Saat saya menulis ini, saya menikmati libur awal Ramadan 1436 H, Kamis, 18 Juni 2015. Perkenalkan nama saya Sunardi. Saya guru di SMA Negeri 1 Purworejo Jawa Tengah. Sebelum saya memberanikan diri menulis surat terbuka, saya sudah mempertimbangkan matang, untung dan rugi melakukan ini. Saya meyakini selalu ada konsekuensi dari setiap aksi. Namun, dengan dasar niat utama berjuang mencari kebenaran dan kepastian, serta bertujuan ikut mengedukasi publik untuk menyampaikan aspirasi secara prosedural dan santun, bismillahirahmanirahim, izinkan diri saya menyampaikan ini.
Pak Anies yang saya hormati
Saya mempunyai anak sulung bernama Bintang Ashariadi duduk di kelas VI SD N 2 Sucenjurutengah Kecamatan Bayan. SD ini bukan SD unggulan. Dapat dikatakan SD biasa. Nomor peserta ujian anak saya adalah 1-15-03-13-075-003-6. Awal kejadian Senin, 15 Juni 2015, sebelum berangkat kerja, saya diberi tahu pengawas UPT Dikbudpora Kec. Bayan Purworejo bahwa nilai ujian sekolah tingkat Jawa Tengah anak saya, tampaknya bermasalah. Namun, hari itu agenda sekolah sangat padat, saya terus bertugas tanpa ada upaya untuk konfirmasi dan sesegera mungkin merespons kabar itu. Hingga siang hari setelah kegiatan di sekolah berakhir, pukul 13.30 (dan sebenarnya masih ada agenda rapat pukul 14.00 WIB- saya akhirnya izin), saya pulang ke rumah karena ada tamu Kepala SD N 2 Sucenjurutengah.
Kepala sekolah (KS) memberitahukan bahwa nilai ujian anak saya, Bintang Ashariadi, memang tampak bermasalah. Lalu, fotokopi Daftar Kolektif Hasil Ujian Sekolah/Madrasah(DKHU) diberikan, mata saya berkaca-kaca. Anak saya, Bintang Ashariadi yang melihat nilai itu juga langsung berteriak tak percaya dan menangis, “ Bintang bisa nggarap kok, ra mungkin bijine telu, ra mungkin,”( Bintang dapat mengerjakan kok, tidak mungkin nilainya tiga, tidak mungkin). Istri saya yang juga seorang guru menangis. Tampak di DKHU, nilai Bahasa Indonesia 82,0, Matematika 85,0, sedangkan IPA 37,5. Nilai 37,5 adalah nilai terendah dari 22 siswa di kelas VI. Paparan nilai tersebut merupakan sebuah komposisi yang aneh. Menurut saya dan istri, nilai yang diperoleh anak saya untuk mapel bahasa Indonesia dan Matematika sudah normal. Akan tetapi, untuk nilai IPA, sangat aneh dan jauh di luar perkiraan.
KS pun mengatakan hal yang sama. Semua guru yang mengajar Bintang Ashariadi juga mengatakan hal yang sama. Lalu, KS menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut yang akan dilakukan. Yang jelas, prosedural pengajuan koreksi ulang sudah dilakukan oleh KS. Akan tetapi, KS tetap memohon agar saat pengumuman besok(16 Juni 2015), saya harus berangkat dan menyempatkan waktu ke SD N 2 Sucenjurutengah untuk acara pelepasan, memberikan sambutan, sekaligus menerima kembali siswa sebagai salah satu tugas pengurus komite SD N 2 Sucenjurutengah Bayan. Saya pun memenuhi tugas itu pada 16 Juni 2015. ( Pak Anies, kebetulan saya ditugasi juga sebagai pengurus komite SD N 2 Sucenjurutengah. Selain pengurus komite, saya juga pengurus RT dan ketua Pengurus Komite TK Negeri Pembina Kabupaten Purworejo).
Pak Anies yang bijak
Saya mengakui bahwa anak saya bukanlah anak yang mempunyai kemampuan brilian. Bukan pula anak dengan sederet prestasi akademik/nonakademik mentereng. Akan tetapi, anak saya mempunyai semangat yang tinggi. Anak saya tetaplah bintang di hati kami. Selama ini sejak kelas 1 anak saya menduduki peringkat 1 atau 2, tidak pernah terlempar dari posisi itu.
Adapun kronologi kejadian hingga saya beranikan menulis, begini Pak Anies....
Hari itu, Senin 18 Mei 2015 awal ujian SD, anak saya tampak tidak enak badan. Tetap memaksa berangkat untuk mengikuti ujian mapel Bahasa Indonesia. Selasa, 19 Mei, dia juga tetap berangkat meski sakit, untuk mengikuti ujian Matematika. Nah, pulang ujian hari ke-2, badan dia benar-benar tidak kuat, sakit dan harus opname selama 3 hari di RSUD Saras Husada. Akhirnya dia harus mengikuti ujian sekolah susulan yang dijadwalkan Sabtu, 30 Mei 2015 bertempat di Kantor UPT Dikbudpora Bayan. Saat ujian susulan berlangsung, atas seizin kepala sekolah tempat kami bekerja, saya dan istri ikut mengantar dan menunggui dari luar. Selain itu, ikut mengantar pula guru kelas anak saya. Hari itu anak saya tampak ceria sekali. Selain telah sembuh dari sakit, para pengantar yang banyak, ternyata membuat dia tambah semangat. Pengawas di dalam ruangan adalah pengawas dari UPT. Selesai ujian pukul 10.00 WIB, pengawas ujian susulan memberikan lembar soal ujian kepada anak kami untuk dibaca-baca dan diprediksi nilai hasil ujian. Lalu, lembaran soal P.5 yang sudah dikerjakan anak saya itu diserahkan anak saya kepada guru kelas. Selang hari berikutnya, Senin, 1 Juni 2015, guru kelas mengatakan bahwa anak saya, insyaallah hanya salah 5 dari 40 soal atau akan mendapatkan nilai 87,5. Namun, saat pengumuman kemarin hasilnya seperti itu 37,5. Siapa yang tidak sedih dan kaget? (Lembar soal dan semua dokumen masih saya simpan sebagai arsip)