Mohon tunggu...
Zainur Rofieq
Zainur Rofieq Mohon Tunggu... Jurnalis - Zainurrofieq

Ust. Zainurrofieq, Lahir di Bandung, 17 Juli 1974 setelah lulus dari SMA Pesantren Cintawana pada tahun 1993, beliau sempat mondok di Bantargedang Islamic College (BIC) Kersanagara, Tasikmalaya. Kemudian tahun 1995 beliau melanjutkan pendidikannya ke Ma’had I’dadi dan Tsanawi Al Azhar Buuts Abbasiyyah di Kairo, Mesir. Tahun 1997 beliau mulai masuk Fakultas Syariah Universitas Al Azhar Cairo. Semasa kuliah di Cairo, selain menjadi guide untuk wisataan asing yang datang ke kota seribu menara ini, beliau juga menjadi koresponden Majalah Nasional FORUM Keadilan untuk wilayah Liputan Timur Tengah dan Afrika. Selain pernah menjadi Pemred TEROBOSAN, media mahasiswa Indonesia di Mesir, Beliau juga pernah menjabat sebagai Presiden Mahasiswa Indonesia di Mesir dan juga Sekjen Badan Kerjasama Pelajar se Timur Tengah (BKPPI-Timteng) Hasil konferensi Mahasiswa se-Timur Tengah pada tahun 2000 di Cairo. Sepulang dari Mesir tahun 2004, beliau aktif di berbagai kajian dan majelis taklim di wilayah Jakarta, Tasikmalaya dan Bandung. Beliau pernah menjabat sebagai Sekjen JIHAAR (Jaringan Alumni Al Azhar) di Bandung. Selain sering membimbing jemaah untuk Ibadah Haji dan Umrah, beliau juga aktif di Forum Komunitas Jalan Lurus (KJL) di Jakarta. Beliau juga membina Baitul Maal Wa Tamwii (BMT) Al Akhyar di Bandung. Beliau pernah juga menjabat sebagai Sekjen Paguyuban Alumni Al Azhar Mesir (PAAM), dan sekarang beliau menjadi ketua DPD SAPUHI JABAR. Pada tahun 2019 kemarin Alhamdulillah beliau dianugrahi TOKOH INSPIRASI RADAR TV 2019 dengan karyanya THE POWER OF KABAH DAN MANASIK QOLBU. Buku yang pernah ia tulis adalah Zionis Yahudi Mencaplok Irak (Mujahid Press, 2002), The Power of Ka’bah (Spirit Media Press), The Power of Syukur (Spirit Media Press), Tegar Hati dengan Dikir Al-Ma’tsurat, Ruqyah Syar’iyyah wa Asmaul Husna (Spirit Media Press). Kesibukannya saat ini adalah membuka Training Spiritual Journey melalui Al Bina Training Center dan mempunyai Travel Umroh Haji yang bernama PT. SPIDEST INTERNASIONAL dan PT. GETWAY TOUR AND TRAVEL. Saat ini beliau berdomisili di Komplek Pesantren Cintawana Singaparna, Tasikmalaya Jawa Barat bersama istri, Iva Navisah, dan ketiga anaknya, Nabil Mu’tasim Zain, Galbi Munawar Zain dan Alicia Fatma Zen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

CIREULEU; Kampung Parawali yang Terlupakan dan Menghilang

2 Januari 2025   19:27 Diperbarui: 2 Januari 2025   19:27 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CIREULEU; KAMPUNG PARAWALI YANG TERLUPAKAN DAN MENGHILANG

Oleh : Zainurrofieq

Cireuleu adalah sebuah kampung di wilayah Tasikmalaya sebelah utara, tepatnya di Kecamatan Ciawi. Di abad ke 18 dan 19 kampung ini terkenal sekali karena merupakan daerah tempat berkumpulnya keturunan Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan mengembangkan dakwah Islamiyyah di wilayah tersebut dengan membangun beberapa Pesantren dan kegiatan kemasyarakatan yang berbasis Islam, namun sayangnya peninggalan para ulama bahkan para wali itu tidak dijaga dengan baik / tidak "dimumule", bahkan kini nama kampung itu sudah diganti dengan nama kampung Tanjungsirna Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya.

