INSTITUSI PENDIDIKAN merupakan salah satu organisasi atau perusahaan yang sangat berpengaruh dalam keberlangsungan ekosistem suatu wilayah bahkan negara. Saking pentingnya pendidikan dalam ekosistem suatu negara, pihak birokrasi pemerintah atau partai politik baik yang berkuasa atau tidak akan terus mencoba menanamkan pengaruhnya dalam beberapa institusi pendidikan.
Institusi pendidikan yang menyelenggarakan juga menyediakan jasa mendidik-mengajar-membenahi masyarakat menjadi momok penting dalam ekosistem suatu negara. Institusi pendidikan secara filosofis dan operasional juga sudah tertuang dalam tujuan/visi negara Indonesia itu sendiri, maka dari itu ada beberapa yang harus dibahas dalam perkembangan institusi pendidikan di Indonesia khususnya mengenai institusi pendidikan negeri dan institusi pendidikan swasta.
Pertama, mengenai pendidikan yang ‘merata’ seiring dengan berdiasporanya institusi pendidikan negeri di Indonesia dan berkurangnya peran institusi pendidikan swasta dalam jalinan sosial-strukturnya. Kedua, mengenai kedudukan institusi pendidikan dalam menangani CSR (Corporate Social Responsibility) kepada seluruh pemangku kepentingan dalam wilayah negara.
Seiring dengan berkembangnya sistem pendidikan dalam negeri ini – Indonesia, kita sudah sangat sering mendengar istilah sekolah swasta, sekolah negeri, kampus swasta, kampus negeri.Â
Istilah dikotomis yang selalu kita dengar bahkan ketika kita sedang serius-seriusnya memikirkan dan memutuskan masa depan juga jalan yang akan kita tempuh. Istilah dikotomis inipun terkadang menjadi tembok pembanding terbesar antara favorit dengan yang biasa aja, hal ini membuat kita bias dalam menentukan keputusan yang objektif mengenai baik dan buruknya suatu organisasi atau perusahaan.Â
Padahal, output yang di dambakan juga di idam-idamkan itu identik dan tertuang dalam salah satu tujuan negara ini yaitu demi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Situasi ini pun diperparah dengan adanya peserta didik yang di khususkan untuk bekerja (SMK-Vokasi, dsb) dan menjadikan banyak dari mereka yang masih belum mendapat pekerjaan karena lapangan pekerjaan yang tak banyak dan tersedia. Perkataan ‘and physics back to business’ yang disebut oleh Stephen Hawking rasanya menjadi sangat jelas jika di terapkan pada dunia pendidikan yang pada dasarnya semua akan kembali kepada bisnis.
Ego yang Terpendam
Perkembangan pendidikan di Indonesia terus berjalan, sebagian bahkan mungkin segelintir orang percaya bahwasannya perkembangan akan selalu mengarah ke arah positif tanpa ragu dan memikirkan untuk kedua-kalinya. Faktanya, perkembangan-pengembangan-pertumbuhan dapat mengakibatkan beberapa efek negatif baik yang secara langsung dirasakan (jangka pendek) dan efek negatif yang secara tidak langsung dirasakan (jangka panjang).
Manifestasi institusi pendidikan yang berfokus juga bercita-cita selaras dengan visi negara sekiranya perlu dikaji dan direnungkan kembali, mengingat situasi tidak selamanya seperti ini dan akan terus dinamis. Kurikulum yang diterapkan, fasilitas yang disuguhkan, sampai kepada strategi organisasi yang diterapkan seperti tidak selaras dan tidak berjalan dengan satu hembusan yang sama atau dengan kata lain kurang harmonis.
Bagaimana tidak, beberapa organisasi yang bergerak dibidang yang sama ternyata tidak dapat menyelaraskan tujuan juga output yang idealnya sama atau identik.Â
Sekali lagi, seharusnya bagi para pemangku kepentingan seperti para kepala yayasan dari sekolah swasta, kepala sekolah atau kepala madrasah dari sekolah negeri, para rektor universitas baik negeri maupun swasta, haruslah bisa merembukan apa yang seharusnya mereka dapat lakukan dalam kurun waktu yang dapat ditentukan demi meningkatkan hasil mutu/output dari dalam organisasi mereka.
Demi ego, dualitas antar struktur dan agensi yang bergelut dalam institusi pendidikan ini merupakan hal yang sudah tidak dapat dihindari namun dapat dijelaskan secara gamblang juga berproporsi yang cukup.Â
Menurut Richard J. Bernsetain (1989: 23) inti persis teori strukturasi dimaksudkan untuk menjelaskan dualitas dan pengaruh-mempengaruhi dialektis antar agensi dan struktur.
Struktur disini dapat kita artikan sebagai bentuk aturan berupa aturan dan sumber daya, kemudian agen diartikan sebagai orang-orang yang konkret dalam arus yang mengalami keberlanjutan antara tindakan dan peristiwa.Â
Bagaimanapun, institusi pendidikan dalam hal ini telah membentuk kesadarannya sendiri akan organisasi yang seharusnya dapat berdiri kokoh dengan berbagai visi juga misinya dan tak terbatas hanya negeri saja ataupun swasta saja.
Dualitas yang dialami oleh para pendidik ataupun institusi pendidikan juga bermacam-macam, contohnya saja dalam pendidikan seorang guru yang menaati aturan sekolah dan atau kurikulum yang mengharuskan ia patuh terhadap aturan tersebut (legitimation).Â
Sedangkan dalam aturan tersebut terdapat suatu bentuk struktur kekuasaan (domination) dari rezim yang berkuasa, sehingga dalam prosesi belajar mengajar sang guru memiliki tiga dimensi kesadaran yang berbeda beda motives, practical, dan discursive.
Hal ini menyebabkan bahwasannya agensi akan terus disiratkan secara refleksif dan diskursif di dalam struktur-struktur sosial (Bernstein, 1989: 23).Â
Maka dari itu, mau sampai kapanpun orang-orang nyata tersebut mengalami tindakan juga peristiwa yang sama berulang-ulang pada akhirnya akan tunduk terhadap struktur yang mengatur (rules & resources).
Pengaturan kerja berbasis prinsip ternyata sangat penting bagi keberlangsungan sekaligus menjadi setir/suar organisasi yang kuat. Dengan begitu, manifestasi institusi pendidikan dapat diatur lebih fleksibel juga leluasa berubah-ubah sesuai bentuk yang di inginkan.Â
Menurut Giddens (1984: 9) apapun yang terjadi tidak akan pernah terjadi jika individu tidak campur tangan, karena pada dasarnya tindakan-tindakan sengaja sering mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak disengaja. Walau bagaimanapun juga, agen memiliki kekuasaan untuk membuat suatu perbedaan di dalam dunia sosial atau struktur yang ada (Giddens, 1984: 256).
Solusi yang Dapat Ditawarkan oleh Penulis
Globalisasi, perkembangan teknologi, hingga pada evolusinya pola-pikir masyarakat adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peran dari institusi pendidikan. Kerangka kerja yang lebih bagus rasanya perlu diadakan agar organisasi dapat mengidentifikasikan peran juga memprioritaskan tujuan/visi mereka secara berkelanjutan.
Bersangkutan dengan CSR, organisasi pendidikan haruslah memperbaharui juga menyamakan satu tujuan mereka minimal dalam satu wilayah terlebih dahulu agar mereka – masyarakat yang berpindah jenjang dari SD – SMP, dan seterusnya memiliki gambaran yang cukup akan output yang akan dikeluarkan. Bukan hanya itu, bagi para pemangku kepentingan haruslah mengambil peran atau andil berupa pengambilan keputusan yang menuju kepada inovasi.
Dalam hal ini, AA1000 atau Akuntabilitas 1000 dapat digunakan untuk membenahi permasalahan tata kelola, prinsip, operasi keberlanjutan organisasi.Â
Perlu dipahami bahwasannya AA1000 hanyalah salah satu alat manajemen yang dapat digunakan pada organisasi, baik secara umum maupun khusus.
Institusi pendidikan memiliki permasalahan dualitas akan struktur dan agen yang kadang bergelut demi kepentingannya tersendiri. Hal ini pun secara gamblang dijelaskan dalam salah satu prinsip AA1000 yaitu; Organisasi umumnya memiliki banyak pemangku kepentingan, masing-masing dengan jenis dan tingkat yang berbeda keterlibatan, dan seringkali dengan kepentingan dan perhatian yang beragam dan terkadang bertentangan; dan Inklusif, yang berarti seluruh pemangku kepentingan yang berpotensi terkena dampak harus mendapatkan tempat dalam pengambilan keputusan.
Walaupun dualitas dalam institusi pendidikan tak akan pernah bisa hilang, namun dengan adanya manajemen AA1000 dualitas ini dapat dikendalikan dan diarahkan kepada hal yang lebih positif. Sama seperti adanya pemberdayaan juga trobosan seperti program vokasi atau SMK yang seharusnya bisa diberdayakan lebih.Â
Perubahan iklim dan kemajuan pendidikan tidak dapat dibendung, yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mengambil langkah bijak berupa penyatuan visi juga misi terhadap institusi-institusi pendidikan agar berjalan sejajar dengan impian negara itu sendiri.
Pemberian kesan bahwasanya pendidikan tidak boleh mengalah kepada bisnis juga seharusnya penting, karena mau dikatakan bagaimanapun tujuan awal dari pendidikan itu memanusiakan manusia bukan ditujukan untuk menjadi tantara pekerja yang seperti sekarang ini. Walaupun vokasi juga penting, bukan berarti pendidikan harus mengalah pada tuntutan bisnis agar pendidikan memiliki kemandirian untuk mempertahankan wibawanya.
Penutup
Dualitas dalam institusi pendidikan pada dasarnya tidak akan pernah bisa hilang. Daripada menghindari perkembangan hingga terjadi hal yang tak di inginkan, lebih baik menyaring perkembangan hingga terjadi hal yang tak di inginkan pula. Karena menurut Giddens (1984: 9) apapun yang terjadi tidak akan pernah terjadi jika individu tidak campur tangan, karena pada dasarnya tindakan-tindakan sengaja sering mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak disengaja.
Demi itulah organisasi menerapkan CSR yang berbasis AA1000 yang pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan mutu organisasi juga sekaligus menjadi poros pengendali penting dalam perkembangan. Akankah pendidikan di negeri ini terus mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama? Mari kita berpikir kritis sejenak.
Daftar Pustaka
Göbbels, Math, and Jan Jonker. "AA1000 and SA8000 compared: a systematic comparison of contemporary accountability standards." Managerial Auditing Journal (2003).
Ritzer, George. "Edisi Kedelapan Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terahir Postmodern." Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu, dkk., (2012). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Tucker, Kenneth. Anthony Giddens and modern social theory. Sage, 1998.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI