Urgensi moderasi beragama ini semestinya digaungkan dengan memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk menyebarkan syiar-syiar positif. Setidaknya ada beberapa alasan tentang pentingnya konten bernuansa moderat di social media di antaranya adalah :
Pertama, Menampilkan Islam Sebagai Agama Humanis
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi asas humanisme yang didalamnya teranut nilai etis dan sosial yang banyak. Pentingnya berlaku baik terhadap sesama manusia, termasuk memiliki sikap toleran sejatinya merupakan sikap yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini terbukti dari dakwah beliau dalam menyebarkan agama Islam yang sangat toleran. Di antara kisah yang banyak diketahui adalah ketika Rasulullah melakukan perjalanan hijrah ke Kota Madinah selepas pihak kaum kafir Quraisy melakukan pemboikotan kepada umat Islam yang berada di kota Mekkah. Kemudian Rasulullah menjadikan suku Aus dan Khazraj saling damai, mengingat sebelum Rasulullah hijrah, keduanya tidak pernah akur dan damai. Tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah tentu saja menanamkan sikap toleran kepada kedua pihak tersebut sehingga dapat saling menerima satu sama lain.
Sikap toleran ini sejatinya juga senada dengan prinsip humanisme, bahwa nilai yang berlaku umum tidak hanya datang dari wahyu, melainkan percaya bahwa manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan daripada yang lain yakni akal dan budi. Maka berdasarkan prinsip humanisme bahwa saat seseorang hanya patuh kepada dogmatisasi agama belaka tanpa berpikir dengan mendalam mengenai esensi yang hadir dalam pikirannya tersebut antara kebenaran ataupun kesalahan, sehingga dalam persepsi paham ini manusia sudah membuat pengingkaran terhadap kemampuan lebih yang dipunyai. Artinya adalah setiap orang dituntut untuk memfilter berbagai informasi atau pemikiran yang diterimanya termasuk berhati-hati ketika menyikapi pahampaham yang menyulutkan ekstrimisme dan radikalisme.
Hadirnya konten moderasi setidaknya dapat menurunkan tendensi ketegangan intolerensi dan menampilkan potret Islam yang humanis. Syiarsyiar yang ditampilkan dapat menyejukkan dengan seruan untuk saling menghargai perbedaan satu sama lain. Pada akhirnya, melalui konten-konten positif ini akan terjalin interaksi di media sosial untuk terus menambah spirit menggaungkan sikap moderasi. Selain itu, konten moderasi yang ditampilkan setidaknya dapat menyaingi kontenkonten konservatif yang marak tersebar di berbagai platform media social.
Kedua, Mengubah Paradigma dari Qabilah Menuju Ummah
Fanatisme terhadap kelompok masingmasing dapat menjadi bibit intoleransi yang begitu banyak menjamur. Terlebih bagi mereka yang menganut pemahaman eksklusif, fanatisme adalah sesuatu yang mutlak. Mereka akan menolak berbagai pandangan yang menurut mereka berbeda dari paham yang dianut. Sikap fanatisme ini muncul terkadang diakibatkan oleh manhaj-manhaj yang saling bersikukuh dengan pemahamannya masingmasing, namun tidak diimbangi dengan sikap yang netral. Akibatnya akan menganggap pemahaman yang berbeda adalah salah dan semakin besar menimbulkan perpecahan.
Memandang kausalitas tersebut, maka sepatutnya konten moderasi ini amat penting dalam mengubah paradigma fanatisme yang sejatinya hanya berkutat pada qabilah (kelompok sendiri) menuju ummah (kelompok secara umum). Hal ini bertujuan untuk memberi edukasi tentang memahami perbedaan yang harus dilihat secara komprehensif. Selain itu, justifkasi-justifikasi berlebihan yang memunculkan stigma negatif juga dapat hilang ketika konten moderasi yang menyejukkan terus disebar di media sosial. Esensi dari konten moderasi akan meluruskan dan memperluas persepsi melalui klarifikasi serta pendalaman substansi. Maksudnya adalah melihat fenomena yang ada lebih mendalam dengan mempertimbangkan berbagai factor.
Ketiga, Revitalisasi Islam Kaffah
Fenomena yang tidak terelakkan dewasa ini adalah ketika banyak generasi muda yang berbondong-bondong mengkaji agama secara instan melalui internet. Fenomena ini lebih dikenal dengan istilah cyberreligion (Hatta, 2018). Namun terkadang susbtansi yang didapat justru masih bersifat setengah-setengah. Mereka mengambil yang disuka, tetapi meninggalkan dan mengacuhkan yang dirasa berat. Akibatnya adalah mereka akan terpapar pemahaman yang cenderung aneh dan terlihat kaku. Sebab pada dasarnya ajaran Islam harus dipahami secara komprehensif bukan secara parsial.
Berpijak dari fenomena tersebut, konten moderasi berperan dalam mengkampanyekan Islam yang holistis dan menyeluruh. Sebab sejatinya, sikap moderat mencoba untuk memahami Islam dari berbagai sisi, tidak condong kepada salah satu bagiannya saja. Selain itu, dalam memahami esensi Islam yang sesungguhnya, konten moderasi menyajikan berbagai perspektif yang seimbang agar sebuah fenomena dapat disikapi secara wajar. Sejatinya, memahami agama secara menyeluruh juga merupakan bagian dari ikhtiar untuk mewujudkan sikap beragama yang moderat.