembicaraan biasa.
Tentu kita tidak ingin disebut tukang fitnah. Fitnah bahasa kerennya hoax, agar tersamarkan maknanya. Bila yang terjadi dalam 1 negara selalu menyebarkan hoax sama halnya negara hoax atau negara yang senang memfitnah. Jelas terlihat kepribadian bangsanya yang bukan lagi bernurani tapi senang memfitnah.
Berita Hoax sama dengan fitnah massal, mengajak banyak orang untuk memfitnah satu manusia yang belum tentu bersalah. Apa tujuan hoax?, "dari jung turun ke sampan", turun pangkat, turun martabat, turun simpati orang lain dari yang terfitnah, dll. Hakikatnya seluruh manusia memiliki cacat dan aib, hendaklah kita "harum menghilangkan bau", keburukan tidak kelihatan karena tertutup oleh perbuatan baik.
Berapa banyak keburukan yang kita miliki tapi tidak tampak oleh orang lain. Namun kita memposisikan orang lain sebagai pendosa dan terkesan harus mengungkap aib orang lain tanpa mengetahui kebenaran yang akurat. "hati gatal, mata digaruk", sangat ingin tetapi tidak kuasa menyampaikan keinginan itu, menyalahkan orang yang tidak bersalah.
Cermat, bijak, dan teliti dahulu sebelum menyebarkan berita apapun. Hingga tidak ada yang merasa dirugikan karena perilaku naif kita kepada orang lain, satu kalimat dapat menembus jutaan kepala. Lebih mengedepankan rasa empati dapat mengurangi hoax dalam kehidupan pribadi dan orang lain, hingga tidak akan terjadi "jaras dikata raga jarang", mencela orang lain, padahal diri sendiri ada celanya juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H