Peradaban yang bertengker lebih dari 4000 tahun lamanya dengan penguasaan ilmu, teknologi dan seabrek kemajuannya itu bahkan pernah diteliti oleh Siegfried Morenz, bahwa di dalam pergerakan Sejarah tersebut ada arah atau kecenderungan atau perubahan yang signifikan dari multi Tuhan ke masa arah monoteisme ("Tauhid"/ penggabungan dewa-dewa).
Hal yang sangat menonjol untuk logika tersebut adalah kebiasan orang Mesir kuno secara bersamaan sering memandang raja sebagai titisan dewa. Karena kuasa suci Kerajaan menjelma dalam dirinya. Sehingga mereka memposisikan raja sebagai jembatan Masyarakat dengan dewanya.
Kita ketahui Istilah "Maat" dalam kehidupan mesir kuno merasa dapat dilaksanakan oleh raja. Dengan menjembatani para dewa di kuil kuil serta adanya keseimbangan harmoni dan keadilan dalam kehidupannya. Akibatnya raja tadi misalnya dianggap identik dengan dewa "Horus", dan juga sebagai putra dewa "Ra" sang pengatur alam.
Pernah pada dinasti Kerajaan baru, raja diidentikan dengan Dewa "Amun" dewa kekuatan tertinggi dalam kosmos. Setelah kematiannya pun raja-raja itu di identikan dengan "Ra" dan "Osiris".
Bangsa Mesir kuno, Romawi, Byzantium, Peradaban Islam dan semua pergerakan kehidupan besar yang pernah memimpin dunia, ternyata yang mengabadikan dan faktor utama penyokongnya adalah kesadaran mereka akan pentingnya agama alias pendekatan ketuhanannya. Hanya itu yang telah mengabadikan pergerakan prestasi-prestasi mereka.
So ? mari pupuk pemahaman dan praktek agama yang memuliakan ketuhanannya dalam kehidupan keseharian kita ini. Jangan menjauh dari Agama. Jangan lalai dari Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H