Diketahui dalam sejarah bahwa KH. Abdul Muhyi Pamijahan punya istri Nyimas Ayu Bakta, kemudian lahirlah anaknya bernama Embah Dalem Bojong yang makamnya ada di daerah Kawali), Embah Dalem Bojong punya anak Siti Katibah Mujibah ( ini yang makamnya ada di Suka Pancar, Cireuleu. Suaminya namanya Syeikh Ali Murtado ( keturunan Sunan Gunung jati), kemudian punya anak Siti Zulaikho yang Suaminya Raden Anggaulan (dari kerajaan Sumedang) Punya anak Nyimas siti Banangsiah suaminya Bah Asraf ( dari pakuluran Majalengka). Kemudian punya Anak Eyang ahmad, Bah Nur Jeni , Nur Seni, Mbah Nur Anom dan Nyimas Adiningsih. 

Eyang Ahmad Cireuleu punya anak yang pertama Mbah Ali Muhammad dari Mbah Ali Muhammad inilah lahirnya Eyang Embok ( selain Eyang Entum, Enon, Muhammad Nawawi, Haji Muhammad Kosasih, dan H Muhammad Soleh).

Di masa lalu, atau pada saat banyak berdirinya kerajaan -- kerajaan di Nusantara, Tasikmalaya yang dulu familiar dengan nama Sukapura merupakan bagian integral dari Kerajaan Sunda Galuh yang kekuasaan wilayahnya mencapai sebagian Jawa Tengah sekarang hingga Sungai Citarum di sebelah Timur. 

Gunung Galunggung yang menjulang disertai panorama perbukitan lainnya ditaksir penulis sebagai salah satu tempat yang banyak diminati orang di masa lalu untuk hidup, tidak terkecuali dengan banyaknya Ulama atau Ajengan yang sesudah menuntut ilmu, kemudian mensyiarkan agama Islam lewat pendirian pelbagai institusi Islam berupa Pondok Pesantren yang memiliki ciri khas dan keunggulannya masing -- masing. 

Akar penyebaran Islam yang digalakan oleh Syekh Sunan Gunung Djati dan Kesultanan Cirebon dapat dikatakan sukses menyentuh masyarakat di sekitar Galuh, tidak terkeceuali dengan wilayah Sukapura. Selain itu, peran penting ulama kharismatik seperti Syekh Abdul Muhyi merupakan salah satu ulama besar yang menanamkan ajaran agama Islam yang seyogyanya memiliki hubungan yang begitu besar dengan perkembangan Islam di wilayah Tasikmalaya.

Syekh Haji Abdul Muhyi yang menjadi cikal bakal penyebaran Islam di Jawabarat terutama kawasan Priangan, ( beliau lahir di Mataram sekitar tahun 1650 Masehi atau 1071 Hijriah. Ia dibesarkan keluarganya, orang tuanya di kota Gresik atau Ampel). 

Pada saat berusia 19 tahun dia pergi ke Aceh atau Kuala untuk berguru kepada Syekh Abdurrauf Singkil bin Abdul Jabar selama 8 tahun yaitu dari tahun 1090-1098 Hijriah atau 1669 -1677 Masehi. 

Disamping untuk membina penduduk, dia juga berusaha untuk mencari gua yang diperintahkan oleh gurunya. Karena tidak menemukan gua yang dicari akhirnya Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga berpamitan kepada penduduk desa untuk melanjutkan perjalanan mencari gua. 

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, sampailah di daerah Pamengpeuk (Garut Selatan). Di sini dia bermukim selama 1 tahun (1685-1686 M), untuk menyebarkan agama Islam secara hati-hati mengingat penduduk setempat waktu itu masih beragama Hindu. 

Setahun kemudian ayahanda (Sembah LebeWarta Kusumah) meninggal dan dimakamkan di kampung Dukuh di tepi Kali Cikaengan. Beberapa hari seusai pemakaman ayahandanya, dia melanjutkan perjalan mencari gua dan sempat bermukim di Batu Wangi,  

Perjalanan dilanjutkan dari Batu Wangi hingga sampai di Lebaksiu dan bermukim di sana selama 4 tahun (1686-1690 M). Walaupun di Lebaksiu tidak menemukan gua yang di cari, dia tidak putus asa dan melangkahkan kakinya ke sebelah timur dari Lebaksiu yaitu di atas gunung kampung Cilumbu. Akhirnya dia turun ke lembah sambil bertafakur melihat indahnya pemandangan sambil mencoba menanam padi.

Sewaktu Syeikh Abdul Muhyi berjalan ke arah timur, terdengarlah suara air terjun dan kicaun burung yang keluar dari dalam lubang. Dilihatnya lubang besar itu, di mana keadaannya sama dengan gua yang digambarkan oleh gurunya. Seketika kedua tangannya diangkat, memuji kebesaran Allah. Telah ditemukan gua bersejarah.

Sejak goa ditemukan Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga beserta santri-santrinya bermukim disana. Disamping mendidik santrinya dengan ilmu agama, dia juga menempuh jalan tarekat.

Menurut pendapat yang masyhur sampainya Syeikh Abdul Muhyi ke derajat kewalian melalui Thoriqoh Mu'tabaroh Satariyah, yang silsilah keguruan atau kemursyidannya sampai kepada Rasulullah Saw.

Sekian lama mendidik santrinya di dalam goa, maka tibalah saatnya untuk menyebarkan agama Islam di perkampungan penduduk. Di dalam perjalanan, sampailah di salah satu perkampungan yang terletak di kaki gunung, bernama kampung Bojong. Selama bermukim di Bojong dianugerahi beberapa putra dari istrinya, Ayu Bakta. Di antaraputra dia adalah Dalem Bojong, Dalem Abdullah, Media Kusumah, Pakih Ibrahim.

Beberapa lama setelah menetap di Bojong, atas petunjuk dari Allah, Syeikh Abdul Muhyi beserta santri-santrinya pindah ke daerah Safarwadi. Di sini dia membangun Masjid dan rumah sebagai tempat tinggal sampai akhir hayatnya. Sedang para santri menyebar dengan tugasnya masing-masing yaitu menyebarkan agama Islam, seperti Sembah Khotib Muwahid yang makamnya di Panyalahan, Eyang Abdul Qohar bermukim di Pandawa sedang Sembah Dalem Sacaparana (Mertua Syeikh Abdul Muhyi) tetap di Bojong sampai akhir hayatnya yang kini makamnya terkenal dengan nama Bengkok.

Di sebelah utara Makam Kidul terdapat kompleks makam Syekh Abdul Muhyi. Kompleks ini merupakan objek ziarah utama di seluruh situs Pamijahan. Terletak ditebing sebelah utara Cipamijahan, makam ini seolah berada di atas bukit yang dikelilingi hamparan sawah yang subur. 

Di kampung Cireuleu ada tiga makam kramat dan terkenal sehingga ini sebagai bukti menyambungkan sejarah keluarga Syeikh Abdulmuhyi Pamijahan, yaitu Makam Tanjung (Eyang Ahmad Cireuleu), Makam Akar (Siti Zulaikho dan Raden Anggaulan) dan makam Sukapancar (Siti Katibah Mujibah). 

Penyebara Islam di Priangan bahkan Jawa Barat (Sunda) memang bermuara pada pergerakan dakwah Islam abd ke 17 yang diprakarsai oleh Syeikh Abdul Muhyi ini.

Eyang Embok, menjadi bukti dan saksi akan perjuangan dakwah keluarga dan keturunan Syeikh Abdul Muhyi di Tasik Utara hingga ke Kampung Cireuleu. Kepiawaian dan kecantikannya Wanita Solehah keturunan kampung Cireuleu ini yang dipersunting menjadi Istri kedua Eyang Mansur Cimanggu dan lahirlah banyak Pesantren-pesantren Besar Di Tasikmalaya seperti Cipansor, Cimanggu dan Cintawana Tasik Selatan). 

Eyang Mansur adalah tokoh kunci pendiri pesantren Cimanggu Ciawi Tasikmalaya. 

Pengaruh dan kejayaan pesantren Cimanggu saat Eyang Mansur memimpin Pesantren, adalah dibuktikan dengan adanya kubah kraton pemberian dari kesultanan Cirebon sebagai hadiah kebanggaan yang sampai kini masih bisa dilestarikan menjadi menar Mesjid Al Mansuriyyah Cimanggu.

Orangtua Eyang Mansur adalah Eyang Sarkam yang berasal dari daerah Cimonyet Kiarajangkung, beliau adalah sodagar sukses yang menguasai perdagangan dari Tasikmalaya hingga ke Cirebon. 

Eyang Sarkam membuat "pangrereban" (tempat istirahat) di daerah Cimanggu, yang lama kelamaan menjadi tempat tinggal dan seluruh keluarganya pun dibawa pindah ke kampung Cimanggu tersebut. Selain sodagar, Eyang Sarkam adalah penghulu atau lebe, dan Eyang Mansur ternyata lebih memilih ingin menjadi Kiai ketimbang melanjutkan profesi sebagai sodagar/ pedagang sukses seperti ayahnya. 

Mulailah Eyang Mansur mendatangi pesantren pesantren untuk menimba ilmu, salah satunya adalah pesantren Kadu Gede sampai akhirnya dimukimkan di pesantren Cimanggu itu. 

Eyang sarkam memiliki 4 istri, dan Eyang Mansur dari buah pernikahannya dengan istri pertama yaitu Eyang Kenot. Eyang Mansur pun punya istri 4, Isti yang pertama adalah Nini Hj Aisyah ( turunannya adalah Aki Makmun, termasuk aki Abbas, Hj Saodah dan Hj Atikah). Eyang Mansur kemudian menIkahi lagi mojang dari daerah Cireuleu yang nota bene keturunan asli Pamijahan, dialah Eyang Emok. 

Dari hasil pernikahan dengan Eyang Emok (Nene Hj. Mariam), memiliki anak yang pertama adalah St Hafsoh, kemudian Aki H Saleh, Nini Hj Marfuah (keturunan Cilutung), H Ahmad (Pasantren Tengah Limbangan), Nini Elos, Nini Hj Hodijah dan terakhir H Halim (Genteng keturunan Cidewa). Dari Istri ke 3 Hj. Unah, ada dua putra yaitu H Said dan H. Masud. Dari Istri ke 4 Eyang Jalisah, memiliki anak 1. Nini Iak (Cibitung) 2. Muntaha Roki (Orok Aki-Aki).

Dari hasil pernikahan Eyang Mansur dan Eyang Emok inilah lahir Nini Ummi Hafsoh yang kemudian (Nini Ummi Hafsoh) dipersunting KH Muhammad Toha pendiri Pesantren Cintawana tahun 1917, yang sebelumnya mendirikan Pesantren Cipansor namun diusir pihak penjajah.

Tasik Utara tepatnya di kampung Cireuleu lah ternyata persinggahan keturunan Dakwah KH Abdul Muhyi menyebar dan memperkuat dakwah wilayah Tasikmalaya dan Priangan bahkan Jawabarat.

Semoga Kampung Cireuleu, Kampung Para wali tempat berkumpulnya para kiai besar dari keturunan agung itu bisa Kembali di hidupkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun