Oleh : Zainurrofieq
Alhamdulillah Hari kemarin (230721), saya berkesempatan menggelar rapat evaluasi tri wulan program Inkubasi Bisnis Kadin Pesantren dengan praktek mengadopsi sistem dan kerja mini market dari Pesantren Tarekat sufistik Idrisiyyah ke beberapa pesantren binaan program PESANtren BISNISnya Kadin Pesantren.
KADIN PESANTREN, yang kini tengah bermetamorfosa menjadi  ASDIN PESANTREN, Asosiasi Dagang dan Inkubasi Bisnis Pesantren, mencoba menarasikan nilai-nilai dan karakter luhur ke santrian dalam realitas kehidupan bisnis, walaupun strategi pergerakannya  tidak dari atas ke bawah tapi bottom up, dari akar rumput kesantrian menuju pusat peradaban nantinya. Dalam istilah sederhana Syeikh Yusuf Qordlowinya "inqodzu maa yumkinu inqodzuhu", membereskan apa yang nyata ada dihadapan.
Dalam pemaknaan kata santri, saya lebih powerful dengan menggunakan pemaknaan milenial yang mengaitkan dengan bahasa Inggris dari kalimat sun dan three yang bermakna tiga matahari. Tiga nilai besar yang selalu berkenaan dengan karakter penamaan seorang santri. Berbeda dengan Karel A Stembrink  yang di kutip Pak Jamahsari Dzofir yang mengaitkannya dengan Sangsakerta dan miliu kehidupan Hindu lama.  C.C. Berg yang menyebut istilah "santri" berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti "orang yang mempelajari kitab-kitab suci agama".
Tiga Matahari yang dijadikan platform santri sangat beragam dan menarik, yang  paling populer adalah dengan tiga  pilar keber-agama-an kita yaitu Iman - Islam - dan Ihsan. Terkadang saya sering mencoba mensoundingkan kata tiga mataharinya santri dengan Hikmah Hadits Rasulullah kepada Muadz Bin Jabal yaitu Dzikir- Syukur -- dan Ibadah.
Masih banyak dan terbuka sebenarnya ketika kita memaknai santri dengan berlandaskan hikmah Surat Ali Imron ayat 133 misalnya bahwa santri haruslah akrab dengan 3 nilai-nilai selalu memberi -- Selalu mengekang amarah -- dan Pemaaf. Walhasil, dengan memaknai santri dengan akar kata Inggris Sun dan three ( Tiga matahari) kita berkesempatan besar mengadopsi nilai-nilai positif Al Quran dan Hadits dalam prototipe yang diidealkan oleh nilai -nilai kesantrian.
Nilai  adalah konsep-konsep penghargaan yang diberikan masyarakat sehingga menjadi pedoman bagi sebuah kehidupan dan bisa membentuk tingkah laku setiap individu. Secara sederhana, nilai bisa dirumuskan sebagai sesuatu yang abstrak mengenai dasar-dasar yang prinsip dalam kehidupan. Nilai secara turun temurun diajarkan kepada generasi mudanya melalui penanaman kebiasaan, pelatihan dan keteladanan yang menekankan pada kesadaran melakukan yang benar dan terpuji.
Institusi, organisasi atau jamiyyah dapat dijadikan wilayah untuk pembentukan karakter, penciptaan lingkungan yang kondusif dalam membangun sebuah tradisi.
Tiga Mutiara santri dalam entrepreneurship bisa mengacu pada karakter dan sifat dominan yang dipertontonkan Rasululllah SAW dan sempat diajarkan dan dipraktekan para Sahabat generasi pertama Islam yang hasilnya luar biasa bisa menembus peradaban yang lebih global saat itu. Tiga nilai dan karakter bisnis itu adalah:
3i, MELAYANI-MENGABDI- RENDAH HATI
Memiliki mental melayani tidaklah mudah, apalagi tidak pernah mau melatih diri dan menyengajakan untuk menerima posisi sebagai pelayan. Â Karna sifat ini yang paling depan berhadapan dengan narasi musuh manusia sukses yaitu Iblis alias Syetan. Mereka selalu dengan kuat menarasikan egoisme dan merasa diri, arahnya adalah takabur, sombong dan mengecilkan orang lain.
Masih terngiang, ketika dulu saya masa training, masih menjadi mahasiswa Al Azhar di Cairo, kemudian ditraining oleh tutor restoran di Makkah saat mencoba bekerja sambil berhaji, Â kata beliau, "munculkan dulu rasa bangga dalam hatimu bisa melayani orang lain, Tuh lihat Raja Saudi (saat itu Malik Fahad) adalah orang yang paling bangga menamakan dirinya sebagai Pelayan (khodimul haromaen)".
Menjadi pelayan terkadang ada perasaan gengsi, rendah diri, minder, padahal sebenarnya pekerjaan itu adalah pekerjaan mulia yang keluar dari karakter kholifah Fil ard.
Hilangnya sensitifitas moral melayani adalah pertanda awal hilangnya sebuah nilai mulia yang berefek pada kesejahteran tentunya. Kita ketahui bahwa dari mental spirit melayani ini akan mengantarkan pada upaya dan usaha memuliakan dan membahagiakan orang lain yang merupakan wasilah penitipan rezeki dari Yang Maha Kuasa.
Rizki manusia dititipkan adalah pada kemuliaan dan kebahagiaan orang lain (magnet rezeki). Maka jelas sedikit rizki adalah pula akibat tidak adanya mental ingin memuliakan dan membahagiakan orang lain. Hadits Rasulullah menekankannya dengan bahasa Khoirunnnas anfauhum linnnas" Paling baik manusia adalah yang paling berguna bagi yang lainnya.
Mengabdi adalah totalitas fokus pada nilai-nilai yang universal, value yang dibangun alias "qimah". Daya tawar ini yang sebenarnya membuat aplikasi nilai yang menarik materi atau uang. Kalau lah ada kalimat "jangan kita mencari uang tapi harus uang yang mencari kita', implementasinya adalah pada dasar nilai pengabdian ini.Â
 Mengabdi adalah suatu penyerahan diri kepada suatu yang dianggap lebih. Biasanya kemudian dilakukan dengan ikhlash bahkan diikuti pengorbanan alias pemberian untuk menyatakan kebaktian. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa fikiran, pendapat, atau tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, yang dilakukan dengan ikhlash.
Rendah hati. Diantara pertanda seseorang yang cerdas emotional ( emotional Quetient) adalah mampu merendah. Inilah yag diistilahkan oleh Rasulullah dengan kalimat Tawadlu. Orang tawadlu berarti membuka peluang kolaborasi dan  link jaringan sebesar-besarnya. Dengan rendah hati  arus dan kesempatan berharga akan mengalir kepadanya. Ibarat air, selalu mengalir ke yang rendah. Maka ketidak mampuan merendah adalah kegagalan menampung kesempatan emas dalam segala hal.
Tiga nilai atau mutiara atau matahari itu (melayani, mengabdi dan rendah hati) telah dicontohkan baginda Rosul dalam tatakrama kehidupannya yang serba sukses.
Maka santri tinggal hanya mengaca dan berlaku sebagaimana hal-hal itu dicontohkan Rosulullah SAW agar menjadi Entrepreneur sejati, Pedagang ulung, bisnisman handal dan cahaya bagi ummat.
Dengan tiga mutiara itulah Rasulullah meng coach para  kaum niagawan dari Makkah (Muhajiriin) dipadukan dengan kaum fallahiiin (petani) Madinah alias kaum Anshor. Sehingga peradaban Madinah dan Makkah langsung melejit mengalahkan Bizantium dan Roma.
Sangat beralasan sekali ketika evaluasi kami kemaren di program PESANtren BISNIS, menarasikan spirit nilai santri ini agar menjadi entrepreneur tangguh seperti Rasulullah SAW. Yang telah mampu merevolusi ekonomi keummatan pada zamannya. Â
Yaa Ritt.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H