Ternyata Semua Peradaban Besar Dunia adalah Pemulia Tuhannya
Nigel Barber, seorang biopsikologis bertutur dalam buku barunya dengan lantang menyatakan bahwa agama akan hilang paling lambat 2041, perkembangan ekonomi dan politik membuat fenomena meningkatnya kaum atheis. "Kaum terdidik di kota kota demokratis cenderung semakin meninggalkan agama" celotehnya.
Hal serupa pernah kita baca dari Auguste Comte dan Nietzsche, " Semakin Moderen maka akan semakin Sekuler". Benarkah akan demikian ?
Sebenarnya Analisa ini sudah bisa ditepis langsung oleh desertasinya Max Webber dengan penelitian Kalpanisnya. "Etika Protestan" yang telah mengarahkan pembentukan gelombang kapitalis itu membelalakan mata batin dan nalar kita bahwa orang-orang soleh beragamalah yang telah menguasai seluruh pos-pos Perusahaan besar di Jerman saat itu. Dan ini menandakan betapa peran agama sangat tinggi dalam kemajuan sebuah gelombang peradaban yang maju.
Belum lagi kalau menggunakan diskursus peradaban Islam yang jelas-jelas Rasul Muhammad SAW melabeling perubahan dan pergerakan peradabannya diusung dengan pondasi tauhid dan etika moral ketuhanan (Rububiyyah).
Namun Kemarin pun saya sempat termenung Ketika menyusuri Wadi Muluk di bagian Barat Luxor dan mencoba konsentrasi pada bukti-bukti Sejarah yang di abadikan UNESCO di peradaban Mesir kuno bahwa bukti- batu batu yang bertuliskan pesan lewat hieroglif itu seolah menegaskan pesan bahwa kemajuan besar bangsa kami justru karena kami mampu memuliakan Tuhan Kami.
Peradaban yang bertengker lebih dari 4000 tahun lamanya dengan penguasaan ilmu, teknologi dan seabrek kemajuannya itu bahkan pernah diteliti oleh Siegfried Morenz, bahwa di dalam pergerakan Sejarah tersebut ada arah atau kecenderungan atau perubahan yang signifikan dari multi Tuhan ke masa arah monoteisme ("Tauhid"/ penggabungan dewa-dewa).
Hal yang sangat menonjol untuk logika tersebut adalah kebiasan orang Mesir kuno secara bersamaan sering memandang raja sebagai titisan dewa. Karena kuasa suci Kerajaan menjelma dalam dirinya. Sehingga mereka memposisikan raja sebagai jembatan Masyarakat dengan dewanya.
Kita ketahui Istilah "Maat" dalam kehidupan mesir kuno merasa dapat dilaksanakan oleh raja. Dengan menjembatani para dewa di kuil kuil serta adanya keseimbangan harmoni dan keadilan dalam kehidupannya. Akibatnya raja tadi misalnya dianggap identik dengan dewa "Horus", dan juga sebagai putra dewa "Ra" sang pengatur alam.
Pernah pada dinasti Kerajaan baru, raja diidentikan dengan Dewa "Amun" dewa kekuatan tertinggi dalam kosmos. Setelah kematiannya pun raja-raja itu di identikan dengan "Ra" dan "Osiris".
Bangsa Mesir kuno, Romawi, Byzantium, Peradaban Islam dan semua pergerakan kehidupan besar yang pernah memimpin dunia, ternyata yang mengabadikan dan faktor utama penyokongnya adalah kesadaran mereka akan pentingnya agama alias pendekatan ketuhanannya. Hanya itu yang telah mengabadikan pergerakan prestasi-prestasi mereka.
So ? mari pupuk pemahaman dan praktek agama yang memuliakan ketuhanannya dalam kehidupan keseharian kita ini. Jangan menjauh dari Agama. Jangan lalai dari Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H