3i, MELAYANI-MENGABDI- RENDAH HATI
Memiliki mental melayani tidaklah mudah, apalagi tidak pernah mau melatih diri dan menyengajakan untuk menerima posisi sebagai pelayan. Â Karna sifat ini yang paling depan berhadapan dengan narasi musuh manusia sukses yaitu Iblis alias Syetan. Mereka selalu dengan kuat menarasikan egoisme dan merasa diri, arahnya adalah takabur, sombong dan mengecilkan orang lain.
Masih terngiang, ketika dulu saya masa training, masih menjadi mahasiswa Al Azhar di Cairo, kemudian ditraining oleh tutor restoran di Makkah saat mencoba bekerja sambil berhaji, Â kata beliau, "munculkan dulu rasa bangga dalam hatimu bisa melayani orang lain, Tuh lihat Raja Saudi (saat itu Malik Fahad) adalah orang yang paling bangga menamakan dirinya sebagai Pelayan (khodimul haromaen)".
Menjadi pelayan terkadang ada perasaan gengsi, rendah diri, minder, padahal sebenarnya pekerjaan itu adalah pekerjaan mulia yang keluar dari karakter kholifah Fil ard.
Hilangnya sensitifitas moral melayani adalah pertanda awal hilangnya sebuah nilai mulia yang berefek pada kesejahteran tentunya. Kita ketahui bahwa dari mental spirit melayani ini akan mengantarkan pada upaya dan usaha memuliakan dan membahagiakan orang lain yang merupakan wasilah penitipan rezeki dari Yang Maha Kuasa.
Rizki manusia dititipkan adalah pada kemuliaan dan kebahagiaan orang lain (magnet rezeki). Maka jelas sedikit rizki adalah pula akibat tidak adanya mental ingin memuliakan dan membahagiakan orang lain. Hadits Rasulullah menekankannya dengan bahasa Khoirunnnas anfauhum linnnas" Paling baik manusia adalah yang paling berguna bagi yang lainnya.
Mengabdi adalah totalitas fokus pada nilai-nilai yang universal, value yang dibangun alias "qimah". Daya tawar ini yang sebenarnya membuat aplikasi nilai yang menarik materi atau uang. Kalau lah ada kalimat "jangan kita mencari uang tapi harus uang yang mencari kita', implementasinya adalah pada dasar nilai pengabdian ini.Â
 Mengabdi adalah suatu penyerahan diri kepada suatu yang dianggap lebih. Biasanya kemudian dilakukan dengan ikhlash bahkan diikuti pengorbanan alias pemberian untuk menyatakan kebaktian. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa fikiran, pendapat, atau tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, yang dilakukan dengan ikhlash.
Rendah hati. Diantara pertanda seseorang yang cerdas emotional ( emotional Quetient) adalah mampu merendah. Inilah yag diistilahkan oleh Rasulullah dengan kalimat Tawadlu. Orang tawadlu berarti membuka peluang kolaborasi dan  link jaringan sebesar-besarnya. Dengan rendah hati  arus dan kesempatan berharga akan mengalir kepadanya. Ibarat air, selalu mengalir ke yang rendah. Maka ketidak mampuan merendah adalah kegagalan menampung kesempatan emas dalam segala hal.
Tiga nilai atau mutiara atau matahari itu (melayani, mengabdi dan rendah hati) telah dicontohkan baginda Rosul dalam tatakrama kehidupannya yang serba sukses.
Maka santri tinggal hanya mengaca dan berlaku sebagaimana hal-hal itu dicontohkan Rosulullah SAW agar menjadi Entrepreneur sejati, Pedagang ulung, bisnisman handal dan cahaya bagi ummat.
Dengan tiga mutiara itulah Rasulullah meng coach para  kaum niagawan dari Makkah (Muhajiriin) dipadukan dengan kaum fallahiiin (petani) Madinah alias kaum Anshor. Sehingga peradaban Madinah dan Makkah langsung melejit mengalahkan Bizantium dan Roma.
Sangat beralasan sekali ketika evaluasi kami kemaren di program PESANtren BISNIS, menarasikan spirit nilai santri ini agar menjadi entrepreneur tangguh seperti Rasulullah SAW. Yang telah mampu merevolusi ekonomi keummatan pada zamannya. Â
Yaa Ritt.....