Tafsir al-Mishbah menjelaskan, kata "duduk" yang diungkapkan iblis dalam ayat tersebut menunjukkan kesungguhan sekaligus kesadaran akan kemampuannya. Menurut Pak Quraish, setan memilih duduk dalam ucapannya yang bernada sumpah itu agar merasa senang.
Ia ingin menggoda dan menjerumuskan manusia setiap saat tanpa letih atau bosan. Setan selalu awas dan aktif setiap saat. Penyebutan keempat arah iblis datang untuk menggambarkan dia menggunakan segala cara, tempat, dan kesempatan untuk menjerumuskan manusia.
Untuk melawan godaan iblis, Allah SWT melalui Rasulullah SAW mensyariatkan kepada kita untuk membaca surat al-Fatihah setiap melakukan sholat. Dalam sehari, setidaknya kita membacanya 17 kali.
Ada satu ayat dalam surat tersebut yang bermakna agar kita mendapatkan hidayah. "Ihdina as-shirath al-mustaqim." Pertanyaannya ialah apa yang dimaksud dengan ihdina al-shirath al-mustaqim?
Secara tekstual, ayat keenam dari QS al-Fatihah itu berarti "tunjukkan kami jalan yang lurus", Â ayat ini menjadi dua bagian. Pertama yakni Ihdhina. Di dalam bahasa Arab, kalimat ini merupakan fi'il 'amr yang berfungsi sebagai permohonan. Ihdhina berasal dari kata hidayah. Jamaknya disebut hudan.
Hidayah tak sebatas mengandung satu makna. Maknanya bisa satu, dua, tiga atau empat. Kalau semua (hidayah) dikumpulkan, maka menjadi jamak dan disebut dengan hudan.
Lebih jauhlagi kita bisa mengambil makna bahwa petunjuk ang kita minta kepada-Nya adalah jalan lurus (Sirotol mustaqim) yang diterangkan pula dalam ayat berikutnya dengan kalimat " Alladzina An amta...." yaitu mereka-mereka yang "engkau nikmatkan".
Mengartikah sirotol mustaqim dengan kalimat jalan yang engaku nikmatkan, jelas satulangkah diatas pemahaman jika kita memaknainya dengan kalimat "engkau beri nikmat". Karena  memaknai dengan kalimat "Engkau nikmatkan" adalah sifat aktif untuk mampu menikmatkan apapun yang ada dalam hidup kita.
Maka sirotol mustaqim (jalan yang lurus) yang kita minta ditunjukan jalannya oleh allah itu adalah sebuah kemampuan untuk "menikmatkan: apa yang terjadi.
Maka jelaslah bahwa pilar ketiga dari ketaqwaan ini dalah proses untuk mampu "menikmatkan" walau kondisi kita dalam kekurangan dan tidaknyaman.
4. Bersiap Mati