Mohon tunggu...
Jay Z. Pai
Jay Z. Pai Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menulis saja

suka musik dan jalan - jalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mustafa dan Takdir Wabah Corona

9 Agustus 2021   10:30 Diperbarui: 9 Agustus 2021   10:46 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kurang lebih sudah enam bulan sejak februari lalu virus corona menghantam indonesia. Akibatnya, negara mengalami kerugian tidak hanya ekonomi bahkan banyak nyawa manusia melayang. Ribuan orang menjadi korban, ada anak--anak, orang tua, dokter dan perawat pun tak luput menjadi korban. Setidaknya seperti itu informasi yang disampaikan salah satu stasiun TV Nasional sore itu.

Seperti biasa, sore itu, di sebuah teras duduklah dua orang santri junior, santri pertama bernama mustafa, yang kedua bernama muhaimin. Biasanya selepas ngaji kitab, keduanya menghabiskan waktu sejenak diruang tengah untuk menonton TV, merokok atau sekedar ngopi. Begitupun dengan santri yang lain di Pesantren Afala Ta'qilun.

Pesantren Afala Ta'qilun terletak tidak jauh dari kota, sekitar setengah jam klau ditempuh pakai mobil atau sepeda motor. Walaupun begitu, suasana pedesaan masih kental, mungkin karena masih di kelilingi kampung--kampung kecil. Suasana asri menyelimuti kehidupan pesantren, sehingga untuk santai di sore hari terasa nyaman sekali.   

Tiba -- tiba terdengar suara yang cukup kuat dari mustafa.

"Ahh corona, memang dasar biang keladi, jika ditanya apa cobaan terbesar yang diberikan Tuhan padaku, tak segan akan kujawab dialah wabah corona!".

Muhaimin yang mendengar umpatan itu langsung kaget, tidak biasanya sahabatnya ini mengumpat seperti itu. maklum, mustafa adalah santri yang dikenal cukup pendiam. Bahkan seringkali acuh dengan informasi di luar urusan ngaji dan baca buku. muhaimin yang mengenal karakter sahabatnya ini menjadi curiga.   

Melihat wajah Mustafa yang merah padam, Muhaimin semakin penasaran langsung bertanya, "apa yang membuatmu marah?, tak biasanya kau seperti ini mus".

"Tidak, tidak apa -- apa min. Hanya malas saja dengan wabah ini", jawab Mustafa.

"Ah, tidak mungkin, tidak biasanya kau seperti ini mus, biasanya berita dari TV hanya singgah ditelingamu, balas muhaimin".

"Coba cerita dulu apa masalahamu?" bukankah kita ini sahabat.

Muhaimin dan Mustafa sudah lama berkawan, sejak pertama masuk pesantren mereka sudah bersama. sekelas, sekamar, hanya mungkin beda nasib, apalagi soal cinta. Muhaimin lebih pengalaman, bahkan dulu di SMA dia mendapat julukan playboy kelas kakap. Tapi itu dulu, sebelum masuk pesantren. Dari SMA Muhaimin sudah gemar dengan sastra, banyak buku--buku pengarang besar sudah dilahapnya, nama--nama seperti Gibran, Chairil Anwar, Sapardi dan WS Renra adalah santapan sehari--harinya.

Mungkin berkat itu sehingga dia punya banyak kata--kata untuk melancarkan rayuan maut kepada kaum hawa.      

Sambil tersenyum Mustafa bertanya kepada Muhaimin.

"kau pernah jatuh cinta?, sampaikah kau merencanakan masa depan dengannya?".

Dalam hati muhaimin bicara, "ternyata benar, sahabatnya ini lagi dirundung masalah, dan pasti bukan cuma persoalan wabah corona, sepertinya ada yang lain." "aku pernah jatuh cinta mus", kata muhaimin.

"Benarkah, kapan itu min?".

"Waktu SMA, aku jatuh cinta berkali -- kali. Pernah aku jatuh cinta hingga lupa diri. Padahal  ada yang bilang padaku waktu itu, "jangan mencintai seperti kelaparan, nanti kau makan hatimu sendiri". Aku lupa mus, antara pertemuan dan perpisahan batasnya tipis. Perempuan itu merencanakan masa depan tapi bukan denganku, dengan orang lain. sampai satu ketika aku sadar akan bahayanya. Memang benar kata chairil, "cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar".

Bicara apa kau min, bukan seperti itu maksudku. Apakah kau ingin mendengar ceritaku.

*** 

Mustafa pun melanjutkan ceritanya.

"Aku jatuh cinta dengan gadis dikampungku min. orangnnya menarik. Kami sering membicarakan banyak hal, sering pula kami beda pandangan. Walaupun orangnnya cengeng dan terkadang keras kepala, tapi satu yang membuatku tertarik padanya. dia punya sikap. sudah setahun ini aku menjalin hubungan dengannya, sampai merencanakan menikah. Namun gegara wabah corona ini, rencana kami akhirnya pupus.

"Kau pasti tahu, wabah corona mengharuskan setiap orang menjaga jarak, kita dilarang berkumpul dan berkerumun. Bagaimana gelar acara jika berkumpul saja tidak bisa. Benar, bisa saja kita nikah dulu, lalu kemudian resepsi, mungkin itu cukup untuk kami. Tapi bagaimana dengan keluarga, apakah mereka sepakat?. Sebab, bagiku, nikah bukan hanya persoalan menyatukan dua orang tapi juga dua keluarga. Tapi sudahlah, nasi sudah menjadi bubur min".  

"Aku baru sadar ternyata virus corona tidak hanya memakan korban jiwa tapi juga korban perasaan, juga rencana--rencana masa depan di babat habis oleh corona. Dan kau tahu min!?, sudah sebulan ini aku tidak lagi bicara dengannya".

"Semua ini gara--gara corona min, atau mungkin saja ini takdir yang sudah digariskan Tuhan untukku".  

"Terlalu cepat kau menyimpulkan wabah sebagai penyebab masalahmu mus dan terlalu cepat kau bilang ini adalah takdir", sela muhaimin.

Belum selesai muhaimin bicara, mustafa dengan lantang menjawab.

"Lalu siapa lagi yang pantas aku salahkan untuk masalahku?, jelas -- jelas, kalau bukan karena virus sial ini, mungkin sekarang rencanaku lancar. Kau tidak mendukungku, sahabat macam apa kau min", ucap mustafa dengan nada kesal.

"Soal corona mungkin saja benar, tapi bagaimana dengan takdir, apa benar wabah ini takdir Tuhan?" muhaimin menjawab.

Karena keasikan berdebat, keduanya tidak menyadari kalau Gus Amran telah mendekat ke arah mereka. Keduanya sadar ketika Gus Amran memberi salam.

"Asalamualaikum".

Menyadari kedatangannya dengan cepat keduanya membalik badan dan menyambut salam dengan takzim.

"Walaikumsalam Gus".

Gus Amran adalah putra sulung Kiyai Hasyim pembina Pesantren Afala Ta'qillun. Untuk sementara pesantren diamanahkan kepadanya karena Kiyai sedang keluar daerah. Dia cukup dekat dengan para santri termasuk Mustafa dan Muhaimin.

Kedatangan Gus Amran tidak disia--siakan oleh keduanya, mereka langsung menanyakan pendapatnya tentang pokok perdebatan mereka, yaitu soal takdir dan wabah corona.

Gus Amran pun coba menjawab semampunya.

"Apa kalian pernah mendengar penjelasan Kiyai Hasyim tentang pelajaran Ilmu Kalam dan Sejarah firqah--firqah dalam Islam?"

Keduanya sontak menjawab, "pernah gus".

"Baik, saya akan coba menjawab masalah kalian dengan pendekatan itu. namun maaf sebelumnya, apabila jawaban saya tidak mampu memuaskan kalian nanti. Karena sejatinya, saya hanya sekedar memberi jalan. Sisanya saya berharap, kalian bisa menyimpulkannya sendiri", kata Gus Amran.

Memang Pesantren Afala Ta'qilun ini bertujuan mendorong para santri untuk berani berpikir secara mandiri sebagaimana namanya Afala Ta'qilun diambil dari ayat Qur'an yang berarti (tidakkah kau menggunakan akalmu).

Gus Amran pun mulai menjelaskan.

"Begini, ada berbagai macam aliran kalam dalam islam. Diantaranya, Jabariyah Mu'tazilah dan Asy'ariyah. ketiganya punya pandangan beda--beda terkait perkara takdir. Pertama, aliran jabariyah, kelompok ini memandang takdir semata--mata datang dari tuhan. karena menganggap semua hal sudah digariskan Tuhan, ketika menghadapi masalah kelompok ini cenderung menerima atau berserah diri (fatalis) tanpa berbuat apa--apa atau pasrah sebagaimana asal kata jabariyah, jabr (pasrah)".

"Kedua, mu'tazilah. Doktrin teologi kelompok ini berbanding terbalik dengan yang pertama. Jika jabariyah memandang segala sesuatu datangnya dari Tuhan, maka bagi mu'tazilah, yang terjadi kepada manusia tidak ada hubungannya dengan Tuhan. Takdir bukan semata -- mata berasal dari Tuhan melainkan dari manusia itu sendiri. Contohnya, jika kita mencuri itu karena kehendak manusia bukan karena kehendak Tuhan".

"Kedua aliran di atas memiliki titik ekstrem, pada yang pertama, ekstremnya, kita akan cenderung menyalahkan Tuhan atas segala musibah yang menimpa kita, karena sekali lagi, segala sesuatu datangnya dari Tuhan. Sedang pada yang kedua, kita akan cenderung angkuh dengan otoritas personal dan menegasikan kekuasaan Tuhan".

"Bagaimana dengan aliran yang ketiga Gus?" tanya Mustafa.

Gus Amran melanjutkan penjelasannya.

"Aliran kalam yang ketiga adalah Asy'ariyah. Aliran ini menganggap bahwa takdir adalah manifestasi antara ihtiar manusia dengan kehendak Tuhan. Artinya, kehendak Tuhan hadir bersamaan dengan upaya manusia. Keduanya tidak terpisah, malah saling beririsan. Kebanyakan umat islam indonesia yang beraliran sunni berpegang pada teologi Asy'ariyah ini".

"Sebenarnya, jika kita melihat penjelasan kedua aliran sebelumnya. Sepertinya, aliran asy'ariyah ini adalah titik tengah antara aliran jabariyah dan mu'tazilah. Dalam aliran asy'ariyah dikenal, ada istilah (khaliq) dan (kasb) dimana memang benar Tuhan yang menciptakan perbuatan manusia (khaliq) akan tetapi manusialah yang mengupayakannya (kasb). Contohnya bencana banjir, seperti kita ketahui bencana itu muncul disebabkan oleh berbagai hal, semisal penebangan hutan besar -- besaran atau tabiat orang yang hobi buang sampah sembarangan. ternyata banjir bukan semata -- mata kehendak Tuhan, ada campur tangan di dalamnya".

"Pada kasus wabah corona, jika kita menggunakan cara pandang asy'ariyah maka bisa dikatakan, wabah corona merupakan kehendak Tuhan yang ikut terdorong muncul karena ulah manusia".  

"Dari ketiga aliran kalam dalam islam yang saya jelaskan tadi, terserah kalian mau menggunakan cara pandang yang mana, hanya saya berharap kalian bisa lebih bijak melihat segala permasalahan".

***

Mendengar penjelasan Gus Amran, kedua santri seperti mendapatkan titik terang dari polemik yang mereka hadapi. Terlebih mustafa, dia menjadi lebih optimis. Wajah yang awalnya tegang sejak tadi kini tersenyum kembali. Dia seperti mendapat angin segar. sepertinya dia tahu apa yang harus dia lakukan  kedepan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun