Mohon tunggu...
Seiri
Seiri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi S1 Akuntansi Universitas Mercu Buana

Nama : Seiri NIM : 43222010166 No. Absen : 35 Dosen Pengampu : Prof Dr. Apollo, M.Si.AK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kuis Etik - Diskursus Cincin Gyges, dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   06:27 Diperbarui: 15 Desember 2023   15:15 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GATXUWWYDFFHN4SK64F6H3X6UVUCRGMR6BXJ4JAPT2MMG5QI5VRQLQNE

Korupsi sering kali dianggap biasa, dan para pelaku korupsi sering kali tidak merasa malu atau takut karena mereka mengklaim mengikuti prosedur yang berlaku. Namun, korupsi sebenarnya merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, dan oleh karena itu dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Penanggulangan korupsi memerlukan upaya komprehensif dari aparat penegak hukum, lembaga masyarakat, dan seluruh anggota masyarakat.

Korupsi juga dapat dilihat sebagai pelanggaran hak asasi manusia, di mana politisi tidak lagi melayani konstituennya dan partai politik menjadi alat untuk mengeruk kekayaan pribadi. Tindak pidana korupsi dianggap serius karena dapat membahayakan pembangunan sosial, politik, dan ekonomi, serta merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas bangsa.

Pertumbuhan korupsi di Indonesia dapat dibayangkan seperti penyakit yang berkembang dalam tiga tahap: elitis, endemic, dan sistemik. Pada tahap elitis, korupsi menjadi patologi sosial di kalangan pejabat. Pada tahap endemic, korupsi menyebar ke masyarakat luas, dan pada tahap sistemik, korupsi menjadi bagian integral dari sistem, mempengaruhi setiap individu di dalamnya.

Korupsi telah membawa disharmoni dalam politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia, bahkan mungkin telah menjadi budaya baru. Pelayanan publik terhambat karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem integritas publik, sementara penegakan hukum terkadang memperlihatkan ketidaksetaraan dan penyimpangan terhadap asas kesetaraan di depan hukum.

Beberapa fakta menunjukkan kontradiksi dalam penegakan hukum, seperti perlakuan yang tidak setara terhadap kepala daerah, kewenangan kepala daerah dalam menentukan penerima proyek, serta hambatan pemeriksaan yang dapat diakibatkan oleh izin dari presiden. Sanksi yang ringan dan kurangnya efek jera terhadap pelaku korupsi juga menjadi masalah serius. Perlindungan yang kurang memadai terhadap whistleblower dan saksi pelapor juga menghambat upaya pemberantasan korupsi.

Dalam konteks demokrasi Indonesia, korupsi dapat ditemukan dalam berbagai bidang kehidupan karena lemahnya nilai-nilai sosial dan ketidaktransparanan dalam sistem integritas publik. Korupsi tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga merusak demokrasi dan moralitas bangsa. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi memerlukan perhatian serius dan langkah-langkah tegas untuk memastikan tegaknya supremasi hukum dan keadilan di seluruh lapisan masyarakat.

GATXUWWYDFFHN4SK64F6H3X6UVUCRGMR6BXJ4JAPT2MMG5QI5VRQLQNE
GATXUWWYDFFHN4SK64F6H3X6UVUCRGMR6BXJ4JAPT2MMG5QI5VRQLQNE

Penyebaran dan Pencegahan Korupsi Di Indonesia

Kejahatan korupsi di Indonesia, sebagaimana diilustrasikan dalam konsep cerita Cincin Gyges, merupakan tantangan serius yang mempengaruhi berbagai lapisan masyarakat. Cerita Cincin Gyges, yang menggambarkan seseorang yang dapat menghilang dan tidak terlihat saat mengenakan cincin ajaib, menjadi metafora bagi penyebaran korupsi yang terkadang dilakukan di balik tirai ketidaktransparanan. Jurnal ini bertujuan untuk menganalisis penyebaran kejahatan korupsi di Indonesia dengan menggunakan perspektif cerita Cincin Gyges, serta merumuskan strategi pencegahan yang relevan.

Penyebaran Kejahatan Korupsi melalui Konsep Cerita Cincin Gyges

Cerita Cincin Gyges mencerminkan realitas penyebaran kejahatan korupsi di Indonesia, di mana beberapa individu atau kelompok dapat melakukan tindakan korupsi dengan cara yang tidak terlihat oleh mata publik. Dalam konteks ini, para pelaku korupsi menggunakan "cincin ajaib" ketidaktransparanan dan celah dalam sistem untuk menyembunyikan perbuatan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun